Seperti suatu karya seni berharga yang diuji autentisitasnya, kita semua ingin dianggap autentik. Namun, sebagai orang percaya, adakalanya kita merasakan tekanan untuk menyembunyikan sisi-sisi hidup kita yang tidak sempurna. Mempraktikkan autentisitas dalam perkataan dan perbuatan kita diawali dari kesadaran bahwa kita membutuhkan pengampunan. Puncaknya, kita pun menerima diri kita apa adanya, karena sesungguhnya kelemahan kita dapat memuliakan anugerah Allah yang ajaib.

Apa saja yang dapat kita lakukan untuk mempraktikkan autentisitas sejati?

Mintalah agar Allah membukakan mata kita. Berdoalah seperti pemazmur, “Selidikilah aku, ya Allah, dan kenallah hatiku, . . . lihatlah, apakah jalanku serong” (Mzm. 139:23-24).

Tanggapilah dengan pertobatan dalam kerendahan hati. Ingatlah perumpamaan tentang orang Farisi dan pemungut cukai. Sementara orang Farisi itu memuji kesalehan dirinya sendiri, si pemungut cukai justru bertobat dan berkata, “Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini” (Luk. 18:13). Yesus berkata bahwa pemungut cukai itu pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah (ay. 14).

Bersukacitalah dalam kasih karunia Allah. Paulus bersaksi bahwa Allah berkata, “Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahan-lah kuasa-Ku menjadi sempurna” (2 Kor. 12:9). Mengakui kelemahan dan dosa kita akan mendorong kita mencari pengampunan Allah dan mengalami pembaruan yang menjadikan kita semakin serupa dengan Kristus oleh karya Roh Kudus. 

Bertekadlah untuk hidup jujur. Bersikaplah autentik di hadapan orang lain, meski persepsi mereka tentang kita akan berubah. Daripada berusaha menyenangkan orang, kita harus bertekad sejak awal untuk menyenangkan “Allah, yang menguji hati kita” (1 Tes. 2:4).

Dibutuhkan kerendahan hati untuk hidup secara autentik di dalam Yesus. Namun, dengan pertolongan-Nya, kita dapat memuliakan Dia dan orang lain akan melihat iman kita yang tulus dan autentik.

Karen Pimpo, penulis Our Daily Bread


Baca Juga:

Percaya Diri atau Rendah Diri?

Setiap orang sebenarnya mempunyai penilaian masing-masing yang diukur menurut kepercayaan dirinya. Namun, apakah dengan sekadar mengembangkan rasa percaya diri yang tinggi menjadi jawaban bagi yang rasa percaya dirinya rendah?


Pelayanan Our Daily Bread Ministries di Indonesia didukung terutama oleh persembahan kasih dari para pembaca, baik individu maupun gereja di Indonesia sendiri, yang memampukan kami untuk terus membawa hikmat Alkitab yang mengubahkan hidup kepada banyak orang di dalam negeri.