Oleh Bungaran Gultom

Ada orang yang bilang kalau kita akan merasa suara kita paling merdu adalah saat kita sedang menyanyi di kamar mandi. Namun, bagi saya agak berbeda. Saya justru merasa suara saya terdengar begitu nyaman ketika saya bernyanyi untuk seseorang yang sedang berbaring kritis di ranjang rumah sakit. Sementara anggota keluarga lain tengah mengurus administrasi, di samping ranjang saya menyanyikan beberapa pujian dengan lembut. Melodi yang terlantun pun sontak pecah menjadi tangis haru tatkala sang pasien berkata dengan nafas tersengal, “Terima kasih ya…” lalu raut ketenangan terpancar dari wajahnya. Bagi seorang yang tengah menderita, menaikkan pujian kepada Allah bukan sekadar melantunkan nada, tetapi menjadi momen yang begitu hangat. 

Nyanyi-nyanyian tidaklah asing dalam kekristenan. Sejak masa Perjanjian Lama, umat Israel memuji Allah dengan menyanyi dan memaikan alat musik. Kita juga mengenal Daud, sang raja sekaligus pujangga yang piawai memainkan kecapi. Pada permulaan Perjanjian Baru, nyanyian pun dihadirkan Allah untuk memperingati kelahiran Kristus ke dalam dunia. Maria seorang perempuan sederhana yang dipilih Allah untuk menjadi ibu Yesus, menggambarkan keindahan dan keagungan pujian Allah dalam Lukas 1:46-55. Mazmur yang dinyanyikannya merupakan gubahan Roh Kudus yang berkreasi dalam diri Maria. Madah indah ini mampu mengarahkan kita pada Pribadi Allah. 

Penuh Kasih

“Jiwaku memuliakan Tuhan, dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku…”

Ayat 46 mengungkapkan kegembiraan hati Maria yang meluap oleh sukacita karena berita mengejutkan yang disampaikan oleh Gabriel mengenai penggenapan nubuat Kitab Suci akan kelahiran Sang Juruselamat. Mungkin saja Maria belum sepenuhnya memahami apa yang disampaikan oleh malaikat. Seorang penafsir Alkitab mengatakan demikian:

Seorang malaikat menampakkan diri kepada Maria dan menjelaskan bahwa, meskipun ia masih perawan, ia akan melahirkan Mesias. Meskipun Maria menunjukkan iman yang besar, tidak diragukan lagi ia juga memiliki banyak pertanyaan dan ketidakpastian, karena ini adalah sesuatu yang sama sekali berbeda dengan apa pun yang pernah terjadi pada manusia lainnya.

Namun demikian, apa hal lebih baik yang bisa dilakukan oleh orang percaya yang sedang dilanda kebingungan dan kepastian, kecuali datang kepada Allah dan menyanyikan pujian kepada-Nya dan terus mempercayai jalan-jalan-Nya? Dan, itulah jalan yang dipilih oleh Maria. Pula, jalan yang dipilih oleh Paulus dan Petrus saat mereka dipenjara karena penginjilan yang mereka lakukan.

Sejujurnya, dalam hidup banyak hal yang sulit untuk kita pahami, tak terkecuali orang percaya. Namun, alih-alih kebingungan yang menggiring kita pada kecemasan, mengapa kita tidak mengikuti teladan Maria? Menghampiri Allah dalam pujian yang lahir dari hati yang terdalam, dengan keyakinan bahwa apa pun yang Dia kehendaki dalam kehidupan pasti diarahkan sepenuhnya untuk kebaikan orang-orang yang mengasihi Dia dan untuk kemuliaan-Nya (Roma 8:28). Ada alasan yang mendorong Maria melakukannya. Ia mengimani bahwa Allah yang ia sembah adalah Allah yang penuh kasih. Perhatikan lirik indah dalam Mazmur ini, Sebab Ia telah memperhatikan kerendahan hambaNya,… Rahmat-Nya turun temurun atas orang-orang yang takut akan Dia

Pada peristiwa Natal, suka dan duka berkelindan secara indah, dan setiap peristiwa saat direkatkan dalam Pribadi Kristus, maka hati yang meluap dengan sukacita akan membawa orang percaya untuk memuji Allah yang penuh kasih.

Allah yang merengkuh kerapuhan kita 

Natal adalah demonstrasi kuasa Allah kepada dunia. Perhatikan deskripsi Maria yang sangat tepat dengan mengatakan, “Ia memperlihatkan kuasa-Nya dengan perbuatan tangan-Nya dan mencerai-beraikan orang-orang yang congkak hatinya; Ia menurunkan orang-orang yang berkuasa dari tahtanya dan meninggikan orang-orang yang rendah.” Dalam sejarah, kesombongan manusialah yang telah menyingkirkan Allah dan mengesampingkan otoritas-Nya. Dan, tampaknya itulah yang ada dalam pikiran Herodes yang mengira dengan kekuasaan politik yang dimiliki, dia mampu menyingkirkan Kristus dari dunia. Dia lupa bahwa Kristus adalah Putra Allah yang di dalam Dia berdiam secara jasmaniah kepenuhan ke-Allahan (Kolose 2:9). Dia diutus Bapa untuk menyelesaikan pekerjaan-Nya (Yohanes 4:34). Tidak ada yang setara Kristus dalam kekuasaan yang dimiliki-Nya, pun tidak ada rival yang mampu menandingi kehebatan-Nya. 

Kehadiran-Nya sebagai bayi mungil tidak lantas membuatnya menjadi lemah dan tidak berdaya. Kekuasaan Bapa justru diperlihatkan dengan menyatunya yang Ilahi dalam tubuh jasmani. Realitas Allah yang kekal ada dalam tubuh yang terbatas. Inkarnasi Allah yang ajaib ini merupakan ekspresi kerendahan hati Pencipta alam semesta yang bersedia menjadi manusia yang rapuh. Sosok bayi dengan tepat menggambarkan kerapuhan itu. Allah Mahakuasa yang merapuhkan diri dalam Putra-Nya Yesus Kristus. 

Kerapuhan menjadi bagian yang inheren dalam kehidupan manusia dan mewujud dalam beragam bentuk. Kita dengan mudah mengenalinya melalui diri kita yang ringkih. Uniknya, kelahiran Kristus tidak bertujuan untuk meniadakan kerapuhan manusia. Sama seperti Kristus yang merangkul kerentanan alamiah manusia dalam sosok bayi mungil, ketakutan akut saat di taman Getsemani dan teriakan pilu di atas kayu salib, maka sejatinya kita pun diajak untuk merangkul kerapuhan kita. 

Pada peristiwa Natal kerapuhan manusia direngkuh oleh Allah yang menjelma menjadi manusia dalam diri Putra-Nya Yesus Kristus. Mazmur Maria sesungguhnya menjadi peneguhan bagi kita bahwa Allah memahami, dalam kerapuhannya, manusia membutuhkan Allah, seperti yang tergambar dalam puisi ini:

 

Di malam yang sunyi, bintang-bintang bersinar,

Dalam ketenangan malam, kelahiran mulia dimaklumatkan.

Bayi mungil dalam palungan, hadir dengan cinta,

Wujud kasih Ilahi, menyapa dunia dengan harapan

 

Dalam keheningan malam yang suci,

Malaikat melantunkan madah kasih-Nya.

Kristus, bayi surgawi, lahir di tengah kerapuhan,

Allah mengecup dunia dengan keselamatan.

 

Dalam kelemahan tubuh kecil yang rapuh,

Terpancar kemuliaan ilahi yang tak terduga.

Bayi Kristus, tanda cinta tak terhingga,

Merengkuh dunia dan surga dihatinya

 

Oh, malam yang penuh misteri dan keajaiban,

Cinta Allah menyatu dengan kelemahan manusia.

Dalam gubuk sederhana, kisah kehidupan dimulai,

Bayi mungil membawa harapan dan damai.

 

Di dalamnya terkandung janji keselamatan,

Dunia diliputi oleh cahaya kebenaran.

Bayi Kristus, sumber kehidupan yang abadi,

Menyapa dunia dengan tawa dan tangisan manusia.

 

Bersyukur atas hadirat-Nya yang suci,

Bayi Kristus, tanda kasih yang tiada tara.

Dalam kerapuhan, kita temui kekuatan sejati,

Cinta Allah, melalui bayi mungil, menyelamatkan kita.


Konten Natal Lainnya:

O’ Holy Night: Kidung Natal

Maukah Anda menyambut Natal kali ini dengan sesuatu yang istimewa? Bacalah renungan khusus Natal dari Santapan Rohani selama 5 hari berturut-turut, berjudul O’ Holy Night: Kidung Natal. Kiranya bacaan ini dapat membantu mempersiapkan hati Anda untuk mengalami makna sejati Natal yang jauh lebih besar daripada sekadar sebuah peristiwa indah di malam yang kudus.


Pelayanan Our Daily Bread Ministries di Indonesia didukung terutama oleh persembahan kasih dari para pembaca, baik individu maupun gereja di Indonesia sendiri, yang memampukan kami untuk terus membawa hikmat Alkitab yang mengubahkan hidup kepada banyak orang di dalam negeri.