Sebelum kick-off apa pun dapat terjadi. Kedua tim yang berhadapan punya peluang yang sama untuk menang.
Namun bagaimana kalau Anda bertanding untuk tim Ghana pada Piala Dunia 2014? Clint Dempsey mencetak gol ke gawang mereka waktu pertandingan baru berjalan 29 detik! Atau tim Gibraltar yang gawangnya dibobol Christian Benteke (Belgia) hanya 8,1 detik setelah peluit pembuka pertandingan ditiup pada tahun 2016? Atau tim Korea Selatan di tahun 2002 yang kebobolan hanya 11 detik setelah kick-off karena gol Hakan Şükür (Turki)?
Semangat tim-tim itu pada saat kick-off berubah menjadi kekhawatiran karena terancam kalah dengan cara yang mengenaskan dalam hitungan detik!
Namun kebobolan oleh gol cepat bukanlah satu-satunya kesalahan yang dapat terjadi di atas lapangan. Pada tahun 1986, José Batista (Uruguay) diganjar dengan kartu merah tercepat dalam sejarah Piala Dunia. Ia menjegal Gordon Strachan (Skotlandia) dengan keras sehingga harus diusir keluar lapangan pada menit pertama! Lalu, Sead Kolašinac mencetak rekor gol bunuh diri tercepat di Piala Dunia 2014—hanya 3 menit setelah pertandingan dimulai!
“Sepakbola adalah permainan yang sederhana; 22 orang mengejar 1 bola selama 90 menit, dan di akhir pertandingan, pasti tim Jerman yang menang.” —Gary Lineker (setelah kalah dari Jerman lewat adu penalti pada semifinal Piala Dunia 1990)
Sekarang bayangkanlah Anda bertanding dalam pertandingan terbesar di hidup Anda. Lalu dalam beberapa menit saja semua hal di atas terjadi pada diri Anda dan tim Anda: Anda membuat gol bunuh diri, lalu tim lawan mencetak beberapa gol lagi, dan Anda mendapat kartu merah. Sungguh mimpi buruk yang jadi kenyataan!
Namun, bagaimana jika itu semua bukan hanya soal kalah dalam pertandingan sepakbola? Bagaimana jika itu adalah gambaran dari kehidupan kita di dunia?