Penulis

Lihat Semua

Artikel oleh Arthur Jackson

Pergumulan dan Kemenangan

Jimmy tidak membiarkan gejolak sosial, ancaman bahaya, dan ketidaknyamanan menghalanginya pergi ke salah satu negara paling miskin di dunia untuk membantu pelayanan pasutri di sana. Pesan-pesan singkat yang diterima tim pelayanan kami secara teratur mengungkapkan beragam tantangan yang dihadapinya. “Oke, teman-teman, mohon doakan kami. Kami baru menempuh enam belas kilometer dalam dua jam terakhir . . . tetapi mesin mobil sudah belasan kali kepanasan.” Gara-gara kendala transportasi itu, ia baru sampai di tujuannya persis menjelang tengah malam untuk berkhotbah kepada orang-orang yang sudah menantinya selama lima jam. Kemudian kami menerima sebuah pesan lagi dengan nada berbeda. “Sungguh persekutuan yang sangat ajaib dan indah . . . Sekitar selusin orang maju untuk didoakan. Malam yang benar-benar luar biasa!”

Berani Bersaksi bagi Yesus

Pada tahun 155 m, bapa gereja mula-mula Polikarpus diancam akan dibakar hidup-hidup karena imannya kepada Kristus. Ia menjawab, “Selama delapan puluh enam tahun aku menjadi hamba-Nya, Dia tidak pernah berbuat salah kepadaku. Bagaimana mungkin sekarang aku menghujat Rajaku yang telah menyelamatkanku?” Respons Polikarpus dapat menjadi inspirasi bagi kita saat menghadapi ujian ekstrem karena iman kita kepada Tuhan Yesus, Raja kita.

Kemah Rapuh

“Kemahnya sudah rapuh!” ujar kawan saya, Paul, gembala sebuah gereja di Nairobi, Kenya. Sejak tahun 2015, jemaatnya beribadah dalam suatu bangunan mirip tenda. Sekarang, Paul menulis, “Kemah kami sudah usang dan bocor sewaktu hujan.”

Berlari kepada Yesus

Dalam kunjungan ke Paris, Ben dan teman-temannya pergi mengunjungi salah satu museum terkenal di kota itu. Meski Ben bukan mahasiswa seni, ia terkagum-kagum melihat lukisan berjudul The Disciples Peter and John Running to the Sepulchre on the Morning of the Resurrection (Petrus dan Yohanes Berlari ke Makam pada Pagi Yesus Bangkit) karya Eugène Burnand. Tanpa berkata-kata, wajah Petrus dan Yohanes serta posisi tangan mereka sudah mengungkapkan banyak cerita, sehingga orang-orang yang melihat lukisan itu dapat ikut merasakan dan membayangkan luapan emosi kedua tokoh tersebut.

Ketika dalam Kesesakan

Bertahun-tahun lalu, seorang kawan menceritakan ketakutannya ketika ia harus menyeberang sebuah persimpangan yang memiliki beberapa lajur perlintasan. “Saya belum pernah melihat tempat seperti itu; semua aturan yang pernah saya terima tentang cara menyeberang di jalan seperti tidak ada gunanya. Saking ketakutannya saya hanya berdiri di ujung jalan, menunggu bus, dan meminta sopir bus agar diizinkan ikut sampai ke seberang jalan. Butuh waktu cukup lama sebelum akhirnya saya dapat menyeberangi persimpangan itu, baik sebagai pejalan kaki maupun sebagai pengemudi.”

Belas Kasihan untuk Kita

Salah satu konsekuensi dari pandemi COVID-19 adalah berlabuhnya kapal pesiar dan karantina terhadap para penumpangnya. Sebuah artikel dalam The Wall Street Journal memuat wawancara dengan beberapa turis di kapal pesiar. Banyak dari mereka menganggap masa karantina memberi lebih banyak kesempatan untuk bercakap-cakap. Seorang penumpang dengan bergurau menceritakan bagaimana pasangannya—yang memiliki ingatan tajam—mampu menyebutkan kembali setiap kesalahan yang pernah ia lakukan, bahkan ia punya firasat bahwa istrinya belum mengatakan semuanya!

Pertobatan yang Luar Biasa

“BROKE” (Rusak) adalah nama julukan Grady, dan lima huruf itu terpampang dengan blak-blakan pada pelat mobilnya. Meski tidak dimaksudkan untuk memiliki makna rohani, julukan tersebut cocok dengan sosok pria paruh baya yang suka berjudi, berzina, dan menipu orang itu. Grady kehilangan harapan, hidupnya rusak, dan jauh dari Allah. Namun, semua itu berubah pada suatu malam ketika ia diinsafkan oleh Roh Allah dalam sebuah kamar hotel. Grady memberi tahu istrinya, “Kurasa aku diselamatkan!” Malam itu ia mengakui semua dosa-dosa yang dikiranya akan dibawa mati. Ia pun datang kepada Yesus untuk memohon pengampunan-Nya. Selama tiga puluh tahun berikutnya, pria yang pernah mengira dirinya tidak akan hidup sampai usia empat puluh tahun itu hidup dan melayani Allah sebagai orang percaya yang telah diubahkan dalam Yesus. Pelat mobilnya juga berubah—dari “BROKE” menjadi “REPENT” (Bertobat).

Diselamatkan dari Banjir

Pada bulan Agustus 2021 besar curah hujan di Waverly, Tennessee, tiga kali lipat dari yang diberikan ramalan cuaca. Dua puluh orang kehilangan nyawa dan ratusan rumah hancur dihantam badai. Jika bukan berkat keterampilan dan kemurahan hati pilot helikopter Joel Boyers, jumlah korban tewas mungkin akan jauh lebih besar.

Keluarga yang Utuh

Pada tanggal 16 Juni 1858, ketika baru terpilih sebagai kandidat partai Republik untuk Senat Amerika Serikat dari negara bagian Illinois, Abraham Lincoln menyampaikan pidatonya yang terkenal, “Keluarga yang Terpecah-pecah”, yang menyoroti ketegangan di antara berbagai pihak di Amerika terkait isu perbudakan. Pidato ini mengusik banyak orang, baik teman maupun lawan Lincoln. Lincoln menganggap penting untuk memakai istilah “keluarga yang terpecah-pecah”, yang diucapkan Yesus di Matius 12:25, karena istilah tersebut sangat dikenal dan mengena. Lincoln menggunakan ungkapan ini agar pidatonya “masuk ke benak setiap orang sehingga mereka menyadari betapa gentingnya kondisi saat ini.”