Dhimas Anugrah

Jika kita mencari frasa “what is worship” (apa itu penyembahan) di Google, maka setidaknya muncul 1,650,000 hasil pencarian yang bisa ditelusuri. Kata “menyembah” itu sendiri dalam berbagai variasinya muncul 60 kali dalam Alkitab Perjanjian Baru. Tentu saja, penyembahan atau ibadah begitu penting dan sentral dalam iman Kristen. Namun, apa artinya menyembah Allah menurut Alkitab? Secara umum, penyembahan Kristen berarti mengasihi dan menghormati Allah Pencipta alam semesta, serta menunjukkan rasa hormat dan kasih itu melalui doa, nyanyian, ucapan syukur, dan tindakan sehari-hari yang memuliakan Dia. Sebagai orang percaya, kita semua adalah penyembah. Pertanyaannya, penyembah seperti apa kita?

Tuhan Yesus mengatakan, “Saatnya akan datang dan sudah tiba sekarang, bahwa penyembah-penyembah benar akan menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran” (Yohanes 4:23). Jika kita cermati istilah “penyembah-penyembah benar,” hal ini secara implisit menunjukkan adanya penyembah-penyembah yang palsu. Seseorang bisa saja melakukan sesuatu yang keliru, tetapi mengira apa yang ia lakukan itu merupakan suatu penyembahan atau bakti kepada Tuhan. Yesus sendiri pernah berujar, “Akan datang saatnya bahwa setiap orang yang membunuh kamu akan menyangka bahwa ia berbuat bakti bagi Allah” (Yohanes 16:2). Kita mendapat petunjuk bahwa Allah bukan hanya menghendaki manusia menyembah Dia, tetapi juga menghendaki kita menyembah-Nya dengan benar, “sebab Bapa menghendaki penyembah-penyembah demikian” (ay.23).

Pertanyaannya kemudian, bagaimana kita bisa menyembah Allah dengan benar? Apa yang Kitab Suci katakan tentang hal ini? Tampaknya syarat mendasar dan terpenting untuk menjadi seorang penyembah yang benar adalah dengan menyembah Allah melalui Yesus Kristus sebagai satu-satunya Pengantara antara Allah dan manusia (Yohanes 14:6; 1 Timotius 2:5). 

Roh dan Kebenaran: Bukan Masalah Tempat

Frasa “menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran,” mungkin saja digunakan sebagai dasar untuk menyelenggarakan bagian penyembahan dalam suatu kebak­tian, tetapi jika kita melihat konteks ayat ini, jelaslah apa yang dimaksudkan Yesus memiliki makna lebih dalam. Keterangan “dalam roh” yang digunakan dapat dikontraskan dengan “menyembah secara lahiriah.” Dalam perbincangan dengan wanita asal Samaria yang menjadi latar peristiwa ini (Yohanes 4:6-30), Yesus menyoroti penyembahan lahiriah yang memberikan penekanan pada tempat tertentu untuk menyembah Allah. Di ayat 20, si wanita menyatakan bahwa orang Yahudi beribadah di Yerusalem, sedangkan orang Samaria beribadah di Gunung Gerizim. Namun, Yesus menyatakan bahwa yang benar adalah “menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran,” yang berarti penyembahan kepada Tuhan tidaklah terbatas pada satu lokasi geografis atau di bawah ketentuan sementara dari aturan Perjanjian Lama. Dengan kedatangan Kristus, pemisahan antara orang Yahudi dan non-Yahudi tidak lagi relevan, begitu pula dengan sentralitas lokasi untuk beribadah. Berkat pengorbanan Kristus, semua umat pilihan Allah memperoleh akses yang sama kepada Allah melalui Dia (lihat Efesus 2:11-22; Ibrani 10:19-22). Penyembahan menjadi urusan hati yang telah disucikan oleh darah Kristus, bukan sekadar tindakan eksternal karena mengikuti ritual tertentu.

Penyembahan menjadi urusan hati yang telah disucikan oleh darah Kristus, bukan sekadar tindakan eksternal karena mengikuti ritual tertentu.

Sejatinya, penyembahan kita kepada Allah tidak dibatasi oleh tempat. Namun, ini bukan berarti kita tidak perlu tempat beribadah, seperti gedung gereja atau ruang persekutuan (Ibrani 10:25). Menyembah dalam roh juga tidak boleh ditafsirkan sebagai suatu larangan terhadap ibadah dengan liturgi tertentu, tetapi semua bakti, liturgi, atau tindakan ritualistis kita perlu diresapi dengan komitmen, iman yang tulus, dan cinta serta ketulusan. Dalam hal ini, menyembah dalam roh berarti penyembahan itu selayaknya berasal dari dalam batin, yaitu hati yang tulus dan dimotivasi oleh cinta kita kepada Tuhan dan rasa syukur atas semua yang telah dilakukan-Nya. 

Roh dan Kebenaran: Melibatkan Segenap Hati

Di Markus 12:30, Yesus menegaskan bagaimana umat harus mengasihi Tuhan mereka, “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu.” Penyembahan kita kepada Allah digerakkan oleh kasih kita kepada-Nya—karena kita mencintai Allah, maka kita menyembah Dia. Gagasan “segenap” itu menunjukkan totalitas, sehingga kita memahami bahwa “menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran” berarti melibatkan tindakan mengasihi Dia dengan hati, jiwa, pikiran, dan kekuatan kita.

Penyembahan benar yang dilakukan di ”dalam roh” merupakan praktik yang melibatkan seluruh hati. Di saat yang sama, penyembahan kita perlu dilakukan “dalam kebenaran” yang artinya melibatkan pemikiran atau pengertian yang benar, kepercayaan yang benar, dan cara yang benar. Hal tersebut mengingatkan kita akan perlunya belajar sabda Tuhan. 

“Menyembah dalam roh dan kebenaran” menunjukkan bahwa kedua hal itu diperlukan dalam penyembahan yang memuliakan Tuhan. Roh tanpa kebenaran bisa saja mengarah pada pengalaman dangkal dan terlalu emosional. Begitu emosi mereda, semangat menyembah ikut mereda, dan penyembahan berakhir. Sebaliknya, kebenaran tanpa semangat dapat menghasilkan bentuk penyembahan yang kering dan tanpa gairah yang bisa menjerumuskan orang kepada legalisme tanpa sukacita. Kombinasi terbaik dari kedua aspek penyembahan—roh dan kebenaran—akan menghasilkan pemujaan kepada Allah yang membawa sukacita. 

Semakin kita mengenal Tuhan, semakin kita menghormati Dia. Semakin kita menghormati Allah, semakin mendalam pula penyembahan kita.

Seorang rohaniwan bernama John Ortberg mengatakan, “Saya perlu menyembah karena tanpanya saya bisa lupa bahwa saya disertai Allah Mahabesar dan terus hidup dalam ketakutan. Tanpa menyembah Tuhan saya bisa melupakan panggilan-Nya dan mulai hidup dalam nafsu mementingkan diri sendiri. Tanpa menyembah Tuhan saya kehilangan rasa takjub dan syukur kepada Dia.” Semakin kita mengenal Tuhan, semakin kita menghormati Dia. Semakin kita menghormati Allah, semakin mendalam pula penyembahan kita. Semakin mendalam penyembahan kita, kiranya Tuhan semakin dimuliakan. Bagaimana dengan Anda? Apakah itu juga yang Anda yakini dan alami dalam penyembahan Anda kepada Allah?


Saksikan Juga:

Apa yang Dimaksud dengan “Ibadah”? (Roma 12:1)

Kita biasa mengaitkan ibadah dengan mengangkat tangan dan menyanyikan pujian kepada Allah. Namun, itu bukan satu-satunya bentuk ibadah. Cara kita menjaga tubuh dan menjalani hidup juga merupakan ibadah. Saksikan video ini untuk melihat apa artinya ibadah sebagai gaya hidup dan pengaruhnya bagi Anda sehari-hari.

Ditulis dan disajikan oleh Marquise Cox.


Pelayanan Our Daily Bread Ministries di Indonesia didukung terutama oleh persembahan kasih dari para pembaca, baik individu maupun gereja di Indonesia sendiri, yang memampukan kami untuk terus membawa hikmat Alkitab yang mengubahkan hidup kepada banyak orang di dalam negeri.