Mencekam. Ratusan orang berlarian dan diliputi ketakutan. Senin, 23 September 2019 kerusuhan meletus di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua. Belasan korban jiwa melayang terutama warga pendatang. Kerusuhan itu meninggalkan duka mendalam.

Tetapi, seiring tangisan yang pecah di sana, Tuhan masih menyatakan kasih-Nya.

Di balik kerusuhan massal itu terdapat cerita mengharukan, para warga asli Wamena melindungi warga pendatang dari serbuan perusuh.

Mus Mulyadi, pria asal Sumatera Barat yang berdagang aneka macam kuliner menceritakan pengalamannya. Senin pagi sekitar pukul 08.00, 23 September, Mus telah menyiapkan sate padang, lontong sayur, dan gado-gado untuk dijual. Saat itulah kerusuhan mulai terjadi.

Mus bergegas membawa anaknya pulang. Saat itu ia melihat kantor Bupati dibakar, pom bensin pun tak luput dari amukan massa. Kerusuhan merembet ke Woma. Demikian kisah Mus kepada jurnalis Enggel Wolly yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Senin (30/09).

Dalam kondisi tegang itulah, Mus bersama keluarganya dan ratusan orang lain diselamatkan penduduk asli Wamena. Sejumlah warga pendatang dari Padang, Jawa, Makassar pun turut berkisah bagaimana mereka diselamatkan warga asli Wamena saat kerusuhan terjadi, setelah rumah mereka dibakar massa.

“Kita dua ratus lima puluh orang dibawa ke gereja, diungsikan, diselamatkan. Orang Padang, Jawa, Makassar dimasukkan ke gereja. Yang menyelamatkan asli orang Wamena. Mereka juga yang menjaga serta mengawal kami sepanjang hari itu,” kata Mus seperti yang dicatat R. Hutasoit, editor TribunNews.

Para pengungsi itu berlindung di Gereja Baptis Papua. Gereja itu digembalakan oleh Simet Yikwa. Sang gembala dan istrinya, Serina Kogoya, bersama Pdt. Erius Wenda dan anggota majelis Derpin Wenda dikabarkan bertaruh nyawa demi melindungi para pengungsi itu.

Cerita tentang perlindungan yang diberikan oleh gereja kepada para pengungsi korban kerusuhan di Wamena juga ditulis di laman Facebook Surga Kecil yang Jatuh ke Bumi.

Mus melanjutkan kisahnya, setelah kondisi kelihatannya aman, ia dan keluarganya mengungsi ke Komando Distrik Militer Jayawijaya. Mereka tinggal di sana satu malam, kemudian mengungsi ke Jayapura menggunakan pesawat maskapai Trigana.

Konflik horizontal di Wamena bagi Mus adalah sesuatu yang janggal. Sebab ia dan kebanyakan pendatang lain selama ini hidup berdampingan dan sangat rukun dengan masyarakat setempat. Bahkan, secara khusus dengan orang-orang Lembah Baliem Mus merasa sudah seperti keluarga sendiri.

Apapun atau siapapun penyebab kerusuhan itu, yang jelas Wamena telah bergolak. Ada banyak ratap tangis terdengar di sana. Tetapi, kasih Tuhan nyata. Dia menyelamatkan para korban kerusuhan yang masih hidup melalui belas kasih penduduk asli.

Para penduduk asli itu tak melihat suku, agama, atau ras dari orang-orang yang mereka selamatkan dan lindungi. Penduduk asli yang menjadi pelayan jemaat di gereja itu mempertaruhkan nyawa mereka demi melindungi ratusan orang yang mereka tampung di tempat yang mereka anggap sebagai rumah Tuhan.

Kisah di atas mengingatkan kita bahwa penduduk asli Wamena benar-benar menghidupi semangat “kemanusiaan yang adil dan beradab.” Mereka tahu ada orang-orang pendatang yang menjadi sasaran amuk massa, dan mereka berdiri tegap memasang badan melindungi para pendatang itu di balik dinding gereja yang bisu.

Penduduk asli Wamena itu melihat para pendatang sebagai sesama manusia. Mereka melihat para pendatang itu juga sama-sama manusia yang diciptakan menurut citra Allah. Ketika mereka berlarian mencari perlindungan, para penduduk asli segera merangkul mereka.

Masih ada harapan bagi bangsa ini jika semangat Bhinneka Tunggal Ika masih ada di hati kita. Jika bela rasa dan solidaritas masih tersimpan di relung hati kita. Jika kita masih mau memanusiakan manusia sesama kita.

Masih ada harapan bagi bangsa ini jika anak-anak Tuhan mau menanggalkan dosa rasialisme dan membeda-bedakan suku dari hidup mereka. Sebab Yesus Kristus sendiri telah datang ke dunia untuk mati dan bangkit bagi segala macam suku bangsa, ras, dan bahasa (1Yoh. 2:2; Kis. 10:34; Rm. 2:11; Ef. 6:9)

Semoga Tuhan memulihkan Indonesia.