Dwiyanto Fadjaray
Semasa kuliah saya pernah mengikuti seleksi untuk menjadi pemimpin kelompok kecil di persekutuan kampus. Di sesi wawancara, untuk mengetahui apakah saya memenuhi syarat melayani dalam peran tersebut, saya ditanya tentang pengalaman lahir baru, pertobatan, pelayanan, dsb. Namun, pada poin disiplin rohani, saya gagal memenuhi syarat. Masalahnya ada di saat teduh. Saat teduh adalah waktu pribadi yang diluangkan seorang Kristen untuk bersekutu dengan Tuhan lewat doa dan pembacaan Alkitab, dan biasanya ini dilakukan setiap hari sebagai disiplin rohani yang baik. Nah, ada satu hari dalam satu minggu terakhir saat teduh saya “bolong”. Ibarat pepatah “karena nila setitik rusak susu sebelanga”, saya pun gagal memimpin kelompok kecil pada periode itu karena melalaikan saat teduh satu hari saja.
Pengalaman yang penuh hikmah itu mengingatkan saya akan pentingnya disiplin rohani membaca Alkitab bagi kerohanian seorang Kristen. Orang Kristen mempercayai otoritas Alkitab atas hidupnya dan menjadikan firman Tuhan sebagai pedoman tertinggi yang menjadi dasar seluruh pemikiran, perilaku, serta rencana-rencananya. Kita yang rindu mengasihi Allah dengan segenap jiwa dan kekuatan diperintahkan-Nya untuk memperhatikan “setiap firman yang keluar dari mulut Allah” (Matius 4:4; Ulangan 6:5-9). Donald S. Whitney, seorang pengajar dalam bidang kerohanian, menyebut Alkitab sebagai faktor terpenting bagi kerohanian yang sejati. Ia menulis:
Tentulah kita semua ingin mengetahui jalan dan kehendak Allah, dan cara yang terbaik adalah dengan mencarinya di dalam Kitab Suci. Kita harus yakin bahwa Alkitab itu cukup bagi orang percaya untuk mengenal dan mengalami Allah, serta untuk bertumbuh semakin menyerupai Kristus yang menjadi tujuan hidup kita. Alkitab sendiri menyaksikan, “segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran” (2 Timotius 3:16). Pengajaran firman Allah yang merasuk hingga ke dalam jiwa dan roh kita (Ibrani 4:12) sanggup menyingkapkan kepada kita apa yang masih berlawanan dengan kehendak Allah, supaya dalam ketaatan kita rela mengubah perilaku kita serta dididik di jalan yang benar. Akhirnya, kita dapat mengatakan bahwa kebenaran firman itu menjadi “pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku” (Mazmur 119:105).
Orang percaya menikmati Kitab Suci seperti menikmati makanan yang memberikan kekuatan bagi tubuhnya. Kita mencerna dan menghayatinya dengan sungguh-sungguh sehingga Allah berkarya membawa pemulihan dan kekuatan, kekudusan dan keutuhan, hikmat dan pengharapan bagi hidup kita. Lebih dari itu, dengan kekuatan rohani yang kita terima, kita dimampukan melakukan tindakan kasih dengan melayani sesama, memberitakan kabar baik, dan hidup dalam penyembahan yang memuliakan Allah. Meski demikian, pertumbuhan dan kematangan rohani bukanlah hasil ketekunan kita sendiri, melainkan karya Roh Kudus yang “mengajarkan segala sesuatu kepada [kita] dan akan mengingatkan [kita] akan semua” yang telah difirmankan Kristus kepada kita (Yohanes 14:26).
Pertemuan Ilahi dengan Sang Firman
Orang percaya menjunjung Kitab Suci dengan membaca dan menaati apa yang dikatakan Allah di dalamnya. Kita juga mengutamakan Alkitab dengan tekun menggali, menafsirkan, dan menerapkan kebenaran-kebenaran yang kita temukan. Dengan pertolongan Roh Allah, kita mengizinkan firman Allah mengubah pikiran serta hati kita, untuk menumbuhkan dan mendewasakan iman kita. Sikap tunduk kepada kebenaran yang disingkapkan Allah dalam firman-Nya perlu menjadi karakteristik seorang Kristen. Dengan demikian, kita menyadari bahwa Alkitab benar-benar diberikan untuk menjadikan kita semakin serupa dengan kehendak Allah atas diri kita.
Dalam kisah klasik Perjalanan Sang Musafir (Pilgrim’s Progress) karya John Bunyan, sang tokoh bernama Kristen menjalani hidup yang tidak mudah dan terkadang berbahaya, dengan segala tantangan dari dalam diri dan godaan dari luar diri. Meski demikian, beragam pengalaman itu dijalaninya dengan pertolongan Allah hingga ia berhasil mencapai tujuannya—kota Allah yang kekal. Demikian pula, di sepanjang hidup ini kita membutuhkan kasih karunia Allah untuk menopang kita. Sarana utama yang dianugerahkan Allah adalah Kitab Suci, yang berisi janji-janji penyertaan dan pemeliharaan-Nya. Melalui waktu teduh dan pembacaan Alkitab yang tekun, kita memperoleh kekuatan untuk terus melangkah maju. Entah kita menikmatinya di pagi buta, atau larut malam; dengan diiringi lantunan musik, atau dalam keheningan; mencari renungan yang menyentuh hati, atau rindu menggali kedalaman firman, masing-masing dari kita dapat memilih dan mengkombinasi apa yang baik dan bermanfaat bagi iman kita.
Namun, lebih dari sekadar aktivitas yang “diwajibkan” atau “disyaratkan”, kiranya waktu bersama Allah dan firman-Nya menjadi pertemuan ilahi antara kita dan Kristus, Sang Firman itu sendiri. Dengan menempatkan firman Allah sebagai yang utama dan sentral, layaknya sang musafir dalam kisah Bunyan, kita akan dimampukan untuk taat melangkah hingga akhir. Selamat menikmati firman Allah!
Baca Juga:
Merenungkan Firman
Membaca, mempelajari, dan merenungkan firman Allah sungguh mengubahkan hidup Anda. Dengan bantuan Seri Terang Ilahi ini, nikmatilah hubungan yang makin akrab dengan Allah lewat perenungan firman-Nya dari hari ke hari.
Persembahan kasih seberapa pun dari para pembaca di Indonesia memampukan Our Daily Bread Ministries untuk menjangkau orang-orang dengan hikmat Alkitab yang mengubahkan hidup. Kami tidak didanai atau berada di bawah kelompok atau denominasi apa pun.