Penulis

Lihat Semua
Lawrence Darmani

Lawrence Darmani

Lawrence Darmani adalah novelis asal Ghana. Novel pertamanya, Grief Child, memenangi anugerah Commonwealth Writers’ Prize sebagai buku terbaik dari benua Afrika. Ia tinggal bersama keluarganya di Accra dan menjadi editor majalah Step dan CEO dari Step Publishers.

Artikel oleh Lawrence Darmani

Ikut Berseru

Kelompok persekutuan doa wanita di negara saya rutin meng-adakan kebaktian doa bulanan untuk mendoakan Ghana dan negara-negara Afrika lainnya. Saat ditanya mengapa mereka begitu setia mendoakan bangsa-bangsa, pemimpin persekutuan doa itu, Gifty Dadzie, berkata, “Lihatlah di sekeliling Anda, dengar dan tontonlah berita. Banyak bangsa yang sedang menderita—karena perang, bencana, penyakit, dan kekerasan—telah membutakan orang akan kasih Allah bagi umat manusia dan berkat yang dicurahkan-Nya kepada kita. Kami percaya Allah turut bekerja dalam pergumulan bangsa-bangsa, maka kami memuji Dia atas berkat-berkat-Nya dan berseru memohon campur tangan-Nya.”

Jangan Hanyut Terbawa Arus

Di akhir suatu semester, saya dan istri menjemput putri kami dari sekolahnya yang berjarak sekitar 100 km dari rumah. Dalam perjalanan pulang, kami mampir ke suatu tempat istirahat di pantai terdekat untuk membeli makanan ringan. Sambil bersantai, kami memperhatikan perahu-perahu yang ada di pinggir pantai. Biasanya perahu-perahu dilabuhkan agar tidak hanyut terbawa arus, tetapi saya melihat di antara perahu-perahu itu ada sebuah perahu yang terombang-ambing dengan bebas dan lambat laun hanyut ke laut lepas.

Ceritakanlah!

Waktu itu tahun 1975 dan sesuatu yang sangat penting baru saja saya alami. Saya perlu segera menemui Francis, sahabat dekat yang saya percayai, untuk menceritakan pengalaman tersebut. Saya menemui Francis di apartemennya saat ia sedang terburu-buru hendak pergi, tetapi saya menghentikannya. Dari caranya memandang saya, agaknya ia tahu bahwa saya ingin menyampaikan sesuatu yang penting kepadanya. Ia pun bertanya, “Ada apa?” Saya menjawab, “Kemarin aku menyerahkan hidupku kepada Yesus!”

Seperti Domba

Ketika tinggal bersama kakek di Ghana bagian utara, salah satu tugas saya sehari-hari adalah memelihara domba. Setiap pagi saya membawa sekawanan domba ke padang rumput dan membawa mereka kembali di sore hari. Itulah pertama kalinya saya menyadari betapa keras kepalanya domba itu. Contohnya, jika domba melihat ada lahan pertanian, seketika itu juga naluri domba itu menggerakkannya masuk ke lahan tersebut. Tindakan domba-domba itu sempat beberapa kali membuat saya bermasalah dengan sejumlah petani.

Santapan yang Memuaskan

Saya belajar menghafal dan mengucapkan Doa Bapa Kami sejak masih di sekolah dasar. Setiap kali mengucapkan, “Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya” (Mat. 6:11), saya selalu teringat akan persediaan makanan yang pas-pasan di rumah kami. Hanya setelah ayah kembali dari perjalanannya ke kota, kami dapat menikmati makanan yang lebih memadai. Jadi, memohon kepada Allah untuk memberikan makanan kami yang secukupnya setiap hari adalah doa yang sangat relevan bagi saya.

Tidak Dilupakan

Dalam perayaan ulang tahun sang ibu yang ke-50, di hadapan ratusan tamu yang hadir, Kukua si putri sulung menceritakan kembali tentang apa yang telah dilakukan sang ibu untuknya. Kukua teringat pada masa-masa sulit di mana mereka tidak memiliki banyak uang. Di tengah keadaan itu, sebagai orangtua tunggal, sang ibu rela melepaskan kenyamanan dirinya. Ibunya menjual perhiasan yang disayanginya dan barang-barang berharga lainnya supaya Kukua dapat bersekolah hingga tamat SMA. Dengan berlinang air mata, Kukua mengatakan bahwa sesulit apa pun situasi pada masa itu, ibunya tidak pernah meninggalkannya ataupun saudara-saudaranya.

Langkah Bunglon

Ketika kita memikirkan tentang bunglon, mungkin kita terpikir tentang kelihaian bunglon dalam mengubah warna tubuh agar sesuai dengan lingkungannya. Namun bunglon mempunyai ciri lain yang unik. Saya pernah beberapa kali memperhatikan cara jalan bunglon dan sempat bertanya-tanya bagaimana bunglon dapat mencapai tujuannya. Dengan ogah-ogahan, bunglon menjulurkan satu kakinya ke depan, lalu seperti hendak berubah pikiran, kemudian mencoba untuk melangkah lagi, lalu dengan hati-hati menjejakkan kakinya dengan bimbang, seakan-akan takut tanah yang dipijaknya itu akan runtuh. Oleh sebab itu saya tak dapat menahan tawa jika ada orang yang berkata, “Jangan menjadi anggota gereja yang suka berubah pikiran seperti bunglon dengan berkata, ‘Hari ini aku akan ke gereja . . . ah tidak jadi, minggu depan saja . . . ah tidak usahlah, kapan-kapan saja!”

Dalam Masa Peralihan

Di Ghana, orang selalu memasang berita duka pada papan iklan atau menempelkannya pada tembok-tembok. Dengan judul seperti Masih Terlalu Muda, atau Mensyukuri Kehidupan, atau Kabar Mengejutkan!, berita duka itu mencantumkan nama mendiang dan rencana waktu penguburan yang akan diadakan. Salah satu judul yang saya baca adalah Dalam Masa Peralihan—judul yang merujuk pada kehidupan setelah kematian.

Menjauhi Godaan

Ketika ayah saya menjadi Kristen di masa tuanya, ia sering membuat saya kagum dengan caranya mengatasi godaan. Ketika godaan datang, ia cukup menjauhinya! Misalnya, ketika adu pendapat dengan seorang tetangga sudah mengarah pada pertengkaran, Ayah memilih untuk pergi sejenak menjauhi masalah itu daripada tergoda untuk meneruskannya menjadi pertengkaran.