Dhimas Anugrah

Tahun ini waktunya Anda lebih berbahagia. Ini doa saya. Bukan sekadar bahagia, tetapi mendapatkan kebahagiaan yang lahir karena iman Anda sebagai orang percaya. Selama ini kita memang sering menggunakan banyak istilah untuk menggambarkan kebahagiaan. Ada yang menyebutnya “sukacita,” “kegembiraan,” bahkan “kesenangan.” Silakan saja Anda pilih istilah yang cocok. Namun, dalam tulisan ini semua istilah tersebut tidak hanya berarti letupan perasaan yang muncul sebagai respons atas hal menyenangkan yang terjadi dari luar diri Anda.

Pula pada saat yang sama, makna bahagia di sini bukan pura-pura senyum padahal perasaan Anda sedang bersedih, atau merasa sok kuat meski sebenarnya Anda sedang lemah. Maksud saya dengan “kebahagiaan” di sini adalah seperti yang Kitab Suci ajarkan, yaitu “merasa cukup.” Istilah ini tidak bermaksud memaksa Anda “menerima” kenyataan karena tidak ada hal lain yang bisa dilakukan. Makna “bahagia” yang saya maksud adalah “merasa puas dengan apa yang Allah kerjakan dan berikan bagi Anda.” Kepuasan inilah yang kiranya akan membuat Anda tetap merasa bahagia dan tidak lekas mengeluh kepada Tuhan atas hal-hal yang Anda alami.

Kepuasan Diri

Di tahun yang baru, mungkin saja sebagian dari kita masuk pada fase kehidupan yang umumnya dianggap lebih baik, misalnya saja menerima promosi, kenaikan income, mendapatkan pasangan. Atau justru sebaliknya, sebagian akan menghadapi tantangan kesehatan, mental atau emosional. Bahkan ada yang harus kehilangan pekerjaan atau pendapatan yang stabil. Dalam momen-momen tersebut, bagaimana kita dapat meyakini kembali ucapan Tuhan Yesus dalam Matius 6:25, “Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai”? Bagaimana kita dapat menjadi seperti Rasul Paulus yang “telah belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan” (Filipi 4:11)? 

Singkatnya, di tengah beragam realitas yang mungkin terjadi, mungkinkah kita tetap bisa berbahagia?

Kalimat Paulus tadi menggambarkan kepuasan batin yang bisa dinikmati oleh orang Kristen sejati, yang memandang Kristus sebagai pusat hidup mereka. Jadi, judul tulisan ini: “Lebih Bahagia di Tahun Ini” merupakan hal yang bisa Anda dapatkan, bukan utopia. Anda bisa lebih bahagia hanya dengan merasa cukup (content) atas kebaikan Allah dalam kehidupan Anda. “Merasa cukup” itulah kebahagiaan sejati. Suatu perasaan sukacita yang lahir tanpa harus memiliki semua yang kita inginkan. Sebuah kegembiraan yang terus menyeruak ketika Anda merasa sedih.

Jeremiah Burroughs dengan tepat menguatkan kebenaran ini dalam bukunya The Rare Jewel of Christian Contentment (1648). Jika Anda belajar merasa cukup, maka Anda akan tetap berbahagia meski ada penderitaan, tulis Burroughs. Ia menerapkan nyanyian pemazmur, yaitu hanya dengan menyadari Allah sebagai Harta Sejati, seseorang akan merasa tenang dan bahagia, meski kenyataan hidup mungkin tak seperti yang diimpikannya. “Hanya pada Allah saja kiranya aku tenang, sebab dari pada-Nyalah harapanku” (Mazmur 62:6).

Anda dapat lebih berbahagia di tahun ini, dengan syarat sederhana—bersedia belajar merasa cukup dengan apa yang Anda miliki.

Ketika Guru Agung kita Yesus Kristus mengajarkan doa, “Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya” (Matius 6:11), Dia menunjukkan kepada para murid bahwa Allah memang sungguh-sungguh memperhatikan kebutuhan umat-Nya.

Kunci Kebahagiaan Ada di Sini, Sekarang!

Memohon berkat kepada Tuhan merupakan hal yang wajar. Namun, dalam doa yang Yesus ajarkan, kita diajarkan meminta kepada Bapa agar Dia memenuhi kebutuhan kita “yang secukupnya.” Istilah “yang secukupnya” dialihbahasakan dari bahasa Yunani epousion, yang oleh sebagian besar penafsir diartikan “sesuai keperluan”.

Dalam hal ini, umat diminta untuk percaya bahwa Allah mengetahui setiap kebutuhan kita dan menyediakan apa yang kita perlukan. Kita diundang untuk merasakan cukup atas pemeliharaan Tuhan. Ini pun seperti yang Paulus nasihatkan, “Sebab kita tidak membawa sesuatu apa ke dalam dunia dan kita pun tidak dapat membawa apa-apa ke luar. Asal ada makanan dan pakaian, cukuplah” (1 Timotius 6:7-8).

Kebenaran ini juga mengundang umat Tuhan untuk tidak meminta dengan serakah, sesuai nasihat penulis amsal, “Jauhkanlah dari padaku kecurangan dan kebohongan. Jangan berikan kepadaku kemiskinan atau kekayaan. Biarkanlah aku menikmati makanan yang menjadi bagianku. Supaya, kalau aku kenyang, aku tidak menyangkal-Mu dan berkata: Siapa TUHAN itu? Atau, kalau aku miskin, aku mencuri, dan mencemarkan nama Allahku” (30:8-9, penekanan ditambahkan).

Ketika Allah memberikan kita pada hari ini makanan yang secukupnya, maka kita diberi kesempatan untuk bersyukur atas apa pun berkat yang kita terima hari ini. Kita dilatih untuk tekun mengucap syukur dalam segala hal dan berbahagia dalam kehidupan “di sini dan sekarang juga” (hic et nunc), meski masih banyak keinginan serta harapan kita belum terealisasi.

Tahun ini, waktunya Anda lebih berbahagia dengan belajar merasa cukup.


Baca Juga:

Mencari Kebahagiaan

Bahagiakah Anda? Benarkah kebahagiaan bisa dicari? 6 renungan pilihan dari Santapan Rohani ini membahas kebahagiaan sejati dan cara mengalaminya.


Pelayanan Our Daily Bread Ministries di Indonesia didukung terutama oleh persembahan kasih dari para pembaca, baik individu maupun gereja di Indonesia sendiri, yang memampukan kami untuk terus membawa hikmat Alkitab yang mengubahkan hidup kepada banyak orang di dalam negeri.