Foto itu membuat saya tertawa terpingkal-pingkal. Kerumunan orang telah memadati kedua sisi jalan sebuah kota di Meksiko; mereka melambai-lambaikan bendera dan melemparkan konfeti sambil menunggu kedatangan Sri Paus. Di tengah jalan, lewatlah seekor anak anjing liar, yang terlihat menyeringai gembira, seolah-olah semua orang itu berkumpul untuk menyambutnya. Anjing kecil itu tahu bagaimana menikmati sambutan yang meriah!
Anak anjing yang “mencuri panggung” memang lucu, tetapi mencuri pujian yang diperuntukkan bagi orang lain adalah sikap yang tidak patut. Daud menyadari hal ini, karena itu ia menolak meminum air yang sudah diperoleh anak buahnya dengan mempertaruhkan nyawa. Sebelumnya, dengan hati sedih ia berharap seandainya ada yang mengambilkannya air minum dari sebuah sumur di Betlehem. Tiga perwira Daud menanggapi keinginan sang raja dengan penuh semangat. Mereka pun menerobos perkemahan musuh, menimba air dari sumur itu, dan membawanya kepada Daud. Daud sangat tersentuh oleh pengabdian mereka, dan ia menolak untuk meminum air itu. Ia memilih untuk “mempersembahkannya sebagai korban curahan kepada Tuhan” (2Sam. 23:16).
Karakter kita dapat dilihat dari cara kita menanggapi pujian dan penghargaan yang kita terima. Ketika sebuah pujian ditujukan kepada pihak lain, terutama Allah, menyingkirlah. Penghargaan itu tidak ditujukan bagi kita. Namun, ketika pujian itu memang diberikan kepada kita, berterima kasihlah kepada yang memberikannya dan kemudian lipat gandakan pujian itu dengan memberikan seluruh kemuliaan kepada Tuhan Yesus. “Air” itu juga bukan untuk kita. Syukurilah, lalu persembahkanlah kepada Allah.
Wawasan
2 Samuel 21–24 dapat dilihat sebagai penutup bagi kedua kitab Samuel. Penutup itu diapit oleh kisah-kisah tentang kegagalan Saul maupun Daud sebagai raja lewat perbuatan mereka yang membahayakan orang lain. Saul membunuh orang-orang Gibeon (21:1), dan kegagalan Daud membahayakan orang-orang Israel (24:17). Di antara kedua kegagalan tersebut, bagian penutup ini menyebutkan kerapuhan Daud dan ketergantungannya kepada para panglimanya.Ada dua syair di tengah-tengah penutup tersebut, ketika Daud mengenang kembali kehidupannya dengan menceritakan kesetiaan Allah sekaligus janji-Nya untuk membangkitkan seoang raja penyelamat yang lebih baik. Syair-syairnya memperkuat tema inti dari kitab Samuel, yaitu bahwa Allah meninggikan yang rendah hati dan menentang yang tinggi hati, dan bagaimana Dia setia kepada janji-janji-Nya, meski kejahatan manusia begitu besar. –Monica La Rose
Raffles Heryanto pada 28/10/2020 at 4:34 am
Terpujilah Kristus