Keluarga Rebank telah turun-temurun beternak domba di bagian utara Inggris. Dalam bukunya yang luar biasa, The Shepherd’s Life (Kehidupan Seorang Gembala), James Rebank menceritakan bagaimana keluarga mereka membangun sebuah peternakan dengan menggarap area kecil yang ditumbuhi alang-alang dan onak. Hanya gembala-gembala tangguh yang dapat melakukan pekerjaan seperti ini. Keluarga Rebank bekerja keras untuk memelihara hidup domba-domba jenis Herdwick milik mereka di sepanjang musim dingin yang panjang dan gelap, di tengah ancaman es dan hawa dingin serta jarangnya rumput di padang. Sepanjang tahun, mereka berjuang melindungi domba peliharaan mereka dari penyakit dan mengusir hewan-hewan pemangsa. Mereka mengawasi kawanan domba mereka dengan keuletan yang teguh, kasih sayang yang lembut, dan kegigihan yang tangguh. Seperti gembala pada umumnya, keluarga Rebank senantiasa penuh perhatian dan murah hati. Mereka memberikan segalanya demi domba-domba mereka.
Kisah yang ditulis James Rebank itu menggugurkan bayangan kita akan indah dan romantisnya beternak domba. Para gembala tidak menghabiskan hari-hari mereka dengan berjalan-jalan melalui kawasan pedesaan yang subur sambil bermain-main dengan hewan yang lucu. Mereka benar-benar menghadapi bahaya. Pikirkanlah gambaran Mazmur 23. Doa yang sangat terkenal ini—dan penghiburan yang ditawarkannya—menyatakan satu kebenaran mendasar: Sang Gembala selalu menjaga kita.
“Tuhan adalah gembalaku,” kata sang pemazmur, “takkan kekurangan aku” (23:1). Kalimat ini mendasari seluruh kelanjutan mazmur ini—dan seluruh hidup kita. Kata-kata ini tidak mengabaikan suramnya realitas kehidupan yang kita hadapi. Namun, kata-kata penghiburan ini mengumumkan sebuah pernyataan yang nyata: Karena kita mempunyai Gembala yang baik, kita memiliki segala yang kita butuhkan. Gembala itu menuntun kita kepada padang rumput yang hijau di pinggir air yang tenang dan segar. Dia menyegarkan jiwa-jiwa kita yang lelah, sedih, dan gelisah.
Sayangnya, seperti kata pemazmur, kita masih harus “berjalan dalam lembah kekelaman” (AY.4). Namun, bahkan di sana pun kita dapat menolak untuk takut—bukan karena kita mampu mengendalikan situasi yang ada, tetapi karena kita telah bertemu dengan Sang Gembala yang dapat diandalkan, dan kesetiaan-Nya untuk menyertai itu memusnahkan segala ketakutan kita. “Aku tidak takut bahaya,” kata pemazmur, “sebab Engkau besertaku” (AY.4).
Dalam dua minggu terakhir, ada beragam pesan dan kabar menyedihkan yang saya terima. Seorang teman harus melarikan suaminya ke rumah sakit karena penyakit yang mengancam nyawa. Seorang teman lain terancam kehilangan apartemennya karena tidak bisa membayar sewa. Dunia menyaksikan bagaimana COVID-19 mengancam seluruh sendi kehidupan yang kita jalani. Di mana-mana, begitu banyak orang benar-benar membutuhkan pertolongan, tetapi bahkan di tengah kengerian yang sangat nyata, sang pemazmur mengatakan bahwa kita tidak perlu takut.
Kita tidak perlu takut karena kita memiliki seorang Gembala yang baik dan berkuasa. Gada dan tongkat-Nya menghibur kita (Ay.4). Tongkat (kait yang digunakan untuk menarik domba yang tersesat dari pinggir jurang) dan gada (alat pukul yang digunakan untuk memukul pergi hewan pemangsa) itu menyatakan bagaimana Sang Gembala adalah pribadi yang lembut sekaligus tangguh.
Lebih dari itu, Gembala kita juga menyediakan pesta perjamuan di tengah kesulitan kita. Dia memberikan kelimpahan—lebih dari yang kita butuhkan (AY.5). Gembala kita selalu mengawasi demi kebaikan kita, mencari kita dengan tiada lelah, dan mengenyahkan musuh yang hendak mengusik kita.
Orang-orang Kristen mula-mula membaca Mazmur 23 dengan memahami bahwa Yesus adalah Sang Gembala yang sejati. Sebenarnya kita tidak perlu membaca tulisan-tulisan kuno untuk membuat kaitan tersebut, karena Yesus sendiri sudah melakukannya. “Akulah gembala yang baik,” kata-Nya (Yoh. 10:11). Segala sesuatu yang dilakukan sang gembala dalam Mazmur 23 sekarang dilakukan Yesus untuk kita. Karena Dialah Gembala kita yang baik, kita mempunyai segala sesuatu yang kita perlukan. Tuhan Yesus memberikan kita istirahat yang tenang. Dia memulihkan hati kita yang hancur. Dia membawa kita melewati lembah kekelaman (bukan mengitari, tetapi melewatinya). Ketika kita tersesat, Yesus memperlakukan kita dengan baik, lembut, dan penuh kasih. Ketika musuh hendak menerkam kita dengan taring-taringnya yang tajam, Sang Gembala melawannya dengan penuh kuasa dan kegigihan.
Jika kita ingin mengenal karakter Yesus, kita dapat melakukannya dengan menggali karakter sang gembala dalam Mazmur 23. Yesus setia dan tidak akan pernah meninggalkan kita. Dia murah hati dan selalu menyediakan kebutuhan kita. Dia bijaksana dan selalu mengetahui apa yang sungguh kita butuhkan. Yesus lemah lembut dan membalut hati kita yang cemas. Dia kuat dan sanggup melindungi kita dari apa pun yang mengancam kita (bahkan dari hal-hal dalam diri yang cenderung merugikan kita sendiri). Yesus pantang menyerah dan setia mencari kita dengan kasih-Nya sampai akhir.
Di Israel masa kini, para gembala sering tidur dekat domba-domba mereka supaya dapat berjaga-jaga sepanjang malam. Para gembala masih sering membawa gada untuk mengusir hewan pemangsa. Mereka menggunakan cara memanggil yang unik sebagai sinyal untuk memberi tahu domba-domba itu bahwa mereka dekat. Suatu kali di Israel, saya mengamati para gembala dengan kagum. Kemampuan, kegesitan, dan pengenalan mereka akan domba-domba dan lingkungan pedesaan di sana sungguh menginspirasi saya. Saya juga dikuatkan melihat kelemahlembutan mereka dalam memelihara kawanan mereka dan juga kesigapan untuk melindungi domba-domba itu dari bahaya. Domba-domba itu pun tinggal tenang dan aman dalam pemeliharaan sang gembala.
Demikian pula dengan kita. –Winn Collier, penulis Our Daily Bread
Persembahan kasih seberapa pun dari para pembaca di Indonesia memampukan Our Daily Bread Ministries untuk menjangkau orang-orang dengan hikmat Alkitab yang mengubahkan hidup. Kami tidak didanai atau berada di bawah kelompok atau denominasi apa pun.