Oleh Lidya Corry Tampubolon, Jakarta

Belum lama ini, media sosial sempat heboh oleh berbagai ungkapan ketidakpuasan masyarakat terhadap sistem peradilan negeri kita. Seseorang yang jelas-jelas bersalah hingga menghilangkan nyawa orang lain dengan sengaja malah mendapatkan vonis bebas. Keputusan kontroversial ini dengan segera membuat banyak orang berdiri pada sisi korban. Mereka berseru, “Masih adakah keadilan di ruang publik yang disebut pengadilan?”

Keadilan adalah kerinduan manusia. Kita ingin diperlakukan adil dan sejak kecil kita juga diajarkan untuk bersikap adil. Namun, melakukannya tidaklah mudah, bukan? Semisal, ketika orang tua kita mencoba mengasihi anak-anaknya, mungkin tetap saja kita menganggap kakak atau adik kita lebih dikasihi dan bagi kita, orang tua kita tampaknya tidak adil.

Jika keadilan dalam lingkup keluarga saja sulit untuk ditegakkan, bagaimana dalam lingkup yang lebih luas, yaitu dalam kehidupan sosial?

Melalui tulisan ini saya mengajak Anda untuk melihat bahwa meskipun tampak sulit, memperjuangkan keadilan sejatinya adalah tugas kita sebagai orang Kristen. Mengapa?

Setidaknya ada 3 alasan:

Pertama, keadilan adalah sifat Allah dan Allah menghendaki keadilan ditegakkan di dunia.

“Raja yang kuat, yang mencintai hukum, Engkaulah yang menegakkan kebenaran; hukum dan keadilan di antara keturunan Yakub, Engkaulah yang melakukannya.” (Mazmur 99:4)

“Tetapi biarlah keadilan bergulung-gulung seperti air dan kebenaran seperti sungai yang selalu mengalir.” (Amos 5:24)

Dalam beberapa kitab di dalam Alkitab, Allah melalui perantaraan para nabi secara tegas menyatakan ketidaksukaannya kepada ibadah umat yang tidak disertai perbuatan baik dan kebajikan kepada orang-orang miskin dan tertindas. Misalnya melalui Nabi Yesaya, Allah menyatakan bahwa Ia jijik dengan persembahan umat dan tidak menyukai perayaan dilakukan bangsa Israel. Allah kemudian berfirman:

“Basuhlah, bersihkanlah dirimu, jauhkanlah perbuatan-perbuatanmu yang jahat dari depan mata-Ku. Berhentilah berbuat jahat, belajarlah berbuat baik; usahakanlah keadilan, kendalikanlah orang kejam; belalah hak anak-anak yatim, perjuangkanlah perkara janda-janda!” (Yesaya 1:16-17)

Keadilan adalah sifat Allah, dan oleh karena itu Ia menghendaki agar kita umat-Nya hidup dalam keadilan dan senantiasa berbuat adil. Sebagai umat Allah, sudah sepatutnya kita ikut terlibat dalam memperjuangkan keadilan sosial dan melawan penindasan di dalam dunia yang sudah jatuh ke dalam dosa.

Kedua, orang Kristen adalah garam dan terang dunia.

“Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang.” (Matius 5:13)

Pada zaman dahulu, ketika bahan pengawet buatan belum ditemukan, garam adalah bahan alami untuk mengawetkan makanan agar tidak cepat busuk. Itulah fungsi garam: mencegah kebusukan. Garam juga digunakan untuk memberikan rasa yang enak; dan meskipun kehadirannya dalam sebuah masakan tidak terlihat, keberadaannya bisa dirasakan.

Sebagai orang Kristen, kita hadir di tengah dunia untuk mencegah kebusukan oleh karena dosa serta memberikan pengaruh yang baik bagi lingkungan di sekitar kita, termasuk dalam memperjuangkan keadilan sosial. Perlu diingat bahwa Matius 5:13-16 bukan menyatakan bahwa “kamu harus menjadi garam dan terang dunia”, melainkan “kamu adalah garam dan terang dunia”. Artinya, orang Kristen sudah merupakan garam dan terang dunia. Ini menegaskan tanggung jawab kita sebagai orang percaya untuk menggenapi tujuan kehadiran kita: mencegah pembusukan dan menerangi kegelapan. Dengan kata lain, jika kita kehilangan rasa dan sinar, maka kehadiran kita tidak lagi berguna.

Terakhir, Tuhan Yesus sendiri menjadi teladan yang sempurna untuk memperjuangkan keadilan.

“Dalam pengajaran-Nya Yesus berkata: ‘Hati-hatilah terhadap ahli-ahli Taurat yang suka berjalan-jalan memakai jubah panjang dan suka menerima penghormatan di pasar, yang suka duduk di tempat terdepan di rumah ibadat dan di tempat terhormat dalam perjamuan, yang menelan rumah janda-janda, sedang mereka mengelabui mata orang dengan doa yang panjang-panjang. Mereka ini pasti akan menerima hukuman yang lebih berat’” (Markus 12:38-40).

Selama pelayanannya di dunia, Yesus sendiri menjadi sosok yang kontroversial dengan tindakan dan pengajaran-Nya yang seolah-olah mengobrak-abrik tatanan kehidupan masyarakat yang pada saat itu diterima sebagai “tradisi yang harus dipatuhi”. Tuhan Yesus duduk bergaul dengan para pemungut cukai, perempuan sundal, dan orang-orang dianggap berdosa oleh masyarakat serta dikucilkan dari pergaulan. Dia melawan kemunafikan para ahli Taurat dan orang Farisi serta menentang ketidakadilan atau praktik kejahatan yang dilakukan para pemuka agama pada saat itu. Yesus melayani setiap orang tanpa memandang wajah serta latar belakang sosial ekonomi, serta memberikan berbagai jawaban/keputusan yang adil atas pertanyaan orang-orang (bahkan pertanyaan yang bersifat menjebak, seperti kisah perempuan yang kedapatan berbuat zinah dalam Yohanes 7:53-8:11). Tuhan Yesus adalah teladan yang sempurna mengenai memperjuangkan keadilan (sosial).

Bahkan Yesus menggenapi perjuangan-Nya melawan ketidakadilan dengan menjadi korban yang sejati dari ketidakadilan ketika Ia rela mati untuk menanggung dosa kita semua di atas kayu salib.

“Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah” (2 Korintus 5:21).

Ketidakadilan adalah produk kejatuhan manusia ke dalam dosa, ketika dosa menghancurkan dan merusak relasi manusia dengan Allah, dengan dirinya sendiri, dengan alam ciptaan, dan dengan sesama; membuat manusia dapat bersikap tidak adil bahkan menindas sesamanya manusia.

Karya keselamatan yang Kristus bawa melalui kematian dan kebangkitan-Nya telah menghancurkan dosa dan ketidakadilan sekali untuk selama-lamanya. Karya Agung ini telah memberikan kepada kita harapan bahwa meski dunia ini begitu tidak adil dengan berbagai penindasan dan kejahatan; akan tiba saatnya Tuhan Yesus datang kembali sebagai Raja, dan Ia akan memerintah dengan penuh keadilan di langit dan bumi yang baru (Wahyu 21:3-4).

Sama seperti Kristus yang berjuang melawan ketidakadilan, kita pun dipanggil untuk mengikuti teladan-Nya.

Ketidakadilan seperti apakah yang kamu jumpai hari ini? Mari berdoa dan lakukan sesuatu yang nyata, baik dengan berbuat baik, membela kaum yang terpinggirkan, maupun menerapkan iman dalam kehidupan sehari-hari. 

(Artikel ini diadaptasi dari artikel yang pernah ditayangkan di WarungSaTeKaMu)

Pelayanan Our Daily Bread Ministries di Indonesia didukung terutama oleh persembahan kasih dari para pembaca, baik individu maupun gereja di Indonesia sendiri, yang memampukan kami untuk terus membawa hikmat Alkitab yang mengubahkan hidup kepada banyak orang di dalam negeri.