Mengoyakkan Langit
Dalam suatu percakapan baru-baru ini, seorang teman menceritakan bahwa ia telah meninggalkan imannya dengan alasan yang tak lagi asing bagi saya. Ia mengeluh, Bagaimana aku bisa percaya kepada Allah yang sepertinya tak pernah melakukan apa pun? Kebanyakan dari kita pasti pernah memikirkan pertanyaan serupa, seperti ketika melihat berita tentang tindak kejahatan maupun pengalaman pahit yang kita alami sendiri. Pergumulan yang dialami teman saya mengungkapkan kerinduannya yang besar agar Allah melakukan sesuatu baginya, dan itu adalah kerinduan yang pernah dirasakan oleh kita semua.
Allah yang Menerima
Kebaktian gereja kami diadakan di sebuah gedung sekolah dasar tua yang pada tahun 1958 pernah memilih tutup daripada mematuhi aturan pemerintah untuk berintegrasi (kesediaan menerima murid kulit hitam di sekolah yang sebelumnya hanya khusus untuk murid kulit putih). Namun, tahun berikutnya, sekolah itu dibuka kembali. Seorang jemaat gereja kami, Elva, merupakan salah satu murid kulit hitam yang dimasukkan sekelas dengan murid kulit putih di sana. “Aku dibawa keluar dari lingkungan yang aman dan para guru yang sudah akrab dengan kami,” kenang Elva, “lalu ditaruh dalam suatu lingkungan yang menakutkan, di kelas yang murid kulit hitamnya hanya dua orang.” Elva menderita karena warna kulitnya yang berbeda, tetapi seiring waktu ia berubah menjadi gadis yang kuat, beriman, dan penuh pengampunan.