Pdt. Bungaran Gultom
Apa persamaan antara mereka yang tidak memiliki uang dengan mereka yang memiliki banyak uang? Hidup mereka sama-sama membosankan.
Kalimat tersebut diungkapkan oleh salah seorang tokoh dalam serial Squid Game yang sedang diminati saat ini. Dari balik jendela kamarnya yang terbuka, ia bisa melihat manusia yang lalu lalang di jalanan bersalju. Realitas hidup tokoh tersebut terasa getir. Ia adalah seorang yang memiliki kekayaan begitu besar, tetapi ia tidak menemukan kebahagiaan. Akibatnya, ia pun menciptakan kesenangan yang absurd. Inilah yang mendasari cerita di balik keseruan serial drama Korea ini. Dalam beberapa minggu pasca rilis di salah satu aplikasi streaming film, serial ini menyita perhatian jutaan penonton.
Awal kisahnya menceritakan sekelompok orang yang ditawarkan untuk mengikuti suatu permainan dengan hadiah yang sangat besar. Mereka yang diajak dalam permainan ini adalah orang yang memiliki utang yang tampaknya tidak mungkin terbayarkan oleh mereka semua di dunia nyata, sehingga harapan satu-satunya adalah ikut dalam permainan ini dan membawa pulang hadiah milyaran Won. Nominal sebesar itu pastinya bukan hanya mampu membayar semua utang mereka, tetapi lebih daripada itu, dapat membeli semua impian mereka.
Harapan untuk mendapatkan hadiah yang begitu besar membuat mereka tidak peduli bahwa permainan ini sesungguhnya mengungkap sisi jahat manusia, seperti yang dikatakan oleh Plautus bahwa manusia adalah serigala bagi manusia lainnya (homo homini lupus)
Permainan dibagi dalam beberapa ronde. Ada yang harus dilakukan sendirian, ada pula yang harus berkelompok. Setiap ronde ada batas waktu dan ganjarannya. Peserta yang tidak lolos mengalami nasib tragis—mereka harus kehilangan nyawa. Ketika pemain memasuki babak-babak terakhir dari permainan ini, tidak ada lagi kawan, semua pemain yang tersisa adalah lawan. Hanya mereka yang bertahan sampai babak terakhir yang dinyatakan sebagai pemenang dan berhak menerima uang. Permainan yang seharusnya memberikan jalan keluar dari masalah justru malah melahirkan duka, luka, dan trauma bagi sang bertahan.
Di manakah kita berada?
Gambaran mengenai tokoh penggagas permainan Squid Game untuk menemukan kesenangan dalam hidupnya yang membosankan itu adalah gambaran tentang kemanusiaan kita yang sudah rusak oleh dosa. Apa yang ditampilkan dalam serial ini adalah sebuah kisah yang secara jujur ingin menyampaikan betapa rusaknya cara pandang kita terhadap kesenangan, terhadap sesama manusia, dan yang terlebih penting, terhadap hidup itu sendiri. Pada masa kini, kebanyakan orang bermimpi memiliki hidup yang dipenuhi dengan kesenangan yang hanya bisa digapai ketika memiliki harta yang berlimpah. Nilai kehidupan pun didasarkan pada seberapa banyak harta yang dimiliki, sehingga mereka yang tidak memiliki harta dianggap tidak memiliki nilai dan layak untuk disingkirkan. Sebuah realitas hidup yang kita jumpai pada masa kini.
Persoalan yang diangkat dalam serial ini pada dasarnya merupakan persoalan yang terlebih dahulu Allah hiraukan. Dalam lembaran-lembaran Kitab Suci, kita menemukan betapa Allah sangat mempedulikan manusia yang diciptakan dalam rupa-Nya sendiri (lihat Kejadian 9:6). Namun, manusia kehilangan makna sejati dari kehidupan yang dirancang Allah dengan penuh keindahan, kebaikan, dan kelimpahan. Cara pandang manusia telah dibutakan oleh dosa, sehingga ia gagal melihat nilai, tujuan, dan kebaikan yang dinyatakan Tuhan ketika Dia menciptakan mereka. Makna kehidupan manusia terletak pada hubungannya dengan Sang Pencipta, bukan pada ciptaan lainnya.
Allah ingin mengembalikan citra manusia kepada rancangan-Nya yang semula. Itulah yang dinyatakan-Nya melalui Kristus, Putra-Nya yang telah mati di atas kayu salib untuk memulihkan kemanusiaan kita. Manusia sebagai ciptaan Allah membutuhkan kasih karunia Allah untuk menebus mereka dari hukuman dosa dan maut (Roma 8:2). Penebusan yang dikerjakan oleh Yesus Kristus itu memampukan manusia untuk melepaskan diri dari kuasa dosa (Roma 6:6) dan diperbarui dalam akal budinya.
Serial Squid Game menyadarkan kita bahwa dunia yang kita tinggali telah menjadi ajang pertarungan, konflik, bahkan pembantaian atas nama keserakahan dan kesenangan yang menjijikkan. Diperlukan kesediaan diri untuk tunduk menerima otoritas Kristus, agar Dia mengubahkan sekaligus menguduskan kehidupan dan cara pandang kita. Dengan demikian, cara kita memaknai hidup dan kemanusiaan kita pun diselaraskan kembali dengan kebenaran hakiki yang Allah kehendaki.
Beli: Allah Sang Pemburu karya Robert M. Solomon
Bagaimana Allah memandang manusia ciptaan-Nya terlihat sangat jelas dalam kitab Yunus. Dia tidak pernah berhenti memburu umat-Nya untuk menyelamatkan mereka. Terimalah wawasan tentang hati dan misi Allah bagi dunia serta umat manusia lewat buku istimewa ini.
DAPATKAN DI:
Pelayanan Our Daily Bread Ministries di Indonesia didukung terutama oleh persembahan kasih dari para pembaca, baik individu maupun gereja di Indonesia sendiri, yang memampukan kami untuk terus membawa hikmat Alkitab yang mengubahkan hidup kepada banyak orang di dalam negeri.