Pdt. Bungaran Gultom

Ketika menjalani praktik pelayanan satu tahun di pedalaman Kalimantan Timur, nyaris semua warga, baik jemaat maupun bukan, memanggil saya dengan sebutan “Pak gembala”. Saya yakin hanya sedikit dari mereka yang tahu nama saya yang sebenarnya. Bisa jadi sebutan itu mereka sematkan karena mengenali saya sebagai hamba Tuhan dari sebuah gereja di wilayah pesisir anak sungai Mahakam tersebut. Mungkin juga mereka mengingat saya karena sayalah satu-satunya orang yang memakai dasi setiap minggu saat ibadah. Cara orang mengenali dan memanggil saya ternyata sangat berkaitan dengan profesi dan, dalam hal ini, pakaian yang saya kenakan. 

Kunci dari panggilan Allah bagi hidup baru itu terletak pada status dan kedudukan orang percaya di dalam Kristus, yang telah mati dan bangkit bagi mereka.

Dalam Perjanjian Baru, identitas orang percaya memang dikaitkan dengan apa yang dikenakannya, tetapi bukan pakaian secara fisik, melainkan pakaian rohani. Rasul Paulus menyebut “manusia baru” sebagai sesuatu yang harus dikenakan orang percaya (Efesus 4:24; Kolose 3:10). Pakaian ini hanya dikenakan oleh mereka yang telah “mengenal Kristus. . . . mendengar tentang Dia dan menerima pengajaran di dalam Dia menurut kebenaran yang nyata dalam Yesus” (Efesus 4:20-21). Mereka menyadari keberadaan mereka sebagai “orang-orang pilihan Allah yang dikuduskan dan dikasihi-Nya” (Kolose 3:12). Kunci dari panggilan Allah bagi hidup baru itu terletak pada status dan kedudukan orang percaya di dalam Kristus, yang telah mati dan bangkit bagi mereka. Kristus “adalah hidup kita” (Kolose 3:4), atau “sumber hidup [kita] yang sejati” (BIS). Para teolog menyebut kedudukan tersebut sebagai “union with Christ” atau “kesatuan/kemanunggalan dengan Kristus”

Namun, para teolog sekalipun tidak mudah memahami gagasan tersebut, karena kesatuan itu adalah sebuah misteri. Tokoh reformasi gereja, John Calvin, pernah menulis,  “Bagi saya sendiri, saya diliputi oleh kedalaman misteri ini, dan . . . saya tidak malu untuk mengakui ketidaktahuan saya sekaligus kekaguman saya. Bersatu dengan Kristus merupakan hal yang supernatural dan di luar jangkauan pemahaman kita sendiri. Oleh karena itu, marilah kita bekerja lebih keras untuk merasakan Kristus hidup di dalam kita.”

Meski demikian, misteri kesatuan orang percaya dengan Kristus adalah inti dari Injil! Dalam kesatuan itulah kita diberi kesempatan untuk menghidupi apa yang dihidupi Kristus. Iman dalam Kristus yang dianugerahkan Allah kepada kita telah membuka semua kunci kehidupan yang memungkinkan kita menjadi serupa dengan-Nya. Seperti Paulus, kita dapat berkata, “Aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku” (Galatia 2:20). 

Berada di dalam Kristus berarti kita menemukan identitas kita yang sesungguhnya—keberadaan yang dianugerahkan Allah untuk kita selamanya.

Beginilah seharusnya orang percaya menilai dirinya: di dalam persekutuan dengan Kristus, kita dikasihi (Efesus 6:23), dibenarkan (Titus 3:7), dibarui ( 2 Korintus 5:17), dipercayakan sesuatu yang bernilai kekal (2 Timotius 1:12), bahkan dimuliakan (Kolose 3:4). Ringkasnya, berada di dalam Kristus berarti kita menemukan identitas kita yang sesungguhnya—keberadaan yang dianugerahkan Allah untuk kita selamanya. Kita hidup di dalam diri-Nya, bergerak bersama-Nya dalam dunia ini, dan menikmati seluruh janji-Nya. Seluruhnya! 

Agustinus adalah seorang teolog dan penulis sejumlah mahakarya teologi yang sangat dihormati dari abad ke-4 Masehi, tetapi masa lalunya penuh dengan amoralitas. Ia mengaku pernah mencari kesenangan jasmani lewat gaya hidup duniawi sekaligus mempercayai pemahaman filsafat yang mendukung gaya hidup tersebut. Pertobatannya terjadi ketika ia merasakan desakan yang kuat dalam hatinya untuk membuka Alkitab. Ia pun membuka Roma 13:14, yang menyatakan, “Tetapi kenakanlah Tuhan Yesus Kristus sebagai perlengkapan senjata terang dan janganlah merawat tubuhmu untuk memuaskan keinginannya.” Kalimat itu menyadarkan dirinya bahwa satu-satunya hal yang mampu menjawab tuntas semua upaya pencarian jati dirinya adalah perjumpaan dengan Yesus Kristus. Tentu tidak mudah bagi Agustinus untuk menanggalkan manusia lamanya dan mengenakan manusia baru yang ditawarkan Kristus kepadanya. Namun, seperti dibuktikan oleh sejarah, di tangan Kristus, Agustinus menjadi seorang yang dipakai Allah dengan luar biasa hingga akhir hidupnya. 

Betapa melegakan setiap kali mengingat bahwa dalam kesatuan dengan Kristus, “pakaian” kita tidak akan pernah usang, melainkan “diperbarui terus-menerus oleh Pencipta [kita], yaitu Allah, menurut rupa-Nya sendiri” (Kolose 3:10 BIS). Ketika kita mengizinkan Roh-Nya memperbarui kita di sepanjang hidup kita, Dia akan mewujudnyatakan rupa Kristus di dalam kita (Galatia 4:19). Renungkanlah: saat orang lain melihat perilaku dan karakter kita sehari-hari, adakah perilaku dan karakter Kristus yang mereka lihat?


Baca Juga:

Perubahan Sejati

Mungkin tidak ada orang yang lebih tepat untuk menolong kita mengalami sukacita dan keberanian dalam perjalanan hidup kita sendiri selain sang rasul yang awalnya membenci para pengikut Yesus tetapi yang kemudian menjadi teladan perubahan hidup yang sejati dan abadi.


Persembahan kasih seberapa pun dari para pembaca di Indonesia memampukan Our Daily Bread Ministries untuk menjangkau orang-orang dengan hikmat Alkitab yang mengubahkan hidup. Kami tidak didanai atau berada di bawah kelompok atau denominasi apa pun.