“Ketika TUHAN mulai berbicara dengan perantaraan Hosea, berfirmanlah Ia kepada Hosea: “Pergilah, kawinilah seorang perempuan sundal dan peranakkanlah anak-anak sundal, karena negeri ini bersundal hebat dengan membelakangi TUHAN.” Maka pergilah ia dan mengawini Gomer binti Diblaim, lalu mengandunglah perempuan itu dan melahirkan baginya seorang anak laki-laki.” –Hosea 1:2-3
Seperti nabi-nabi lainnya, Hosea memulai kitabnya dengan memberitahukan kepada kita kapan saatnya ia menyampaikan firman Allah kepada bangsa Israel (Hosea 1:1). Latar belakang dari kitab ini terdapat di 2 Raja-Raja 14–20. Meski ditandai dengan kestabilan politik dan kemakmuran ekonomi, penyembahan berhala juga merajalela pada zaman itu. Perlahan tetapi pasti, kekaisaran Asyur yang kuat terus memperluas wilayah kekuasaannya hingga menuju ke perbatasan Israel.
Saat itu, pada pertengahan abad ke-8 SM, kerajaan Israel telah pecah menjadi dua. Baik Hosea maupun Amos memulai pelayanan mereka kepada Israel, Kerajaan Utara, pada waktu yang hampir bersamaan.
Hosea 1:2 muncul tiba-tiba dengan menggemparkan. Allah memerintahkan Hosea untuk pergi dan menikahi “seorang perempuan sundal” alias pelacur. Benarkah Allah memerintahkan hal seperti itu? Perzinahan termasuk salah satu yang dilarang dalam Sepuluh Perintah Allah. Perbuatan itu memalukan dan layak dihukum Allah. Namun di sini, utusan Allah justru diperintahkan-Nya untuk menikahi seorang perempuan bejat. Mengapa?
Perhatikan alasannya: “karena negeri ini bersundal hebat dengan membelakangi TUHAN” (ay. 2). Dengan kata lain, kepedihan yang akan dirasakan Hosea dari usahanya mencintai perempuan yang terus-menerus berselingkuh merupakan gambaran kepedihan yang dirasakan Allah dari usaha-Nya mengasihi umat yang terus-menerus mengejar “kekasih” atau allah lain.
Pernahkah Anda memikirkan bagaimana perasaan Allah terhadap Anda? Kita banyak membahas tentang apa yang Allah pikirkan dan katakan. Namun Hosea hendak memperlihatkan kepada kita perasaan Allah. Perasaan Allah begitu kuat terhadap umat-Nya. Ketika Perjanjian Baru berbicara tentang Kristus menebus dan menjadikan gereja sebagai mempelai-Nya, hal itu sejajar dengan tema dari Kitab Hosea. Allah begitu mengasihi kita, dan setiap kali kita bermain-main dengan dosa atau menggantikan Allah dengan sesuatu atau seseorang, kita sedang menyakiti Pribadi yang telah mengikatkan diri-Nya dengan kita.
Jadi, Kitab Hosea adalah kisah kasih.
Dengan taat, Hosea menikahi Gomer (ay. 3). Ia dipanggil Allah bukan semata-mata untuk menyampaikan firman, tetapi untuk menerapkan firman itu dalam kehidupan keluarganya sendiri. Ia akan merasakan pedih dan pilunya mencintai di saat cintanya itu tidak berbalas.
Kiranya kisah ini mengobarkan kembali kasih dan komitmen Anda kepada satu Pribadi istimewa yang mengasihi Anda.
Bapa Surgawi, sepanjang aku membaca kisah kasih ini, kobarkanlah kembali kasih dan komitmenku kepada-Mu. Dalam Kristus, yang telah mengasihi dan mengorbankan diri-Nya bagiku, aku berdoa. Amin.
Renungkan:
- Hosea tidak saja diperintahkan untuk menyampaikan firman Allah, tetapi juga harus menerapkannya di dalam kehidupan keluarganya. Dari perintah itu, pelajaran penting apa yang diajarkan kepada kita mengenai firman Allah dan Injil?
- Pelajaran penting apa yang diterima Hosea (dan juga bangsanya, melalui dirinya) mengenai hubungan Allah dengan umat-Nya? Mengapa kita juga perlu mempelajarinya?
(dikutip dari Teman Jelajah “Hosea” oleh David Gibb, diterbitkan oleh Duta Harapan Dunia)
Baca Juga:
Teman Jelajah “Hosea”
Alamilah kasih Allah yang tak pernah gagal memanggil kita kembali melalui kisah Hosea. Bacalah Teman Jelajah “Hosea” dan temukan inspirasi yang meneguhkan kasih dan komitmen Anda kepada-Nya!
Pelayanan Our Daily Bread Ministries di Indonesia didukung terutama oleh persembahan kasih dari para pembaca, baik individu maupun gereja di Indonesia sendiri, yang memampukan kami untuk terus membawa hikmat Alkitab yang mengubahkan hidup kepada banyak orang di dalam negeri.