Penulis

Lihat Semua
Bill Crowder

Bill Crowder

Bill Crowder bertanggung jawab untuk isi materi pengajaran. Ia telah menulis banyak buklet Discovery Series dan buku Discovery House Publishers. Bill dan istrinya, Marlene, memiliki lima anak dan beberapa orang cucu.

Artikel oleh Bill Crowder

Ketakutan Yang Besar

Setelah menjalani persiapan selama berminggu-minggu, akhirnya malam pertunjukan musikal tahunan oleh paduan suara anak untuk Natal tahun 1983 itu pun tiba. Anak-anak yang sudah memakai kostum mereka mulai memasuki auditorium ketika tiba-tiba kami mendengar bunyi gaduh di pintu belakang. Saya dan istri menengok dan melihat anak kami, Matt. Ia menangis dengan keras dan tampak sangat ketakutan. Ia memegang kencang-kencang pegangan pintu dan menolak untuk masuk ke dalam auditorium. Setelah berunding cukup lama, sang sutradara akhirnya memberi tahu Matt bahwa ia tidak harus tampil di panggung. Sebagai gantinya, Matt duduk bersama kami, dan ketakutannya pun segera berkurang.

Tempat Air

Afrika Timur merupakan salah satu daerah paling gersang di atas bumi ini, dan itulah sebabnya “Nairobi” menjadi nama yang bermakna penting bagi sebuah kota di daerah tersebut. Nama itu berasal dari istilah dalam bahasa Masai yang berarti “air dingin,” dan secara harfiah berarti “tempat air”.

Perhatian Yang Tulus

Pada malam pertama dari suatu acara retret bagi keluarga, pemimpin acara menginformasikan jadwal sepanjang minggu yang akan diikuti para peserta. Setelah selesai, ia bertanya apakah ada yang ingin menambahkan sesuatu. Seorang gadis muda lalu berdiri untuk memohon pertolongan. Gadis ini bercerita tentang saudara laki-lakinya—seorang anak berkebutuhan khusus—dan tentang keadaan saudaranya yang membutuhkan pengawasan ketat itu. Ia berbicara tentang kelelahan yang dialami keluarganya, lalu memohon kepada setiap orang yang berada di situ untuk membantunya dalam mengawasi saudara laki-lakinya sepanjang minggu itu. Permohonan gadis itu keluar dari perhatiannya yang tulus kepada orangtua dan saudara laki-lakinya. Sungguh indah untuk kemudian melihat orang-orang di situ menyingsingkan lengan untuk membantu keluarga ini sepanjang berlalunya minggu itu.

Momen Memalukan

Kilatan lampu dari mobil polisi menarik perhatian saya pada seorang pengendara mobil yang dipaksa menepi setelah melanggar lalu lintas. Ketika polisi yang memegang surat tilang berjalan kembali ke mobilnya, saya dapat melihat dengan jelas si pengendara mobil duduk tanpa daya di belakang setir sambil menahan malu. Dengan tangannya, wanita itu berusaha menutupi wajahnya dari pandangan orang-orang yang melintas untuk menyembunyikan siapa dirinya. Perbuatannya mengingatkan saya betapa memalukannya apabila pilihan kita yang buruk dan konsekuensinya diketahui oleh orang lain.

Berdiamlah

Eric Liddell, tokoh yang dikenang dalam film Chariots of Fire, memenangi medali emas pada Olimpiade Paris tahun 1924 sebelum kemudian ia pergi ke negeri China untuk menjadi seorang misionaris. Beberapa tahun kemudian, setelah pecah Perang Dunia II, Liddell mengungsikan keluarganya demi keamanan mereka ke Kanada, tetapi ia tetap tinggal di China. Segera setelah itu, Liddell dan sejumlah misionaris asing lainnya diasingkan oleh tentara Jepang ke dalam kamp tahanan. Setelah beberapa bulan ditahan, Liddell mengidap penyakit yang diduga para dokter sebagai tumor otak.

Ajaib!

Ketika pesawat kami sudah hendak mendarat, seorang pramugari datang dan membacakan sebuah daftar panjang tentang informasi kedatangan. Ia membacakannya seolah-olah untuk keseribu kalinya pada hari itu—tanpa emosi atau minat sembari ia terus membeberkan informasi menjelang pen-daratan dengan gaya yang monoton. Lalu, dengan suaranya yang tetap terdengar lelah dan tanpa semangat, ia mengakhiri pengumumannya dengan mengatakan, “Selamat menikmati hari yang indah ini.” Datarnya nada bicara pramugari ini sungguh bertolak belakang dengan kata-kata penutup yang diucapkannya tadi. Ia memang menyebutkan kata “indah”, tetapi dengan cara yang sama sekali tidak menunjukkan rasa takjub atas keindahan yang ada.

Batu Coade

Di seluruh penjuru kota London, terdapat banyak patung dan benda-benda lain yang terbuat dari bahan bangunan unik yang disebut batu Coade. Batu buatan yang dirancang oleh Eleanor Coade sebagai produksi usaha keluarganya di akhir abad ke-18 ini hampir tidak terhancurkan dan punya kemampuan untuk bertahan terhadap waktu, cuaca, dan polusi buatan manusia. Meski hal ini merupakan suatu penemuan yang hebat pada masa Revolusi Industri, batu Coade tidak lagi dibuat sejak 1840-an setelah kematian Eleanor, dan digantikan dengan semen Portland sebagai suatu bahan bangunan. Meski demikian, dewasa ini masih terdapat banyak karya berbahan batu keras mirip keramik ini yang telah bertahan selama lebih dari 150 tahun di tengah iklim London yang sering tak menentu.

Menjadi Saksi

Ketika saya masih remaja, saya pernah menyaksikan sebuah kecelakaan mobil. Pengalaman itu sendiri begitu mengejutkan, dan semakin diperburuk dengan apa yang harus saya jalani selanjutnya. Sebagai satu-satunya saksi atas kecelakaan itu, saya menghabiskan bulan-bulan berikutnya untuk berbicara dengan serentetan pengacara dan petugas asuransi tentang apa yang telah saya lihat. Saya tidak diminta untuk menjelaskan keadaan fisik dari mobil yang hancur atau rincian dari trauma medisnya. Saya diminta untuk hanya mengatakan apa yang telah saya saksikan.

Jalan Hikmat

Albert Einstein pernah mengatakan, “Hanya ada dua hal yang kekal. Alam semesta adalah yang pertama. Yang kedua itu kebodohan manusia, dan saya tidak begitu yakin tentang yang pertama.” Sayangnya, memang seringkali kebodohan yang kita lakukan seakan tidak mengenal batas—demikian juga kerusakan yang dihasilkan oleh kebodohan kita dan keputusan-keputusan yang mendorong kita bertindak bodoh.