Disatukan oleh Yesus

Karya seni Grand Rapids Arch karya Andy Goldsworthy terletak di sisi sebuah jalan, seolah-olah terlihat sedang berjalan bersama para pengunjung. Sang seniman menciptakan lengkungan setinggi hampir 5,5 m dari 36 buah lempengan batu pasir Skotlandia tanpa menggunakan semen atau pasak. Batu-batu yang berbeda dan yang potongannya dicocokkan itu disusun menjulang pada kemiringan tertentu, kemudian ditopang oleh tekanan yang dihasilkan oleh batu kunci berbentuk baji agar tetap utuh dan tidak goyah. Batu kunci itu berperan penting untuk menjaga kesatuan seluruh bangunan, seperti halnya sebongkah batu penjuru.

Mencerminkan Yesus

Pada hari pertama dari pelatihan keterampilan wirausaha kepada para remaja, seorang murid berkata kepada Alan, “Bapak seorang Kristen, bukan? Saya bisa mengenalinya.” Alan belum pernah mengatakan dirinya seorang Kristen atau mengenakan kaos kaki serta dasi kesayangannya yang dihiasi dengan simbol-simbol rohani. Namun, anak remaja itu berkata bahwa ia melihat Yesus melalui perkataan, perbuatan, dan perilaku Alan. Mereka berdua kemudian membicarakan bagaimana mereka dapat mencerminkan Yesus dengan lebih baik di mana saja mereka berada.

Siap Berdoa

Sekawanan hiena telah mengepung seekor singa betina yang sedang sendirian. Ketika hewan-hewan buas itu menyerang, si singa berusaha melawan dengan sekuat tenaga. Setelah mati-matian menggigit, mencakar, menggeram, dan meraung dalam upaya untuk mengusir musuh, singa itu akhirnya terjatuh. Tepat saat kawanan hiena tersebut mengerubutinya, seekor singa betina lain datang menyelamatkannya dengan bantuan tiga ekor singa lainnya yang datang tidak lama setelah itu. Meski kalah jumlah, kucing-kucing besar tersebut berhasil memukul mundur para hiena yang akhirnya tercerai-berai. Kawanan singa betina itu lalu berjaga-jaga, sambil mengamati kondisi sekitar dalam antisipasi terhadap serangan berikutnya.

Damai Sejahtera dalam Kelepasan

Kayla mengerutkan keningnya saat ia memasukkan selembar kertas lagi ke dalam kotak yang sudah penuh, yang bertuliskan “Serahkan kepada Allah” pada keempat sisinya. Sambil menghela nafas dalam-dalam, ia memeriksa catatan-catatan doa yang pernah ia masukkan ke dalam kotak itu. “Aku membacanya keras-keras hampir setiap hari,” katanya kepada Chantel, temannya. “Bagaimana aku bisa yakin kalau Allah mendengarkanku?” Chantel menyerahkan Alkitabnya kepada Kayla, dan berkata: “Percayalah, Allah selalu memegang janji-Nya, dan lepaskan setiap doa yang sudah kamu tulis atau baca ke dalam tangan-Nya.”

Yesus: Segala-galanya bagi Kita

Dengan isyarat terakhir dari wasit, pegulat Kennedy Blades dinyatakan menang dan berhak lolos ke Olimpiade 2024. Ia menempelkan kedua telapak tangannya, mengangkat tangannya dan pandangannya ke atas, lalu memuji Allah. Seorang wartawan bertanya tentang perkembangannya selama tiga tahun terakhir. Atlet papan atas tersebut bahkan sama sekali tidak menyebut tentang latihan fisiknya. “Saya hanya mendekatkan diri dengan Tuhan Yesus,” katanya. Dengan mengakui Kristus sebagai Raja, Blades menyatakan bahwa Dia akan datang kembali dan mendorong orang lain untuk percaya juga kepada-Nya. “Dialah alasan utama saya mampu mencapai prestasi setinggi ini,” katanya. Dalam wawancara yang lain, ia dengan terbuka menyatakan bahwa Yesus adalah segalanya bagi dirinya, sekaligus sumber setiap hal yang baik dalam hidupnya.

Iman yang Tak Tergoyahkan

Ketika Dianne Dokko Kim dan suaminya mengetahui bahwa putra mereka didiagnosis menderita autisme, ia bergumul dengan kemungkinan bahwa putranya yang menyandang disabilitas kognitif itu mungkin akan hidup lebih lama daripada dirinya. Ia berseru kepada Allah: Bagaimana keadaannya jika tidak ada aku yang merawatnya? Kemudian, Allah menghadirkan orang-orang dewasa lainnya yang juga membesarkan anak-anak penyandang disabilitas. Allah memampukan Dianne untuk menyerahkan kepada-Nya rasa bersalah yang sering meliputi hatinya, perasaannya yang tidak berdaya, dan juga ketakutan yang dialaminya. Akhirnya, dalam bukunya Unbroken Faith, Dianne menawarkan pengharapan akan hadirnya “pemulihan rohani” kepada orang-orang dewasa lainnya yang membesarkan anak-anak difabel. Saat putranya memasuki usia dewasa, iman Dianne tetap terjaga. Ia percaya bahwa Allah akan selalu menjaga dirinya dan putranya.

Hidup dengan Iman yang Penuh

Ribuan orang di dunia mendoakan Shiloh, putra Sethie yang berusia 3 tahun, yang sudah terbaring berbulan-bulan di rumah sakit. Ketika para dokter mengatakan bahwa “otak Shiloh tidak menunjukkan aktivitas yang berarti,” Sethie menelepon saya. “Terkadang, aku khawatir kalau-kalau aku tidak hidup dengan iman yang penuh,” katanya. “Aku tahu Allah sanggup menyembuhkan Shiloh dan mengizinkannya pulang ke rumah bersama kami. Aku pun pasrah apabila Allah menyembuhkannya dengan cara membawanya pulang ke surga.” Untuk meyakinkannya bahwa Allah sungguh mengerti melebihi siapa pun juga, saya berkata: “Kamu sudah berserah kepada Allah. Itu iman yang penuh!” Beberapa hari kemudian, Allah memanggil pulang putranya yang terkasih ke surga. Meski bergumul dalam pedihnya kehilangan, Sethie bersyukur kepada Allah dan berterima kasih kepada orang-orang yang telah berdoa bagi mereka. Ia berkata, “Aku percaya Allah itu tetap baik dan Dia tetap Allah.”

Pengingat yang Berguna dari Roh

Suatu kali, saya diundang untuk bernyanyi sebelum dimulainya pertandingan olahraga yang diikuti oleh salah seorang putra saya. Meski sudah menghafal lirik lagu yang akan dinyanyikan, saya tetap berlatih menyanyikannya selama beberapa minggu. Hari itu, ketika saya berjalan menuju lapangan dengan kedua tim yang bertanding berbaris di kiri-kanan saya, saya menutup mata dan berdoa. Saya mulai dengan menyanyikan beberapa baris, tetapi kemudian saya terdiam dan mematung. Saya tidak bisa mengingat lirik lagu berikutnya. Lalu, seorang pria di belakang saya membisikkan kata-kata yang saya lupakan itu. Begitu mendengar pengingat yang berguna itu, saya langsung menyanyikan seluruh lagu itu dengan penuh percaya diri.

Milik Kepunyaan Allah

Saya pernah merawat sendiri ibu saya, dan pengalaman itu sangat melelahkan bagi kami berdua, baik dari segi emosional maupun fisik. Suatu waktu, saat kami mengunjungi sebuah pameran seni, saya menatap karya seni berupa dua perahu dayung dari kayu yang dipenuhi aneka kaca tiup berwarna-warni yang terinspirasi oleh umpan pancing dan rangkaian bunga khas Jepang. Karya yang diberi nama Ikebana and Float Boats itu terletak di depan dinding hitam pada permukaan yang reflektif. Bola-bola kaca yang berbintik-bintik, bertutul, dan bergaris menyerupai bola permen karet besar, ditumpuk-tumpuk di dalam sebuah perahu yang lebih kecil. Dari lambung pernah yang lain, beragam patung kaca yang panjang, melintir, dan melengkung membubung seperti api yang menyala-nyala. Dalam proses pembuatan kaca tiup itu, sang seniman membentuk setiap potongan kaca cair dengan menggunakan api yang memurnikan.