Kepercayaan yang Membahagiakan
Linda menyelamatkan seekor anjing bernama Rudy dari tempat penampungan hewan beberapa hari sebelum Rudy “ditidurkan”, dan anjing itu pun menjadi sahabatnya. Selama sepuluh tahun, Rudy selalu tidur tenang di samping ranjang Linda, tetapi suatu kali ia tiba-tiba melompat ke atas ranjang dan mulai menjilati wajah Linda. Linda memarahinya, tetapi Rudy tetap mengulangi kebiasaan itu setiap malam. “Kemudian ia suka melompat ke pangkuanku dan menjilati wajahku setiap kali aku duduk,” ujar Linda.
Memakai yang Sudah Allah Sediakan
Gedung balai kota di Brisbane, Australia, adalah proyek mengagumkan yang dibangun pada dekade 1920-an. Tangga marmernya yang berwarna putih menggunakan bahan yang sama seperti yang dipakai Michelangelo untuk membuat patung David. Menaranya mencerminkan Basilika Santo Markus di Venesia, dan kubah tembaganya adalah yang terbesar di belahan bumi bagian selatan. Awalnya pihak pembangun berniat menaruh patung Malaikat Kedamaian berukuran raksasa sebagai hiasan di puncaknya, tetapi mereka kehabisan dana. Seorang tukang pipa bernama Fred Johnson mempunyai ide brilian. Ia menggunakan tangki toilet, tiang lampu yang sudah usang, dan potongan-potongan logam bekas untuk membuat bola ikonik yang hingga kini telah menghiasi menara tersebut selama hampir seratus tahun.
Bersama Lebih Baik
Bertahun-tahun lamanya Søren Solkær memotret burung jalak dan pergerakan mereka yang mengagumkan, yaitu ketika ratusan ribu ekor jalak terbang selaras bagaikan liukan tari yang luwes di angkasa. Menyaksikan pemandangan itu rasanya seperti duduk menikmati gerakan ombak yang berputar teratur, atau sapuan kuas besar berwarna gelap yang elok dan menciptakan pola-pola yang indah. Warga Denmark menyebut pemandangan itu sebagai Matahari Hitam (juga menjadi judul buku fotografi karya Solkær). Yang paling menakjubkan dari fenomena tersebut adalah bagaimana seekor burung jalak secara naluriah mengikuti gerakan burung lain yang terdekat. Seluruh kawanan terbang begitu rapat sampai-sampai jika salah seekor burung terlambat bergerak, bencana massal bisa terjadi. Namun, burung jalak memakai pergerakan tersebut untuk melindungi satu sama lain. Ketika seekor elang menukik hendak memangsa mereka, burung-burung kecil itu akan merapatkan formasi dan bergerak berkelompok. Bersama, mereka dapat mengusir predator yang akan dengan mudah memangsa salah seekor dari mereka yang sendirian.
Dari Rongsokan Menjadi Keindahan
Istri saya, Miska, mempunyai seuntai kalung dan sepasang anting-anting bundar dari Etiopia. Kesederhanaan rancangannya yang elegan menunjukkan gaya seni yang autentik. Namun, yang paling mencengangkan dari aksesori tersebut adalah kisah di baliknya. Akibat berlangsungnya konflik yang ganas dan perang saudara yang berkecamuk selama puluhan tahun, tanah Etiopia dipenuhi selongsong bekas peluru dan proyektil di mana-mana. Dalam tindakan yang melambangkan harapan, orang-orang Etiopia menelusuri tanah yang telah gosong dan membersihkan rongsokan sisa perang. Lalu, para seniman membuat kerajinan berupa perhiasan dari sisa-sisa selongsong peluru tadi.
Menyerap Kejahatan
Bencana nuklir Fukushima Daiichi pada tahun 2011, yang disebabkan oleh gempa bumi, menyebarkan racun dalam jumlah yang sangat besar dan memaksa lebih dari 150.000 warga untuk mengungsi. Seorang warga setempat berkata, “Seolah-olah ada salju tak kasatmata turun di Fukushima dan terus turun sampai menutupi daerah itu.” Radiasi tingkat tinggi ditemukan pada hasil panen, daging, dan sejumlah area yang bermil-mil jauhnya dari pabrik itu. Untuk menanggulangi racun tersebut, warga mulai menanam bunga matahari, tumbuhan yang diketahui dapat menyerap radiasi. Mereka menanam lebih dari dua ratus ribu benih, dan hasilnya, jutaan bunga matahari kini mekar di Fukushima.
Teladan Santo Nikolaus
Tokoh yang kita kenal sebagai Santo Nikolaus (atau Nikolas) lahir sekitar tahun 270 m di sebuah keluarga Yunani yang kaya. Orangtuanya meninggal dunia ketika ia masih kecil, lalu ia tinggal dengan paman yang mengasihinya dan mengajarinya untuk percaya kepada Allah. Ketika masih muda, menurut legenda, Nikolaus mendengar tentang tiga perempuan bersaudara yang tidak mempunyai mahar untuk menikah dan nyaris melarat. Didorong keinginan untuk mengikuti ajaran Tuhan Yesus tentang memberi kepada mereka yang membutuhkan, ia pun memberikan sekantong keping emas dari warisannya kepada masing-masing perempuan itu. Di sepanjang sisa hidupnya, Nikolaus mendonasikan seluruh uangnya untuk memberi makan orang miskin dan merawat sesama. Di kemudian hari, Nikolaus dikenang karena kemurahan hatinya, bahkan mengilhami tokoh yang sekarang kita kenal sebagai Sinterklas.
Mengenal Suara Gembala
Sewaktu kecil saya tinggal di sebuah peternakan di Tennessee dan kerap menghabiskan sore hari yang indah bersama seorang sahabat. Kami pergi menjelajahi hutan, menunggang kuda poni, mengunjungi arena rodeo, dan masuk ke lumbung untuk menonton para koboi melatih kuda mereka. Namun, setiap kali mendengar siulan ayah saya—suara jernih yang membelah angin dan bunyi-bunyian lainnya—saya akan segera menghentikan apa pun yang sedang saya lakukan dan pulang ke rumah. Sinyal yang diberikannya sangat jelas, dan saya tahu Ayah telah memanggil saya. Hingga beberapa dekade kemudian, saya masih mengenali suara siulan itu.
Menerjang Bahaya
Pada tahun 1892, seorang penderita kolera secara tidak sengaja menularkan penyakitnya melalui aliran Sungai Elbe di Hamburg, Jerman, ke seluruh pasokan air negeri itu. Hanya dalam beberapa minggu, sepuluh ribu warga meninggal dunia. Delapan tahun sebelumnya, Robert Koch, ahli mikrobiologi asal Jerman, sudah menemukan bahwa kolera ditularkan melalui air. Penemuan Koch tersebut mendorong para pejabat di kota-kota besar Eropa untuk berinvestasi dalam sistem penyaringan yang akan melindungi air di kota mereka. Namun, pemerintah kota Hamburg tidak melakukan apa-apa. Dengan alasan biaya dan ketidakpercayaan pada penemuan tadi, mereka mengabaikan peringatan-peringatan yang sangat jelas sementara bencana terus mengancam warga kota mereka.
Hikmat yang Kita Butuhkan
Dalam bukunya yang monumental, The Great Influenza, John M. Barry menceritakan epidemi flu yang terjadi pada tahun 1918. Barry mengungkapkan bahwa alih-alih terkejut, para petugas kesehatan telah mengantisipasi terjadinya penularan besar-besaran. Mereka khawatir bahwa dengan ratusan ribu tentara berdesak-desakan di dalam parit-parit dan bergerak melintasi perbatasan negara-negara, Perang Dunia I akan menyebarkan virus-virus baru. Akan tetapi, semua pengetahuan tersebut tidak dapat menghentikan kerusakan yang terjadi. Para penguasa terus saja menabuh genderang perang dan melaju menuju peperangan. Alhasil, para ahli epidemiologi memperkirakan bahwa lima puluh juta orang meninggal dunia dalam epidemi tersebut, di luar sekitar dua puluh juta jiwa yang gugur akibat keganasan perang.