Pdt. Bungaran Gultom

Sebuah bar. Lucero dengan wajah berlumuran darah berlutut di antara Maximo dan Mary yang menjepit tubuhnya yang lunglai dengan kedua kaki mereka setelah perkelahian yang brutal antara Maximo dan Lucero. Menggenggam sebilah pisau kecil, Mary dan Maximo siap menghujam jantung dan kepala Lucero. Penonton terkesiap. Beberapa detik setelah basa basi yang sumir, darah muncrat dari tubuh Lucero, mafia keji pembunuh putra Maximo tumbang. Penonton menghela nafas. Puas. Dendam terbayar lunas.

Film-film bergenre action memang dirancang untuk memuaskan imajinasi penonton tentang keadilan. Paling tidak, si penjahat yang kejam berakhir dengan cara yang diharapkan. Mati dengan cara yang sadis. Penonton pun menyukainya, karena mungkin dalam realitas, yang terjadi justru sebaliknya. Para penjahat dengan bebas melakukan kejahatannya dan tidak pernah sama sekali tersentuh hukum. Bahkan ada yang sampai mati pun tetap dihormati.

Barangkali harapan agar para pelaku kejahatan diganjar hukuman itulah yang membuat Yunus awalnya melarikan diri ke Tarsis, “jauh dari hadapan TUHAN” (Yunus 1:3). Bagi saya ini sebuah kalimat yang ironis, karena Daud pernah berkata, “Ke mana aku dapat pergi menjauhi roh-Mu, ke mana aku dapat lari dari hadapan-Mu?” (Mazmur 139:7). Lalu, mengapa Yunus melarikan diri jauh dari hadapan Tuhan? Ayat 2 mungkin bisa menjawab rasa penasaran kita: “Berserulah terhadap [Niniwe], karena kejahatannya telah sampai kepada-Ku,” perintah Tuhan kepadanya (Yunus 1:2). Bagaimana mungkin bangsa yang sedemikian kejam diberi kesempatan oleh Allah untuk bertobat? Bukan pertobatan yang Niniwe butuhkan, tetapi hukuman! Hukuman—kalau bisa sekejam mungkin. Hukuman—supaya bangsa tak bersunat itu tidak semena-mena, dan tahu siapa yang berkuasa: Allah Israel! Itu yang disebut sebagai menegakkan keadilan, dan Allah harus adil. Masakan Allah hendak mengasihani Niniwe? Mereka tidak butuh dikasihani. Mereka harus dihukum! Konsep keadilan apa yang Allah ingin tunjukkan dengan mengasihani bangsa yang jahat ini? Yunus tidak sanggup memahami permintaan Allah ini. Karena tidak sependapat dengan Allah, sang nabi pun melarikan diri.

Pengajaran tentang keadilan dan belas kasihan

Namun, tampaknya Allah ingin memberikan pengajaran khusus kepada hamba-Nya yang degil. Dia memperlihatkan kuasa-Nya dengan mengizinkan Yunus ditelan oleh seekor ikan besar. Ironis, ketika tiga hari berada dalam perut ikan itu, Yunus justru memohon belas kasihan Allah. Ia menyatakan, “Keselamatan adalah dari TUHAN!” (2:9). Allah pun berbelas kasihan dengan mendengar doa Yunus dan melepaskannya ke darat supaya akhirnya ia pergi ke Niniwe. Setelah sampai di Niniwe, Yunus menyampaikan sebuah khotbah, mungkin sebuah khotbah yang paling ringkas dalam sejarah: “Empat puluh hari lagi, maka Niniwe akan ditunggangbalikkan” (3:4). Hasilnya? Orang Niniwe percaya kepada pemberitaan Yunus dan berbalik dari perilaku mereka yang jahat. Melihat tanggapan mereka, Allah juga “berbalik dan menyesal serta berpaling dari murka-Nya yang bernyala-nyala itu, sehingga [orang Niniwe] tidak binasa” (3:9). Allah memperlihatkan belas kasihannya kepada bangsa Niniwe! 

Peristiwa yang menakjubkan, bukan? Mestinya. Namun, tidak bagi Yunus. Ia marah melihat belas kasihan Allah kepada bangsa Niniwe. Ia mengecam Allah yang bertindak dengan penuh belas kasih, panjang sabar, dan berlimpah kasih setia. Di penghujung kisah, terjadi adegan yang terlihat surealis ketika Yunus marah kepada Allah karena membiarkan sebatang pohon jarak, yang telah melindungi dirinya dari panas, mati oleh tiupan angin timur yang panas terik. Kemarahannya menjadi jalan masuk bagi Allah untuk menyingkapkan bagaimana sesungguhnya hati-Nya yang penuh belas kasihan, sesuatu yang sering kali sulit dikenali oleh mereka yang merasa pesimis terhadap dunia yang sudah rusak karena dosa ini. 

Keadilan atau belas kasihan?

Dalam Alkitab, Allah menyatakan diri sebagai Allah yang adil. Keadilan Allah itu nyata dalam segala perbuatan, hukum, bahkan penghukuman-Nya (1 Samuel 12:7; Mazmur 19:10-11; Roma 2:5). Namun, ketika penulis Alkitab berbicara tentang keadilan Allah, mereka sering menyandingkannya dengan kasih setia-Nya, sehingga dapat dilihat bagaimana keadilan Allah selalu berkelindan dengan kasih karunia dan rahmat-Nya yang kekal bagi manusia. Keadilan-Nya bukan didasarkan pada tekanan massa apalagi subjektifitas dan emosi sesaat. Dia berlaku adil kepada ciptaan-Nya (Yeremia 32:19). Hukuman bagi manusia yang berdosa merupakan ekspresi keadilan Allah atas ciptaan-Nya. Namun, sebagaimana dikemukakan oleh Kitab Suci, Allah sendiri menyediakan satu jalan bagi keadilan-Nya dipuaskan secara sempurna supaya manusia yang berdosa dapat diselamatkan, yaitu jalan kasih. 

Pertemuan antara kasih dan keadilan Allah yang paling nyata dijumpai dalam peristiwa salib.

Pertemuan antara kasih dan keadilan Allah yang paling nyata dijumpai dalam peristiwa salib. Roma 3:25-26 menyatakan, “Kristus Yesus telah ditentukan Allah menjadi jalan pendamaian karena iman, dalam darah-Nya. Hal ini dibuat-Nya untuk menunjukkan keadilan-Nya, karena Ia telah membiarkan dosa-dosa yang telah terjadi dahulu pada masa kesabaran-Nya. Maksud-Nya ialah untuk menunjukkan keadilan-Nya pada masa ini, supaya nyata, bahwa Ia benar dan juga membenarkan orang yang percaya kepada Yesus”. Itulah sebabnya keselamatan tersedia dan dapat diterima oleh mereka yang percaya kepada karya Kristus di kayu salib. “Kristus telah mati sekali untuk segala dosa kita, Ia yang benar untuk orang-orang yang tidak benar, supaya Ia membawa kita kepada Allah” (1 Petrus 3:18). Dengan demikian, bagi orang percaya, keadilan tidak boleh dilepaskan dari belas kasihan dan kasih.

Sebuah perenungan

Rasanya banyak dari kita yang pernah diperlakukan dengan tidak adil. Niat baik kita  dimanfaatkan, kita menderita perundungan, atau hak kita diinjak-injak oleh pihak yang berkuasa. Ada banyak kasus lain yang barangkali lebih sulit dan kompleks. Kita berdoa meminta Tuhan menolong kita dalam situasi tidak adil tersebut. Kita terus memohon, tetapi terkadang tidak ada jawaban. Seperti yang dialami oleh Yunus, Allah seolah lebih peduli kepada orang yang menyakiti kita ketimbang kita sebagai anak-anak-Nya. Jika demikian, apa yang mesti kita lakukan? 

Tidak ada jawaban mudah untuk pertanyaan ini. Kita semua merasa berhak diperlakukan dengan adil. Hanya saja, keadilan yang mutlak hanya ada pada Allah. Tidak seorang pun yang memahami bagaimana keadilan Allah bekerja dalam dunia yang telah jatuh dalam dosa. Alih-alih berharap keadilan ditegakkan sepenuhnya, kita didorong Allah untuk melakukan apa yang dapat kita lakukan—menunjukkan kasih, belas kasihan, dan kesabaran kepada mereka yang berbuat jahat atau memperlakukan kita dengan tidak adil. Dengan ini, kita meneladani Tuhan Yesus saat Dia disalibkan oleh mereka yang bahkan tidak mampu memperlihatkan kesalahan apa pun yang membuat-Nya pantas dihukum mati. Kepada Bapa, Yesus berdoa memohon pengampunan atas mereka (Lukas 23:34).

Itulah yang Allah inginkan saat kita mengalami ketidakadilan. Membalas kejahatan dengan kejahatan tidak serta merta akan mewujudkan keadilan. Hanya kasih yang mampu. Martin Luther King pernah mengatakan sebuah kalimat yang dapat meringkas pemikiran tentang kasih dan keadilan, “Gelap takkan mengusir gelap; hanya cahaya yang bisa melakukannya. Kebencian takkan mengusir kebencian; hanya kasih yang dapat melakukannya.”

Dengan mewujudkan kasih, kita mewujudkan keadilan.


Baca Juga:

Mengapa Hidup Begitu Tidak Adil?

Saat mengalami hari yang tidak menyenangkan, kita mungkin akan sependapat dengan orang-orang sinis yang mengatakan bahwa “meski melakukan perbuatan yang baik, tetap saja dihukum.” Saat kita merenung, kita mungkin mendapati hati kita sakit akibat kesenjangan dan ketidakadilan yang muncul dalam setiap lembar pengalaman hidup manusia.

Di manakah keadilan? Bagaimana kita dapat memiliki keyakinan kepada Allah jika kehidupan sepertinya lebih bermurah hati kepada mereka yang tidak mempedulikan-Nya?


Pelayanan Our Daily Bread Ministries di Indonesia didukung terutama oleh persembahan kasih dari para pembaca, baik individu maupun gereja di Indonesia sendiri, yang memampukan kami untuk terus membawa hikmat Alkitab yang mengubahkan hidup kepada banyak orang di dalam negeri.