Dhimas Anugrah
Sebagai manusia biasa, tidak jarang hidup kita dikuasai perasaan cemas dan khawatir. Pemicunya bisa beragam. Bahkan, ada sebagian orang lebih sering merasa khawatir dibandingkan orang lain. Menurut psikolog pendidikan Christine Grové, seseorang bisa lebih sering merasa khawatir dibandingkan orang lain karena faktor genetis atau kepribadian. Dengan mengambil sumbangan psikologi Yunani Klasik, kita bisa mengetahui bahwa manusia khawatir jika dua kebutuhan jiwanya tidak terpenuhi, yaitu kebutuhan fisiknya (epithumia) dan kebutuhan akan pengakuan atau penghormatan (thumos). Manusia membutuhkan itu semua, dan ini wajar.
Namun, akan menjadi tidak wajar jika kecemasan akan tidak terpenuhinya semua kebutuhan itu meluap menjadi rasa khawatir yang berlebihan, lalu terekspresikan dalam laku hidup yang menyimpang. Perasaan khawatir yang berlebihan akan berdampak buruk bagi diri manusia itu sendiri. Sebab, seiring berjalannya waktu, kekhawatiran berlebihan bisa bertambah parah dan mengganggu kualitas hidup orang yang mengalaminya, baik secara mental maupun fisik. Itu termasuk kesulitan dalam menjalani aktivitas sehari-hari, menurunnya performa kerja atau prestasi belajar di sekolah, juga kesulitan menjalani interaksi sosial dengan orang lain.
Orang Kristen pun tidak imun terhadap rasa khawatir. Ya, kekhawatiran yang termasuk emosi negatif itu bisa muncul karena adanya rasa takut gagal atau rencana tidak berjalan lancar. Namun, Allah mengetahui kecenderungan kita untuk merasa khawatir. Sebab itu, Dia mengundang kita mengelola perasaan agar tidak dikuasai oleh kekhawatiran. Dalam inspirasi Roh Kudus, Rasul Paulus mengatakan kepada jemaat di Filipi, “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur” (4:6). Perkataan ini bukan sekadar nasihat biasa, melainkan diilhamkan oleh Roh Allah sendiri. Maka, dalam iman kita meyakini bahwa nasihat “janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga” merupakan perkataan Allah sendiri bagi kita. Dia yang menciptakan manusia dan alam semesta berbicara kepada kita, “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga!” Ini adalah privilese, sekaligus penghiburan dan kekuatan bagi kita.
Penyebab Kekhawatiran
Orang-orang Yahudi memiliki istilah “lolidog” yang berarti jangan khawatir, sementara ajaran Buddhisme mengatakan, salah satu rahasia kehidupan sukses yang bahagia adalah “tidak khawatir akan masa lalu dan masa datang.” Kedua nasihat bijak ini merupakan hikmat universal yang dianugerahkan Sang Pencipta kepada umat manusia. Sebagai umat Kristen, kita pun didorong untuk memperhatikan apa yang Tuhan Yesus katakan kepada murid-murid-Nya, “Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai” (Matius 6:25).
Guru Agung kita, Yesus Kristus, menekankan agar para murid tidak khawatir akan kebutuhan hidup manusia—sandang, pangan, papan. Dia menegaskan, “Bukankah hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian?” (ay.25). Artinya, kalau Tuhan sudah memberikan hidup dan tubuh kepada kita, Dia pasti juga akan memberi makanan dan pakaian untuk melengkapi hidup kita. Ini seperti orangtua yang hendak menyekolahkan putra-putrinya, yang pasti juga menyediakan perlengkapan sekolah mereka.
Yesus menunjukkan bukti pemeliharaan Allah melalui ciptaan-Nya. “Pandanglah burung-burung di langit,” ujar Yesus, burung-burung itu “tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan oleh Bapa [kita] yang di sorga.” Kita, manusia, jauh melebihi burung-burung itu, kata Yesus (ay.26). Kebenaran ini merupakan undangan bagi kita untuk melihat ke dalam diri sendiri, dan menilik, adakah kekhawatiran mengikat batin kita?
Kepada kita yang khawatir tentang pakaian (sandang), Yesus mengajak kita memperhatikan bunga bakung di ladang. Bunga-bunga itu tumbuh tanpa bekerja dan tidak memintal, tetapi Allah menghiasi mereka begitu indah. Bahkan, Raja Salomo yang masyhur itu tidak pernah berpakaian seindah bunga-bunga tersebut (ay.28-29). Secara sederhana, ayat ini dapat kita pahami bahwa Yesus menunjukkan bukti valid: ciptaan yang tidak semulia manusia saja Allah pelihara, apa lagi manusia, ciptaan paling mulia, yang dicipta seturut citra-Nya. Allah pasti memperhatikan umat-Nya.
Tentu, ayat ini tidak boleh diartikan Yesus menyuruh para pengikut-Nya berhenti dari pekerjaan mereka. Dia tidak menyuruh mereka hanya duduk diam dan menunggu Tuhan menyediakan sandang-pangan secara supernatural. Yesus juga tidak mengajarkan bahwa mencari uang demi memenuhi kebutuhan keluarga mereka adalah keliru. Dia juga tidak melarang kita untuk menabung dan mengelola uang dengan bijak demi kebutuhan masa depan. Tuhan Yesus mengajak para pendengar-Nya mengendalikan apa yang sedang berlangsung dalam pikiran dan hati mereka. Kata berbahasa Yunani yang diterjemahkan “khawatir” di bagian ini adalah “merimnate,” yang bisa berarti “memikirkan sesuatu”, yang dalam konteks ini bisa dipahami sebagai “terobsesi” atau “menderita.” Maksud Yesus di sini bukanlah bahwa kita tidak boleh berpikir, tetapi kita didorong untuk tidak khawatir. Hidup dalam kekhawatiran yang terus-menerus tentang uang dan pakaian akan menjebak kita kepada aktivitas “melayani” uang daripada melayani Allah yang hidup, kata seorang penafsir Alkitab.
Doa Obat Kekhawatiran
“Janganlah hendaknya kamu kuatir” merupakan perintah, bukan pilihan. Banyak orang mungkin mengkhawatirkan masa lalunya yang kelam maupun kejelasan masa depannya. Kita memang tidak bisa mengubah masa lalu yang mungkin tidak ideal, tetapi hari ini kita memiliki kesempatan menjadi manusia yang lebih baik. Selain itu, kita punya masa depan yang cerah jika kita terus bersandar pada Tuhan (Yesaya 41:10; Yeremia 29:11). Kitab Suci mengajak kita menyerahkannya kepada Allah. “Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu,” tulis Rasul Petrus (1 Petrus 5:7). Secara teknis, menyerahkan segala hal kepada Allah bisa dilakukan melalui doa dan permohonan, ujar Rasul Paulus (lihat lagi Filipi 4:6). Doa dan permohonan memang serupa, tetapi isinya tak sama. Doa bermakna lebih luas dan mencakup semua komunikasi kita dengan Tuhan, sedangkan permohonan adalah ungkapan permintaan secara langsung kepada Dia untuk melakukan sesuatu.
Doa adalah salah satu cara kita berelasi dengan Allah. Momen doa kita isi dengan meresapi pertobatan kita, memohon ampun, memuji Dia, juga memohon kepada Tuhan untuk beragam kebutuhan dan kerinduan kita. Di dalam doa, bukan hanya keinginan kita yang tersampaikan kepada Allah, tetapi juga kehendak Allah tersampaikan kepada kita. Dia berkata, “Apabila kamu berseru dan datang untuk berdoa kepada-Ku, maka Aku akan mendengarkan kamu, apabila kamu mencari Aku, kamu akan menemukan Aku; apabila kamu menanyakan Aku dengan segenap hati, Aku akan memberi kamu menemukan Aku” (Yeremia 29:12-14). Inilah privilese atau hak istimewa kita: menyerahkan segala kekhawatiran kepada Sang Empunya langit dan bumi melalui doa dan permohonan.
Kekhawatiran adalah keniscayaan yang dihadapi semua orang, temasuk orang percaya. Namun, Tuhan Yesus mengundang kita untuk tidak khawatir akan apa pun juga. Allah pun menyediakan sarana untuk menyerahkan semua kekhawatiran kita itu melalui doa dan permohonan, dengan ucapan syukur yang dinaikkan kepada-Nya. Allah berjanji memenuhi segala kebutuhan kita (lihat Filipi 4:19), meski bukan selalu seperti yang kita inginkan, tetapi yakinlah itu pasti yang terbaik.
Doa Ketika Khawatir
Tuhan yang baik, aku khawatir tentang banyak hal. Kuserahkan segala kecemasan dan kekhawatiran ini kepada-Mu. Berikanku iman untuk bersandar kepada-Mu sepenuhnya, juga ketenangan untuk menerima kenyataan bahwa banyak hal berada di luar kendaliku, tetapi limpahiku kearifan untuk mengelola hal-hal yang ada dalam kendaliku. Dan biarlah nama-Mu makin dimasyhurkan melalui hidupku. Demi nama Putra-Mu terkasih, Yesus Kristus, hamba-Mu memohon. Amin.
Baca Juga:
Seri Terang Ilahi “Mari Berdoa”
Allah rindu Anda meluangkan waktu bersama-Nya dan mengungkapkan isi hati Anda kepada-Nya. Dalam nukilan dari bukunya Praying the Prayers of the Bible ini, penulis James Banks membagikan doa-doa para tokoh Alkitab untuk menunjukkan bagaimana kita dapat menggunakan firman Allah untuk berbicara kepada-Nya dalam setiap musim kehidupan kita. Setiap doa mendorong Anda untuk menghampiri Allah apa adanya dan terbuka kepada-Nya.
Pelayanan Our Daily Bread Ministries di Indonesia didukung terutama oleh persembahan kasih dari para pembaca, baik individu maupun gereja di Indonesia sendiri, yang memampukan kami untuk terus membawa hikmat Alkitab yang mengubahkan hidup kepada banyak orang di dalam negeri.