Dhimas Anugrah
Allah Tritunggal. Kita sering mendengar istilah tersebut dalam perjalanan iman kita. Lazim kita dengar pula, Allah yang Esa tetapi yang menyatakan diri dalam tiga Pribadi itu merupakan salah satu doktrin Kristen yang paling sukar dipahami dalam iman Kristen. Pengertian seperti ini memang tampak sulit diterima oleh akal, tetapi doktrin Allah Tritunggal adalah kebenaran yang dinyatakan dalam Kitab Suci dan tidak dapat dihindari oleh umat. Doktrin ini merupakan kebenaran yang melampaui rasio manusia, atau bersifat suprarasional, bukan irasional.
Meski istilah “Tritunggal” sendiri tidak pernah muncul dalam seluruh Alkitab, tetapi secara keseluruhan isi Kitab Suci menunjukkan kepada kita sebuah konsep yang jelas mengenai Allah yang memiliki tiga Pribadi (lihat Kejadian 1:26; Matius 3:16:17-18; 28:19; Yohanes 14:16-17, 28; Roma 8:11; 2 Korintus 13:13; 1 Timotius 1:1-2; 1 Petrus 1:1-2; 1 Yohanes 5:7-8). Doktrin ini tidak berasal dari mitologi Yunani-Romawi, seperti yang dituduhkan pihak tertentu. Mereka yang menuduh demikian pada umumnya menggugat konsep dwinatur Yesus Kristus—Allah seutuhnya dan manusia seutuhnya—dengan menyatakan konsep ini dinilai mirip dengan mitologi kuno. Namun, jika ditelaah lebih detail, perbedaan antara ajaran Kristen dan mitologi kuno cukup banyak, salah satunya adalah monoteisme versus politeisme. Seperti yang dikatakan C.S. Lewis, kemiripan yang ada juga tidak selalu membuktikan keterkaitan antara ajaran Kristen dan mitologi kuno.
Beberapa Tantangan dan Jawabannya
Sepanjang sejarah gereja telah muncul berbagai ajaran menyimpang yang berkaitan dengan doktrin Allah Tritunggal, dan secara umum terdapat dua pandangan yang menggugat doktrin ini. Yang satu menganggap Allah Tritunggal sebagai tiga Allah; yang lain menganggap Allah hanya satu, tetapi bisa hadir dalam tiga keadaan yang berbeda. Bahkan, beberapa pihak menganggap orang-orang Kristen mempercayai tiga Tuhan, yang terdiri dari Allah, Yesus, dan Maria (tentu pandangan ini keliru, sebab Kitab Suci dengan gamblang menekankan keesaan Allah, dan tidak pernah menempatkan Bunda Maria sebagai Tuhan). Alkitab memperkenalkan Allah sebagai Allah yang Esa, seperti tertulis dalam Ulangan 6:4, “TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa.” Pengertian ini menunjukkan bahwa iman Kristen tidak mengimani politeisme, atau kepercayaan yang mengakui dan menyembah banyak dewa. Terlebih, kekristenan juga bertumbuh dalam konteks religius Yahudi yang monoteistik. Namun, doktrin Tritunggal bukan penolakan atau revisi terhadap monoteisme, melainkan penjelasan yang lebih lengkap, bahwa Allah yang Esa itu menyatakan diri sebagai Bapa, Putra, dan Roh Kudus.
Dalam upaya menjelaskan Allah Tritunggal, untuk menerangkan bagaimana sesuatu yang satu itu tiga dan sebaliknya, biasanya dikembangkan analogi-analogi yang menggunakan unsur atau materi duniawi di sekitar kita. Konon, Santo Patrick di Irlandia pada masa silam menggunakan daun semanggi (shamrock) berhelai tiga untuk melukiskan Tritunggal. Sejumlah analogi lain yang populer menggunakan unsur-unsur telur, air, bahkan manusia. Namun, analogi-analogi itu pun memiliki keterbatasan untuk memahami seutuhnya hakikat Allah Tritunggal. Hingga kini, tiada analogi yang dapat dipakai secara memadai untuk menjelaskan konsep Tritunggal, karena memang doktrin Tritunggal itu unik dan terkait dengan hakikat Allah Pencipta Alam Semesta, tidak mungkin ada analogi yang dapat menjelaskan seluruh wahyu Alkitab tentang Allah Tritunggal.
Meski demikian, tak dapat dipungkiri bahwa banyak hal dalam ciptaan tampak mencerminkan Allah Tritunggal. Sebagai contoh, kejamakan dan ketunggalan manusia selaras dengan Tritunggal (Kejadian 1:26-27; bdk. 2:24). Itu juga tercermin dari keragaman dan kesatuan jemaat, di mana kebinekaan karunia rohani bagi tubuh Kristus menunjukkan bahwa berbagai pelayanan berasal dari satu Tuhan (1 Korintus 12:7-11), dan beragam karunia rohani berasal dari Roh Kudus, termasuk berbagai pekerjaan ajaib berasal dari Bapa (1 Korintus 11:4-6). Sebagaimana karunia rohani tidak bisa dipisahkan dari pelayanan dan karya Allah yang ajaib, demikian pula antar-Pribadi dalam Tritunggal tidak terpisahkan.
Tantangan lainnya, seperti yang sempat disebutkan di atas, adalah pandangan yang keliru tentang Allah Tritunggal, yaitu “Tritunggal yang dipahami sebagai keesaan pribadi.” Ada yang beranggapan bahwa Bapa adalah Putra dan Putra adalah Roh Kudus. Yang membedakan hanyalah waktu dan tugas. Dalam Perjanjian Lama yang bekerja adalah Bapa, sedangkan dalam Perjanjian Baru yang bekerja adalah Putra dan Roh Kudus. Lantas, Bapa menjadi Yesus untuk karya keselamatan, dan Yesus adalah Roh Kudus yang turun dari sorga. Pandangan ini keliru. Sejak abad pertama pandangan semacam ini sudah ditentang oleh Bapa-bapa gereja. Sebab, yang tunggal bukanlah pribadi Allah, melainkan hakikat-Nya. Perbedaan antar-Pribadi terlihat jelas pada saat Pribadi-pribadi itu berkomunikasi atau terlibat dalam relasi.
Di sisi lain, mungkin tidak sedikit orang Kristen yang beranggapan penciptaan hanya berkaitan dengan Bapa, karya penebusan hanya berkaitan dengan Putra, dan pengudusan hanya berkaitan dengan Roh Kudus. Ajaran ini melihat karya masing-masing Pribadi dalam Allah Tritunggal itu memiliki tugas sendiri yang terpisah dari lainnya. Konsep ini tidak tepat. Sebab, baik Bapa, Putra, maupun Roh Kudus terlibat dalam penciptaan (Kejadian 1:1-2; Mazmur 104:30; Yohanes 1:3). Begitu pula dengan karya penebusan: Bapa memilih umat-Nya (Efesus 1:5-6) dan mengutus Putra-Nya (1 Yohanes 4:10); Sang Putra menyelesaikan karya penebusan (Yohanes 19:30); Roh Kudus menerapkan dan memeteraikan penebusan itu dalam hati umat pilihan (Roma 5:5).
Tantangan lainnya adalah tuduhan bahwa “doktrin Allah Tritunggal baru dirumuskan pada abad ke-4 Masehi dan merupakan produk politis.” Tuduhan tersebut menyatakan, sejak Kaisar Romawi bernama Konstantinus menganut iman Kristen, gereja melakukan konsili-konsili untuk menciptakan doktrin-doktrin baru. Salah satunya adalah doktrin Tritunggal. Tuduhan semacam ini tidak berdasar. Sebab, istilah “Tritunggal” sendiri sudah muncul dan didiskusikan sejak abad ke-2 Masehi oleh Bapa Gereja Tertulianus. Bapa-bapa Gereja dari abad ke-2 dan ke-3 beberapa kali menegaskan doktrin ini. Semua dilakukan sejak umat Kristen di wilayah Kekaisaran Romawi masih dianiaya. Jadi, yang sesungguhnya terjadi adalah konsili-konsili gereja pada abad ke-4 Masehi hanya mengukuhkan apa yang sudah diimani umat selama beberapa abad sebelumnya oleh mayoritas gereja. Pengukuhan ini dilakukan untuk menyolidkan pemahaman iman gereja yang tengah diserang berbagai aliran bidat di sekitar kekristenan.
Pada akhirnya, kita mengetahui posisi doktrin Tritunggal begitu sentral dalam iman Kristen. Sejak gereja lahir, umat mengimani Allah sebagai persekutuan Tiga yang Sempurna, dan ketiganya adalah Esa. Doktrin Allah Tritunggal menempatkan kekristenan secara unik di antara agama-agama lain. Iman Kristen memang dilandaskan pada kepercayaan kepada Allah Tritunggal dan inkarnasi Putra Allah. Tanpa mengakui keduanya, maka pemahaman iman Kristen kita belum solid dan memadai. Meski kita tidak dapat memahami secara sempurna hakikat Allah Tritunggal, kita tetap diundang untuk mengimani Allah yang luar biasa itu. Realitas ini membuat kita makin yakin bahwa Allah memang tidak terbatas, seperti yang diungkapkan Rasul Paulus, “O, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah! Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusan-Nya dan sungguh tak terselami jalan-jalan-Nya!” (Roma 11:33).
Saksikan Juga:
Tritunggal dan Karya Kristus
Tritunggal—tiga Pribadi, satu Allah. Konsep yang sulit dimengerti, karena Allah jauh lebih besar daripada yang dapat ditangkap oleh pikiran manusia. Amy Boucher Pye menjelaskan, sering kali penderitaan kita membawa kita mendekat kembali kepada Allah dan karya Kristus bagi kita. Dia menjadi manusia dan menyerahkan hidup-Nya bagi kita.
Tindakan kasih dan pengorbanan itu sama tak terbayangkannya seperti gagasan tentang Tritunggal. “Sangat baik untuk belajar tentang komunitas kasih ini. Allah—Bapa, Anak, dan Roh Kudus—yang membuka diri-Nya kepada kita,” kata Amy. “Alangkah menakjubkan bagaimana Kristus mau melayani kita.”
Pelayanan Our Daily Bread Ministries di Indonesia didukung terutama oleh persembahan kasih dari para pembaca, baik individu maupun gereja di Indonesia sendiri, yang memampukan kami untuk terus membawa hikmat Alkitab yang mengubahkan hidup kepada banyak orang di dalam negeri.