Biasanya, menjelang bulan Desember, suasana di pusat-pusat perbelanjaan, tempat keramaian, dan rumah-rumah mulai semarak oleh dekorasi Natal. Lagu-lagu Natal juga mulai berkumandang. Mal-mal menyelenggarakan diskon besar-besaran, dengan menyasar warga masyarakat yang hendak merayakan Natal atau pergantian tahun.
Gereja-gereja juga biasanya sangat sibuk dengan sederet acara meriah, mulai dari perayaan Natal untuk segala usia, kegiatan bakti sosial untuk berbagi kasih, dan acara penjangkauan untuk membagikan Injil. Natal dan akhir tahun selalu membawa suasana meriah yang berbeda dari biasanya.
Mungkin kita membayangkan suasana yang sama meriahnya pada hari Natal pertama di Betlehem. Bukankah para malaikat menyanyikan pujian pengagungan mereka kepada Allah karena kedatangan Sang Juruselamat kepada umat-Nya? (lihat Lukas 2)
Natal Pertama
Selama turun-temurun, para seniman sering menggambarkan momen kelahiran bayi Yesus dengan suasana syahdu dan indah di kandang domba. Yusuf dan Maria duduk mengelilingi palungan, dengan bayi Yesus tertidur nyenyak di tengah mereka. Para gembala bersama kambing domba berkumpul mengelilingi mereka.
Namun, sadarkah kita, bahwa kenyataannya mungkin tidak seindah yang digambarkan oleh para seniman tersebut? Sebelum akhirnya melahirkan di sebuah tempat yang mirip kandang domba, Yusuf dan Maria harus berkeliling mencari tempat menginap yang layak, dalam keadaan Maria sudah kesakitan karena hendak melahirkan.
Akan tetapi, pasangan muda itu tidak mendapatkan tempat untuk menginap (Lukas 2:7), sehingga suasana hati mereka saat itu pastilah kalut dan gelisah. Apa daya, yang mereka dapat kemudian hanyalah sebuah tempat dengan palungan yang biasa dipakai untuk memberi makan domba-domba. Di situlah Maria melahirkan sang Anak yang kemudian dibaringkan dalam palungan dengan alas kain lampin.
Suramnya suasana di tempat yang sederhana itu pastilah langsung sirna oleh kehadiran-Nya. Ayah dan bunda Kristus pun tersenyum, lupa pada lelahnya raga dan sulitnya keadaan yang membelenggu mereka.
Natal pertama itu berlangsung dalam kesederhanaan, bahkan kemiskinan.
Natal dan COVID-19
Gambaran tersebut mengingatkan saya pada suasana yang dihadapi oleh banyak keluarga menjelang Natal tahun ini. Mungkin tak pernah terpikir oleh mereka untuk merayakan Natal tanpa ibadah bersama di gereja, tanpa berkumpul dan makan-makan dengan keluarga besar, bahkan mungkin tanpa hadiah. Mungkin ada pula yang harus merayakannya tanpa kehadiran orang terkasih yang direnggut oleh COVID-19. Banyak juga yang mengurangi perayaan karena sudah tidak lagi punya pemasukan, atau kebingungan karena bisnis yang terpuruk.
Suasana gelisah, takut, dan khawatir seperti yang dirasakan oleh Yusuf dan Maria juga dirasakan oleh banyak keluarga saat ini. Seperti mereka, kita juga berjuang mencari “tempat” yang layak untuk keluarga kita, tetapi pandemi ini melemparkan kita ke “kandang domba” yang kumuh, reyot, dan sama sekali di luar harapan kita.
Suka tidak suka, begitulah keadaannya. Kita pun bertanya-tanya, masih adakah yang bisa kita rayakan dan syukuri sekalipun kita terdampar di “kandang domba”?
Jawabannya: ada! Ingatlah bagaimana Maria justru melahirkan Sang Juruselamat, pengharapan yang dijanjikan itu, di tempat kecil yang suram, bukan di penginapan yang layak atau istana yang megah. Pengharapan yang sama juga bisa lahir bagi kita di tengah segala penderitaan kita. Bukankah kedatangan Yesus Kristus adalah esensi Natal yang sesungguhnya? Dia telah melepaskan kemuliaan dan kemewahan surga demi lahir ke dunia, mengalami segala cobaan dan kesulitan hidup manusia, bahkan mati di kayu salib.
Dalam masa pandemi atau masa sehat, saat miskin atau kaya, saat susah atau senang, kita tetap dapat merayakan Natal, karena Natal berbicara tentang Yesus yang lahir untuk menebus umat manusia dari hukuman dosa.
Yesus Pengharapan Kita
Apa artinya? Ketika kita memandang kepada Yesus, dan merenungkan pengharapan yang dihadirkan-Nya, segala kesedihan, kekhawatiran, dan kecemasan menjadi sirna. Keterbatasan dan kesukaran yang kita hadapi tergantikan dengan ucapan syukur dan sukacita yang besar, karena janji hidup kekal dalam Kristus sungguh tidak ternilai, melebihi apa pun juga yang dunia tawarkan.
“Kandang domba” yang kumuh dan bau tidak lagi menghalangi kita untuk mensyukuri keajaiban Natal dan keselamatan yang Yesus karuniakan. Inilah yang kita rayakan: kasih karunia-Nya!
Jadi, meski tahun ini kita tidak bisa berkumpul dengan keluarga besar, tidak ada hadiah, tidak ada hidangan lezat, bisnis terpuruk, masalah bertumpuk, tetapi selama Yesus hadir, kita mempunyai janji masa depan yang lebih baik, dan itu cukup bagi kita.
Natal kali ini, ajaklah seluruh anggota keluarga Anda untuk merayakan kehadiran Tuhan Yesus bagi seluruh umat manusia, bagaimanapun keadaan Anda saat ini. Yesus cukup bagi kita!–Monica Dwi Chresnayani
“Semoga Allah, sumber pengharapan, memenuhi kamu dengan segala sukacita dan damai sejahtera dalam iman kamu, supaya oleh kekuatan Roh Kudus kamu berlimpah-limpah dalam pengharapan” (Roma 15:13).
Persembahan kasih seberapa pun dari para pembaca di Indonesia memampukan Our Daily Bread Ministries untuk menjangkau orang-orang dengan hikmat Alkitab yang mengubahkan hidup. Kami tidak didanai atau berada di bawah kelompok atau denominasi apa pun.
Walaupun tahun ini Natal #dirumahaja, Anda bisa tetap berbagi hadiah Natal untuk orang-orang yang Anda kasihi. Cukup pesan paket Natal dari Duta Harapan Dunia, biar mereka yang mengirimkannya untuk Anda, tentunya dengan kemasan cantik dan kartu khusus dari Anda. Mari tetap menjadi berkat bagi teman dan kerabat!