Saya kira saya seorang penulis jempolan. Sejak sekolah dasar, penghargaan dan sertifikat yang saya dapatkan dari karya tulis saya berjejer di dinding kamar. Semua prestasi itu membuat saya bangga, bahkan tinggi hati.

Namun, ketika saya masuk perguruan tinggi, tulisan pertama saya di kelas menulis hanya meraih nilai rata-rata. Kemudian banyak nilai C, bahkan terlalu banyak. Lalu pada suatu hari di musim gugur yang kelabu, saya mendapat nilai F.

Saya mengerjap sambil menahan tangis. Dengan hancur hati, saya mencoba tenang dan terlihat baik-baik saja, tetapi pikiran saya menjerit pedih dan tidak percaya. Kebanggaan diri yang membawa pada kesombongan itu pun menjerat saya. “Jikalau keangkuhan tiba, tiba juga cemooh,” kata Amsal 11:2.

Pikiran saya kacau. Saya? Dapat nilai F? Lalu saya membaca catatan dari dosen saya. Karangannya tidak buruk, tulis beliau, tetapi saya mencantumkan fakta yang salah. Dalam penulisan berita, akibatnya fatal—dan otomatis diganjar nilai F.

Menyadari kesalahan itu, saya berterima kasih kepada sang dosen atas koreksi yang diberikannya. Keesokan harinya, saya mendatangi dosen lain dan meminta beliau mengulas kelemahan-kelemahan saya. Saya pun duduk diam sambil mempelajari contoh tulisan-tulisan lain yang “lebih baik” yang ditunjukkan beliau.

Saya dipanggil untuk memiliki kerendahan hati, suatu sifat yang mendatangkan hikmat tak ternilai (Ams. 11:2). Saat mencarinya, kita tahu bahwa kerendahan hati tidak berarti menjatuhkan harga diri kita, melainkan menempatkan kepentingan orang lain di atas kepentingan kita. Itulah yang diajarkan Yakobus: “Rendahkanlah dirimu di hadapan Tuhan, dan Ia akan meninggikan kamu“ (Yak. 4:10).

Mengambil sikap rendah hati tidak akan membuat kita rugi. Sebaliknya, kita justru menerima banyak manfaat. Itulah yang saya alami. Dengan menerima kekurangan saya dan mencari bantuan, karya tulis saya akhirnya mendapat nilai A. Yang jauh lebih berharga adalah saya mendapatkan pelajaran seumur hidup. Dengan kerendahan hati, hikmat pun hadir dalam hidup kita.

Patricia Raybon, Penulis Our Daily Bread


Saksikan Juga:

Memelihara taman memiliki banyak kesamaan dengan pertumbuhan rohani. Salah satu kesamaannya yang terbesar adalah sikap yang dibutuhkannya. Mari dengarkan apa kata Rasool Berry tentang arti pertumbuhan diri.

Ditulis dan disajikan oleh Rasool Berry.


Pelayanan Our Daily Bread Ministries di Indonesia didukung terutama oleh persembahan kasih dari para pembaca, baik individu maupun gereja di Indonesia sendiri, yang memampukan kami untuk terus membawa hikmat Alkitab yang mengubahkan hidup kepada banyak orang di dalam negeri.