Penulis

Lihat Semua

Artikel oleh John Blase

Berjalan, Bukan Berlari

Saya memperhatikan ada seorang wanita di wilayah kami yang setiap hari sudah aktif sebelum fajar menyingsing. Ia adalah seorang pejalan cepat (power walker). Setiap kali saya mengantar anak-anak ke sekolah, ia selalu sudah ada di bahu jalan. Dengan mengenakan headphones berukuran besar dan kaos kaki selutut berwarna-warni, ia berjalan dengan lengan dan kaki terayun bergantian, dengan salah satu kaki selalu menapak tanah. Olahraga ini berbeda dengan lari atau jogging. Jalan cepat jenis ini melibatkan teknik-teknik yang sengaja dibatasi untuk mengekang keinginan alamiah tubuh untuk berlari. Meski kesannya tidak demikian, sebenarnya jalan cepat juga membutuhkan energi, fokus, dan kekuatan sebanyak yang diperlukan untuk berlari atau jogging. Hanya dalam jalan cepat, semua itu terkendali.

Melayani yang Paling Hina

Namanya Spencer. Namun, semua orang memanggilnya “Spence.” Ia juara lomba lari tingkat SMA di negara bagiannya, lalu diterima masuk universitas bergengsi dengan beasiswa penuh. Spencer kini tinggal di salah satu kota terbesar di Amerika Serikat dan menjadi ahli teknik kimia yang sangat disegani. Akan tetapi, jika ditanya tentang prestasi tertingginya, Spencer tidak akan menyebutkan hal-hal tadi. Dengan penuh semangat ia akan bercerita tentang perjalanan yang ditempuhnya beberapa bulan sekali ke Nikaragua untuk menengok kondisi anak-anak dan guru-guru dalam program pendidikan yang ia bantu dirikan di salah satu daerah termiskin di negara itu. Ia juga akan bercerita bagaimana hidupnya telah diperkaya dengan melayani mereka. 

Alasan Penulisan

“Tuhan adalah kota bentengku . . . Kami meninggalkan kamp sambil menyanyikannya.” Tanggal 7 September 1943, Etty Hillesum menuliskan kata-kata tersebut pada sehelai kartu pos dan melemparkannya dari atas kereta api. Itulah catatan terakhir darinya. Tanggal 30 November 1943, ia mati dibunuh di Auschwitz. Di kemudian hari, catatan harian Hillesum tentang pengalamannya di kamp konsentrasi diterjemahkan dan diterbitkan. Catatan tersebut merangkum pengalamannya melihat kengerian dari pendudukan Nazi berpadu dengan keindahan dunia ciptaan Allah. Tulisan Hillesum yang telah diterjemahkan ke dalam enam puluh tujuh bahasa itu menjadi berkat bagi setiap pembacanya yang mempercayai adanya kebaikan di tengah segala kejahatan yang merebak.

Percayalah Kepada Terang

Prakiraan cuaca menyebut akan terjadi bomb cyclone. Itu adalah angin topan besar yang terjadi ketika intensitas badai musim dingin meningkat dengan cepat karena turunnya tekanan udara di atmosfer. Badai salju yang terjadi pada malam hari membuat jalan raya menuju bandara Denver hampir tidak terlihat. Hampir. Namun, karena anak perempuan saya terbang mengunjungi kami, saya rela melakukan apa saja baginya. Dengan membawa pakaian ekstra dan cadangan air minum (persiapan kalau-kalau saya terjebak badai di jalan), saya mengemudikan mobil dengan sangat pelan sambil tidak henti-hentinya berdoa dan mengandalkan sorot lampu mobil. Dengan begitu,  hal yang hampir mustahil pun dapat dilakukan.

Ketika Banjir Melanda

Saya tinggal di Colorado, sebuah negara bagian di wilayah barat Amerika Serikat yang terkenal dengan Pegunungan Rocky dan tingginya curah salju yang turun setiap tahun. Namun, bencana alam terburuk yang pernah dialami negara bagian ini tidak disebabkan oleh salju, melainkan hujan. Peristiwa banjir besar Thompson terjadi pada tanggal 31 Juli 1976, di sekitar kota wisata Estes Park. Sesudah banjir itu surut, korban yang tewas berjumlah 144 jiwa, belum termasuk ternak. Setelah bencana tersebut, dilakukan penyelidikan di daerah tersebut, terutama yang berkaitan dengan fondasi jalan dan jalan raya. Hasil penyelidikan itu menemukan bahwa dinding jalan-jalan yang bertahan terhadap terjangan badai adalah dinding yang terbuat dari beton. Dengan kata lain, tembok-tembok tersebut memiliki fondasi yang benar-benar kuat.

Sebuah Taco

Setelah lulus dari sebuah universitas Kristen, Ashton dan Austin Samuelson mempunyai kerinduan yang besar untuk melayani Tuhan. Namun, keduanya tidak merasa terpanggil melayani seperti kebanyakan orang di gereja. Mereka ingin melakukan pelayanan yang berbeda di tengah dunia. Jadi, mereka memadukan kerinduan mereka untuk mengentaskan kelaparan anak-anak di dunia dengan keterampilan wirausaha yang dianugerahkan Tuhan kepada mereka. Pada tahun 2014, mereka pun membuka restoran yang menjual taco, suatu makanan khas Meksiko. Namun, tidak seperti restoran lainnya, Samuelson bersaudara menerapkan prinsip “beli satu-beri satu.” Jadi, untuk setiap makanan yang dibeli, mereka akan mendonasikan uang bagi penyediaan makanan yang khusus disiapkan untuk memenuhi kebutuhan gizi anak-anak yang kurang sehat. Sejauh ini, mereka sudah berkontribusi di lebih dari enam puluh negara. Mereka ingin mengambil bagian dalam upaya pengentasan kelaparan yang terjadi pada anak-anak—lewat setiap taco yang mereka jual.

Apa yang Salah dengan Dunia Ini?

Surat kabar The London Times pernah mengajukan sebuah pertanyaan kepada para pembacanya sebelum memasuki abad kedua puluh: Apa yang salah dengan dunia ini?

Berikan Semampunya 

Scaling adalah istilah dalam dunia kebugaran yang memungkinkan siapa saja dapat ikut berpartisipasi. Contohnya, saat latihan push up, mungkin Anda bisa melakukannya sebanyak sepuluh kali, tetapi saya hanya bisa empat kali. Instruktur akan mendorong saya melakukan scaling sesuai tingkat kebugaran saya saat itu. Meski tidak berada di level yang sama, tetapi setiap orang bisa menuju ke arah yang sama. Dengan kata lain, instruktur itu hendak berkata: “Lakukan empat kali push up dengan segenap kekuatanmu. Jangan membandingkan diri dengan orang lain. Lakukan terus semampumu, nanti kau akan takjub bahwa suatu hari kau mampu melakukan tujuh, bahkan sepuluh, push up sekaligus.”

Berbeda dengan Jalan Bapa

Pada dekade 1960-an, lingkungan padat North Lawndale di bagian barat kota Chicago menjadi proyek percontohan dari pemukiman warga antarras. Sejumlah warga Afrika-Amerika kelas menengah membeli rumah di sana dengan sistem “kontrak”—yang memadukan tanggung jawab kepemilikan rumah dengan kerugian menyewa. Dalam penjualan dengan sistem kontrak, pembeli tidak memiliki hak atas rumah itu, dan bila menunggak pembayaran satu kali saja, ia akan langsung kehilangan uang muka, seluruh angsuran yang sudah dibayarkan, dan juga rumahnya. Para penjual yang licik lalu menjual rumah tersebut dengan harga tinggi, dan keluarga yang tinggal di sana akan diusir begitu menunggak pembayaran satu kali saja. Kemudian akan ada keluarga lain yang membeli rumah itu dengan sistem kontrak juga, dan siklus yang didorong oleh keserakahan itu pun terus berlanjut.