Telepon saya berbunyi, tanda ada pesan pendek yang masuk. Ternyata putri saya meminta saya mengirimkan resep kue es krim pepermin ala nenek saya kepadanya. Ketika mencarinya di antara tumpukan kartu yang sudah menguning dalam sebuah kotak usang, saya memperhatikan tulisan tangan yang unik dari nenek saya—dan beberapa catatan ibu saya dalam huruf sambung. Saya pun tersadar, karena sekarang putri saya memintanya, resep kue es krim pepermin itu sudah diturun-temurunkan hingga generasi keempat dalam keluarga saya.
Saya bertanya-tanya, Apakah hal lain yang dapat diwariskan keluarga dari satu generasi ke generasi berikutnya? Bagaimana dengan pilihan-pilihan soal iman? Selain resep kue, apakah iman nenek saya—dan iman saya sendiri—berperan penting dalam kehidupan putri saya dan anak-cucunya kelak?
Dalam Mazmur 79, pemazmur meratapi ketidaktaatan Israel yang telah kehilangan pegangan imannya. Ia memohon kepada Allah untuk melepaskan umat-Nya dari bangsa-bangsa yang tidak mengenal-Nya dan memulihkan Yerusalem. Jika itu terjadi, ia berjanji untuk kembali setia kepada jalan Allah hingga selamanya. “Maka kami ini, umat-Mu, dan kawanan domba gembalaan-Mu, akan bersyukur kepada-Mu untuk selama-lamanya, dan akan memberitakan puji-pujian untuk-Mu turun-temurun” (ay.13).
Dengan penuh semangat saya meneruskan resep itu kepada putri saya. Resep kue ala nenek saya akan tetap hidup dalam keluarga kami. Tidak lupa saya sungguh-sungguh berdoa agar kami juga menurunkan satu warisan kekal yang terpenting dan abadi, yaitu iman yang mempengaruhi keluarga kami dari generasi ke generasi.
Wawasan
Doa Mazmur 79 agar Allah memulihkan umat-Nya disuarakan dalam konteks kekalahan besar—kemungkinan pada saat Babel menghancurkan Yerusalem pada tahun 587 SM. Pemazmur mengakui bahwa sebagian besar penderitaan Israel itu disebabkan oleh dosa mereka sendiri, tetapi ia tetap memohon agar Allah memulihkan mereka—karena bangsa-bangsa lain tentu akan sulit percaya kepada Allah bila Israel sendiri kelihatannya ditinggalkan oleh Allah.Pemikiran ini—bahwa Allah dapat selalu diandalkan, Dia setia bahkan ketika umat-Nya tidak setia—mewarnai keseluruhan isi Kitab Suci. Doa-doa yang kita baca seringkali berisi permohonan agar Allah bermurah hati untuk memulihkan, karena sekalipun manusia pantas menderita, penderitaan dan kematian manusia tidaklah menyatakan kemuliaan Allah seperti yang dinyatakan oleh karya pemulihan-Nya yang penuh kemurahan (lihat Mazmur 30:10). Allah pun menegaskan kebenaran ini, mendorong umat-Nya untuk kembali kepada-Nya. Allah meyakinkan bahwa karena Dia “Allah dan bukan manusia” (Hosea 11:9), Dia pasti akan berbelas kasihan.
Sebesar apa pun dosa kita, kasih karunia Allah itu lebih besar lagi. Sekalipun Anda merasa tidak layak diampuni oleh Allah, tetaplah datang kepada-Nya, dan alamilah sukacita hidup yang baru (Roma 8:1; 2 Korintus 5:17). Dosa kita tidaklah menghalangi Allah untuk memberikan pengharapan, pemulihan, dan iman yang dapat kita teruskan kepada generasi berikutnya.
rubi prasetyo pada 23/03/2018 at 3:05 am
Teladan hidup beriman kepada Allah adalah warisan terbesar bagi generasi selanjutnya