Kalahkan Kejahatan dengan Kebaikan
Dokter Dolittle, dokter fiksi yang dapat berbicara dengan hewan, telah menghibur para penggemarnya lewat beragam buku, film, dan drama. Namun, tidak banyak yang tahu bahwa Hugh Lofting pertama kali menulis kisah-kisah tentang Dolittle untuk anak-anaknya ketika ia berada di tengah kancah Perang Dunia I. Di kemudian hari, ia mengatakan bahwa karena ia tidak ingin bercerita tentang perang yang mengerikan itu dalam surat-suratnya, maka ia memilih untuk menulis dan menggambar cerita fiksi tersebut. Kisah-kisah yang ganjil tetapi menyenangkan itu menjadi cara Lofting untuk melawan kengerian perang.
Tuhan Ada di Mana-Mana
Seorang pemain biola yang berpenampilan biasa-biasa saja, mengenakan topi bisbol dan kaus oblong, berdiri di dekat stasiun kereta bawah tanah L’Enfant Plaza di Washington, DC. Ia menggesekkan busur di atas senar biolanya dan menghasilkan melodi-melodi yang indah. Namun, orang-orang bergegas melewatinya begitu saja. Sampai ia selesai, hanya segelintir orang yang berhenti untuk mendengarkannya. Seandainya orang banyak itu tahu bahwa mereka sedang melewati Joshua Bell, salah seorang virtuoso terbesar di generasinya, yang pada malam sebelumnya baru saja memberikan pertunjukan di Perpustakaan Kongres AS. Bell memainkan beberapa musik biola yang paling sulit dan memukau di dunia, dengan menggunakan biola Stradivarius 1713 yang bernilai sekitar 3,5 juta dolar.
Keputusan dan Konsekuensi
Pada tahun 1890, ahli burung amatir Eugene Schieffelin memutuskan untuk melepaskan 60 ekor burung jalak Eropa di taman Central Park, New York. Meski ada sejumlah spesies jalak yang sudah beredar, burung-burung yang dilepaskan Schieffelin menghasilkan sarang pertama yang tercatat oleh para pengamat. Kini, diperkirakan ada sekitar 85 juta ekor burung jalak yang terbang di seluruh benua Amerika. Sayangnya, burung jalak bersifat invasif, sehingga kehadiran mereka mendesak populasi burung lokal, menyebarkan penyakit pada ternak, dan menyebabkan kerugian sekitar 800 juta dolar setiap tahunnya. Schieffelin tentu tidak pernah membayangkan kerusakan yang ditimbulkan akibat keputusannya.
Hati yang Pemurah
Ketika bintang sepak bola Sadio Mané asal Senegal bermain untuk klub Liverpool di Liga Primer Inggris, ia dibayar jutaan dolar per tahun dan menjadi salah satu pemain dari Afrika dengan bayaran tertinggi di dunia. Para penggemar menemukan foto Mané yang membawa iPhone dengan layar retak dan bercanda tentang dirinya yang menggunakan perangkat rusak itu. Mané merespons dengan tenang. “Untuk apa saya mempunyai 10 mobil Ferrari, 20 jam tangan berlian, dan dua buah pesawat jet?” tanyanya. “Dulu saya kelaparan, bekerja di ladang, bermain bola tanpa alas kaki, dan tidak bersekolah. Namun, sekarang saya bisa membantu orang. Saya memilih untuk membangun sekolah-sekolah dan menyediakan makanan atau pakaian bagi orang miskin. . . . [Mengembalikan] sebagian dari apa yang telah saya terima dalam kehidupan ini.”
Kasih Seharga Nyawa
William Temple, seorang uskup Inggris dari abad ke-19, suatu kali menutup khotbahnya kepada mahasiswa Oxford dengan kata-kata dari himne “When I Survey the Wondrous Cross” (Memandang Salib yang Agung, KRI No. 211). Namun, beliau memperingatkan mereka untuk tidak menganggap enteng lagu tersebut. “Jika kamu bersungguh-sungguh mengucapkan [liriknya] dengan segenap hatimu, nyanyikanlah sekeras mungkin,” kata Temple. “Akan tetapi, jika kamu tidak bersungguh-sungguh, tetaplah diam. Jika ada sedikit kesungguhan dalam hatimu, dan kamu ingin lebih bersungguh-sungguh, nyanyikanlah dengan sangat lembut.” Suasana pun menjadi hening karena semua orang memperhatikan liriknya. Perlahan-lahan, ribuan suara mulai bernyanyi dengan berbisik, sambil mengucapkan baris terakhir pujian itu dengan kesungguhan: “Kasih kudus menuntutku / Jiwa dan hidupku bagi-Nya.”
Perang Kue Kering
Dari semua hal-hal konyol yang menyebabkan negara-negara saling berperang, mungkinkah kue kering menjadi penyebab yang terburuk? Pada tahun 1832, di tengah ketegangan antara Prancis dan Meksiko, sekelompok tentara Meksiko mengunjungi sebuah toko kue kering Prancis di Kota Meksiko dan mencicipi semua produknya tanpa membayar. Meski detail peristiwanya cukup rumit (ditambah berbagai provokasi lain yang memperburuk masalah), yang kemudian terjadi sebagai akibatnya adalah Perang Prancis-Meksiko yang pertama (1838–39), yang dikenal sebagai Perang Kue Kering, suatu konflik yang mengakibatkan tewasnya lebih dari 300 tentara. Sungguh menyedihkan bagaimana momen kemarahan sekejap dapat menimbulkan bencana begitu besar.
Allah Takkan Membiarkan Kita
Departemen Transportasi AS melaporkan bahwa pada tahun 2021, maskapai penerbangan di AS telah lalai menangani dua juta koper. Untungnya, banyak koper yang hanya tertunda atau hilang untuk sementara waktu. Meski demikian, ribuan koper lainnya lenyap untuk selamanya. Jadi, tidak heran terjadi lonjakan pembelian perangkat GPS yang dapat dipasang pada barang, yang memungkinkan kita untuk melacak koper kita ketika maskapai penerbangan sudah menyerah. Kita semua khawatir kalau-kalau pihak yang seharusnya bertanggung jawab tidak lagi bisa dipercaya untuk mengawasi hal-hal yang sebenarnya penting.
Mencerminkan Belas Kasih Allah
Dalam Perang Musim Dingin yang berlangsung selama tiga bulan dengan Rusia (1939-1940), seorang tentara Finlandia terbaring di medan perang karena terluka parah. Seorang tentara Rusia menghampirinya sambil menodongkan senapan. Tentara Finlandia itu yakin ia pasti menemui ajalnya, tetapi rupanya orang Rusia tadi memberinya perlengkapan medis lalu pergi. Yang menarik, tentara Finlandia itu kemudian mengalami situasi serupa, hanya saja perannya berganti—ia menolong seorang tentara Rusia yang tak berdaya di medan perang dengan memberinya perlengkapan medis lalu pergi.
Mengenali Allah
Saya terbang ke India, negeri yang belum pernah saya kunjungi, dan mendarat di bandara Bengaluru setelah tengah malam. Meski sebelumnya sudah sering berkomunikasi lewat email, saya masih tidak tahu siapa yang akan menjemput atau di mana harus menemuinya. Saya hanya mengikuti orang-orang ke bagian pengambilan bagasi dan bea cukai, lalu keluar ke tengah cuaca malam yang lembab, sambil mencoba mencari sepasang mata yang ramah di antara lautan wajah. Selama satu jam saya mondar-mandir di depan kerumunan orang, berharap ada yang mengenali saya. Seorang pria yang baik hati akhirnya menghampiri saya. “Apakah Anda Winn?” ia bertanya. “Maaf, saya pikir saya akan mengenali Anda, padahal Anda terus mondar-mandir di depan saya—tapi Anda tidak seperti yang saya bayangkan.”