Septiana Iskandar

“Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti.” —Mazmur 46:2

Orang bilang tidak ada seorang pun yang bisa menjadi bijaksana atau tetap bijaksana dalam kondisi terisolasi. Benarkah demikian? Apa yang akan terjadi ketika kebutuhan manusia sebagai makhluk sosial yang memerlukan hubungan timbal balik dengan manusia lainnya tidak terpenuhi? Dapatkah seseorang tetap menjadi dirinya sendiri, atau bahkan semakin bijak ketika ia berada dalam kondisi terisolasi? Ataukah sebaliknya, seseorang justru kehilangan “kewarasan” karena banyaknya kesesakan yang dialami dalam isolasi?

Dalam masa pandemi ini banyak orang mengalami gangguan, bukan hanya secara finansial dan kesehatan, tetapi juga secara kerohanian dan mental. Persoalan yang dahulu sering muncul dalam relasi suami istri atau orang tua dengan anak semakin menguat ketika mereka semua terpaksa harus diam di rumah selama masa karantina.

Ada seorang istri kehilangan kendali ketika 7×24 jam melihat perilaku suaminya yang sangat pasif di rumah. Ia merasa lelah karena harus terus menerus mengingatkan suaminya bahkan untuk hal yang sepele sekalipun. Sebaliknya, sang suami berharap ketika ia di rumah saja maka istrinya perlu selalu melayani kebutuhannya. Suami ini bercerita bahwa dari segi penampilan istrinya terlihat baik, berbicara cukup santun di depan anak atau pembantu. Namun, ketika hanya berdua di kamar, sang istri berubah menjadi sangat dingin. Ia merasa sangat kesepian hingga tercetus pemikiran, “Apakah salah kalau saya punya keinginan untuk punya istri yang lain?”

Seorang ibu sempat mendapati suaminya kembali menggunakan narkoba ketika keluarga mereka mengalami kendala ekonomi yang tak kunjung membaik. Ada anak yang selama ini berseteru dengan ayahnya sekarang semakin tertekan karena selama di rumah kelakuan sang ayah semakin menjadi-jadi. Begitu tidak tahannya anak ini sempat ingin segera mengakhiri hidupnya.

Berapa Lama Lagi, Tuhan?

Terisolasi di rumah selama pandemi dapat membuat gangguan-gangguan yang semula sudah ada semakin mengental dan menjadikan seseorang kehilangan kewarasan. Hubungan dengan orang terdekat menjadi rusak karena emosi yang tak terkendali. Tenggelam dalam kesedihan yang mendalam dan depresi yang berkelanjutan membuat hidup seseorang berhenti berfungsi. Adakalanya kesesakan yang begitu besar mendesak seseorang kepada perbuatan-perbuatan yang melukai diri maupun orang lain.

Sebagai anak Tuhan, kita pun tidak lepas dari pergumulan tersebut. Ada di antara kita yang mulai kehilangan iman dan pengharapan. Ketika mencari Tuhan, konsep yang kita pahami tentang Allah sering kali bertentangan dengan kenyataan yang kita alami. Kita menemukan bahwa dalam situasi-situasi yang bergejolak, Allah seolah diam dan mengabaikan kita. Karena Allah seakan jauh dan tak terjangkau, kita berseru seperti Daud dalam Mazmur 13:2-3, ”Berapa lama lagi, TUHAN, Kau lupakan aku terus-menerus? Berapa lama lagi Kau sembunyikan wajah-Mu terhadap aku? Berapa lama lagi aku harus menaruh kekuatiran dalam diriku, dan bersedih hati sepanjang hari? Berapa lama lagi musuhku meninggikan diri atasku?”

Kesesakan memang terlihat tidak masuk akal bagi sebagian orang yang mempunyai pemahaman bahwa Tuhan memberkati orang yang taat dan menghukum mereka yang tidak taat. Dari firman-Nya, kita tahu bahwa kesesakan tidak selalu merupakan hukuman atas dosa pribadi. Kesesakan dan penderitaan adalah pengalaman siapa saja yang hidup dengan konsekuensi dari suatu dunia yang telah jatuh dalam dosa.

Jalan Keluar yang Sehat

Mazmur 46:2 berkata, “Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti”. Kita diingatkan bahwa Dia menawarkan kelegaan bagi setiap orang yang mengalami kesesakan. Hanya Allah Sumber Waras kita. Perlindungan disediakan-Nya bagi setiap jiwa yang didera ketakutan, kecemasan, dan perasaan tidak aman. Kekuatan ditambahkan-Nya kepada setiap hati yang lelah dan air mata yang tertumpah. Kesadaran baru diberikan-Nya agar orang yang bersandar kepada-Nya memperoleh jalan keluar yang lebih sehat daripada pilihan melarikan diri kepada hal-hal yang merugikan diri, seperti alkohol atau obat-obatan terlarang. Harapan akan masa depan dibukakan-Nya bagi setiap orang yang merasa berada di ujung tanduk.

Jalan keluar yang sehat juga disediakan Allah melalui komunitas orang percaya yang peduli maupun orang-orang yang dikaruniai talenta untuk menjadi konselor. Sebagai makhluk sosial, kita cenderung mencari orang lain untuk membicarakan kesesakan dan pergumulan kita supaya kita merasa tertolong dan mengalami kelegaan. Orang yang bergumul tersebut membutuhkan keberanian untuk membuka diri dan mempercayakan rahasia mereka yang terdalam kepada telinga dan mulut yang tepercaya. Dengan menceritakannya kepada orang yang tepat, reaksi maupun rasa sakit biasanya akan berkurang. Karena itu, gereja atau lembaga yang menyediakan layanan konseling dapat merekomendasikan orang-orang yang cukup bijak dan terlatih untuk memberikan pertolongan. Tujuannya adalah agar tercipta ruang yang nyaman dan aman kepada setiap individu yang mengalami kesesakan agar kembali mendapatkan kewarasan dan bertemu dengan Allah, Sumber Waras mereka.

Apabila Anda sedang berduka karena ditinggalkan orang-orang terkasih, mengalami depresi akibat turbulensi ekonomi, menghadapi konflik rumah tangga yang semakin meruncing, atau merasakan ketegangan dalam hubungan antara orangtua dan anak, jangan ragu mencari pertolongan. Kita patut bersyukur bahwa di masa pandemi yang berat ini, Allah menyediakan pertolongan-Nya bagi kewarasan kita. Teruslah berharap kepada Tuhan, Sumber Waras dan pertolongan kita yang sejati!

Doa:
Ya Tuhan, Allah Sumber Warasku, di tengah segala kesesakan yang kami hadapi, arahkanlah hati dan pikiran kami hanya kepada-Mu. Ketika kami kehilangan arah, tunjukkanlah jalan yang terang kepada kami. Ketika tubuh dan jiwa kami lelah, ingatkanlah kami akan rencana-Mu yang besar atas hidup kami. Berilah kami keberanian untuk melangkah dan menyambut tangan-tangan yang terulur untuk memulihkan hati kami yang terluka. Amin.

Septiana Iskandar adalah Executive Director dan konselor dari Lifespring Counseling and Care Center yang menangani konseling untuk individu, pasangan, dan keluarga. Gelar M.Th in Counseling didapatnya dari STT Reformed Indonesia.
Lifespring Counseling & Care Center tergabung dalam Asosiasi Konselor Kristen Indonesia (AKKI), perkumpulan konselor dan lembaga konseling Kristen dari seluruh Indonesia. Lifespring hadir untuk melayani orang-orang yang berada dalam kesesakan dan mungkin tidak tertangani oleh gereja. Informasi mengenai layanan yang diberikan Lifespring dapat dilihat di www.lifespringkonseling.com.

Tolong, Saya Sedang Stres!

Sejak awal tahun 2020, dunia menghadapi pandemi Covid-19 yang menyebabkan terhentinya sebagian besar aktivitas masyarakat di banyak negara, termasuk di Indonesia. Karena tidak ada yang tahu sampai kapan keadaan ini akan berlangsung, masa depan pun menjadi tidak pasti. Ketidakpastian itu mungkin membuat kita cemas bahkan stres. Baca dan teruskan materi ini kepada orang-orang di sekitar Anda, agar kita semua kembali diyakinkan bahwa ada penghiburan dan kepastian di dalam Tuhan.


Jika Anda diberkati melalui materi-materi ini dan ingin melihat lebih banyak orang diberkati, Anda dapat juga mendukung pelayanan kami.