Penulis

Lihat Semua

Artikel oleh John Blase

Waspada terhadap Kebohongan

Sinematografinya memukau. Musik latarnya memikat dan menenangkan. Isinya menarik dan relevan. Video tersebut menampilkan sebuah percobaan dengan menyuntikkan zat mirip adrenalin pada pepohonan redwood untuk mencegahnya masuk dalam keadaan dorman. Alhasil, pohon-pohon yang disuntik tersebut mati karena tidak diberi kesempatan untuk mengalami masa peristirahatan yang menjadi siklus alaminya.

Menaklukkan Gunung

Mungkin Anda pernah melihat atau mendengar beberapa variasi dari ungkapan ini: “Jika Anda ingin bergerak cepat, lakukanlah sendiri. Namun, jika Anda ingin melangkah jauh, lakukanlah bersama-sama.” Sebuah pemikiran yang indah, bukan? Namun, adakah sebuah penelitian yang dapat meyakinkan kita bahwa ungkapan ini bukan hanya indah, tetapi juga benar?

Latihan Mengingat

Pernahkah Anda bercerita lalu tiba-tiba berhenti, karena tidak bisa mengingat detail seperti nama atau tanggal tertentu? Kita sering menganggap hal itu diakibatkan oleh faktor usia, dengan mengira bahwa ingatan kita memudar seiring waktu. Namun, berbagai penelitian terbaru tidak lagi mendukung pandangan tersebut. Penelitian menunjukkan bahwa masalahnya tidak terletak pada ingatan kita, melainkan pada kemampuan kita untuk mengingat kembali kenangan-kenangan tersebut. Tanpa latihan teratur, ingatan kita akan semakin sulit untuk diakses.

Tujuan Hidup dalam Lima Kata

James Innell Packer, atau yang lebih dikenal sebagai J. I. Packer, meninggal dunia pada tahun 2020, hanya lima hari sebelum ulang tahunnya yang ke-94. Knowing God, buku yang paling terkenal dari teolog dan penulis itu telah terjual lebih dari 1,5 juta jilid sejak penerbitannya. Packer memperjuangkan otoritas Alkitab dan pemuridan, serta mendorong orang percaya di mana saja untuk sungguh-sungguh hidup dalam Tuhan. Menjelang akhir hidupnya, saat ditanya apa pesan terakhirnya bagi gereja, Packer menyebutkan satu kalimat yang terdiri dari lima kata: “Muliakan Kristus dalam segala hal.”

Penuh Kehausan dan Rasa Syukur

Saya dan dua orang teman pernah mencoba mewujudkan salah satu impian kami, yaitu mendaki Grand Canyon. Saat memulai pendakian, kami sempat ragu apakah air minum yang kami bawa itu cukup. Benar saja, tak lama kemudian persediaan air itu pun habis, sementara perjalanan masih jauh. Sambil terengah-engah, kami pun berdoa. Kemudian, di suatu belokan, tampaklah apa yang kami sebut sebagai keajaiban. Kami melihat tiga botol air minum terselip di sela-sela batu dengan sebuah catatan: “Pasti kamu butuh ini. Selamat menikmati!” Kami hanya bisa tercengang dan saling berpandangan. Sambil mengucap syukur kepada Allah, kami minum beberapa teguk dan melanjutkan bagian akhir perjalanan. Belum pernah saya merasa begitu haus—dan begitu bersyukur—dalam hidup saya.

Nasihat dari Seorang yang Lebih Tua

“Apa yang kusesalkan?” Itulah pertanyaan yang dijawab oleh George Saunders, penulis buku terlaris New York Times, dalam pidatonya pada acara wisuda Universitas Syracuse tahun 2013. Cerita dari seseorang yang berusia lebih tua (Saunders) tentang sejumlah penyesalan yang dialami dalam hidupnya itu dimaksudkan agar mereka yang lebih muda (para wisudawan) dapat menerima hikmah dari pengalamannya. Ia menyebutkan beberapa hal yang mungkin diduga orang akan disesalinya, seperti jatuh miskin dan pengalaman bekerja yang kurang menyenangkan. Akan tetapi, Saunders sama sekali tidak menyesalkan semua itu. Yang benar-benar ia sesalkan justru adalah kegagalan untuk berbuat baik, yaitu kesempatan-kesempatan yang dimilikinya untuk berbaik hati kepada seseorang, tetapi tidak dilakukannya.

Mengasihi seperti Yesus

Ia dicintai semua orang—itulah kata-kata yang digunakan untuk menggambarkan Don Guiseppe Berardelli dari Casnigo, Italia. Don sering berkeliling kota dengan sepeda motor tuanya dan senang menyapa siapa saja dengan “salam damai dan kebaikan.” Ia bekerja tanpa kenal lelah untuk kebaikan orang lain. Namun, pada tahun-tahun terakhir hidupnya, ia mengalami gangguan kesehatan yang semakin parah ketika ia terinfeksi virus Corona. Melihat keadaan itu, komunitasnya membelikan sebuah alat bantu pernapasan baginya. Namun, ketika kondisinya memburuk, ia justru menolak menggunakan alat itu, dan memilih menyerahkan alat itu untuk digunakan oleh pasien lain yang lebih muda. Penolakan Don tidak mengherankan mereka yang mengenalnya, karena memang itulah karakternya sebagai seseorang yang dicintai dan dikagumi karena kasihnya kepada orang lain.

Berseru kepada Allah

Dalam buku Adopted for Life, Dr. Russell Moore menceritakan perjalanan keluarganya ke suatu panti asuhan untuk mengadopsi seorang anak. Ketika memasuki kamar anak-anak, kesunyian ruangan itu membuat mereka terkesiap. Bayi-bayi di dalam buaian itu tidak pernah menangis—bukan karena mereka tidak pernah membutuhkan apa pun, tetapi karena mereka menyadari tidak ada seorang pun yang cukup peduli untuk menanggapi mereka.

Sahabat yang Luar Biasa

Setelah beberapa tahun tidak bertemu seorang teman lama, saya mendapat kabar bahwa ia didiagnosis menderita kanker dan mulai menjalani perawatan. Secara tidak terduga, saya perlu mengunjungi kota tempat tinggalnya, sehingga saya berkesempatan untuk bertemu lagi dengannya. Ketika saya memasuki restoran tempat pertemuan kami, kami sama-sama tak kuasa menahan air mata. Sudah lama sekali kami tidak bertemu, dan sekarang kematian terasa dekat, mengingatkan kami betapa singkatnya hidup ini. Air mata kami berasal dari persahabatan panjang yang dipenuhi petualangan, canda gurau, suka duka—dan kasih. Kasih yang teramat besar itu meluap keluar dari sudut mata kami masing-masing.