Kasih dalam Tindakan Nyata
Seorang gadis bertanya kepada seorang pemuda, “Apakah kamu mencintaiku?” Pemuda yang sedang kepincut itu menjawab, “Tentu, sayangku. Aku mencintaimu.” Si gadis lalu bertanya, “Maukah kamu mati untukku?” Pemuda itu menjawab, “Maafkan aku . . . aku tak rela mati demi cinta.” Kisah tadi menggambarkan 2 hal penting: cinta yang hanya diucapkan di bibir bukanlah cinta sejati, dan besarnya cinta seseorang dapat diukur dari kerelaannya untuk berkorban. Syukurlah, lebih dari sekadar katakata, kasih Allah telah menggerakkan-Nya untuk bertindak—“Ia telah mengaruniakan.”
Yohanes 3:17 menolong kita untuk lebih memahami makna penting dari frasa itu, yaitu dengan menggunakan kata mengutus. “Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia.” Allah tidak hanya mengaruniakan kepada kita milik-Nya yang terbaik—Anak yang dikasihi-Nya—tetapi Dia juga mengutus Anak-Nya itu ke dunia dengan satu misi. Yesus Kristus datang untuk mati agar kita boleh hidup. Alangkah dalamnya kasih Bapa kepada kita, hingga Dia rela mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal untuk mati menggantikan kita!
Lalu bagaimana seharusnya kita menanggapi kasih seperti itu? Sebagai orang yang telah ditebus, marilah kita dengan penuh syukur bertekad untuk hidup “layak di hadapan-Nya serta berkenan kepada-Nya dalam segala hal, dan . . . memberi buah dalam segala pekerjaan yang baik dan bertumbuh dalam pengetahuan yang benar tentang Allah“ (Kol. 1:10).