Penulis

Lihat Semua

Artikel oleh Alyson Kieda

Melangkah Maju dalam Iman

Pembicara tamu di gereja kami hari itu berbicara tentang hikmat dalam mempercayai Allah dan “melangkah masuk ke dalam sungai.” Ia bercerita tentang seorang pendeta yang mempercayai Allah dan memilih untuk menyampaikan kebenaran Alkitab dalam khotbahnya meski ada hukum baru yang berlaku di negerinya. Ia dijebloskan ke penjara selama 30 hari atas tuduhan telah menyampaikan ujaran kebencian. Namun, dalam proses banding, pengadilan memutuskan bahwa ia berhak memberikan penafsiran pribadi terhadap Alkitab dan mendorong orang lain untuk mengikutinya.

Pengalaman di Padang Gurun

Ketika baru menjadi orang percaya, saya pernah mengira bahwa saya akan bertemu Yesus dalam pengalaman-pengalaman “di puncak gunung”. Namun, pengalaman indah seperti itu jarang bertahan lama atau menghasilkan pertumbuhan. Penulis Lina AbuJamra berkata bahwa justru lewat pengalaman-pengalaman di padang gurun kita akan bertemu Allah dan mengalami pertumbuhan. Dalam buku pendalaman Alkitab yang berjudul Through the Desert, ia menulis, “Allah ingin menggunakan pengalaman-pengalaman di padang gurun kehidupan kita untuk menjadikan kita lebih kuat.” Ia melanjutkan, “Kebaikan Allah dimaksudkan untuk diterima di tengah penderitaan kita, bukan dibuktikan dengan tidak adanya penderitaan.”

Bergumul dengan Allah

Seorang teman lama mengirimkan sebuah pesan setelah suami saya meninggal dunia: “[Alan] adalah . . . seorang yang bergumul dengan Allah. Ia seorang Yakub sejati dan alasan kuat saya menjadi orang Kristen hari ini.” Tidak pernah terpikir oleh saya untuk membandingkan pergumulan Alan dengan tokoh Yakub dalam Alkitab, tetapi perbandingan itu sangat tepat. Sepanjang hidupnya, Alan bergumul dengan dirinya sendiri dan juga dengan Allah untuk mendapatkan jawaban. Ia mengasihi Allah tetapi adakalanya ia berjuang untuk memahami kebenaran bagaimana Dia sungguh mengasihinya, mengampuninya, dan mendengar doa-doanya. Meski begitu, kehidupannya dipenuhi berkat dan telah memberi dampak positif bagi banyak orang.

Sukacita dalam Memberi

Ketika putra kecil Keri kembali menjalani operasi distrofi otot, Keri ingin sejenak mengalihkan pikiran dari situasi keluarga yang dihadapinya dengan melakukan sesuatu bagi orang lain. Ia memutuskan untuk mengumpulkan beberapa pasang sepatu putranya yang sudah kekecilan tetapi masih layak pakai, lalu menyumbangkannya ke sebuah pelayanan. Pemberiannya itu mendorong sejumlah teman, anggota keluarga, bahkan tetangga untuk ikut serta, dan tak lama kemudian terkumpullah lebih dari 200 pasang sepatu untuk disumbangkan!

Beribadah Bersama di dalam Yesus

Ketika saya sedang menghadapi masa-masa penderitaan dan pergumulan emosional serta spiritual yang berkepanjangan karena beragam kesulitan hidup, mudah saja bagi saya untuk menarik diri dari gereja. (Bahkan adakalanya saya bertanya-tanya, untuk apa repot-repot ke gereja?) Namun, saya tetap terdorong untuk beribadah ke gereja setiap Minggu.

Kesengsaraan Kristus

Sebelum Jim Caviezel memerankan Yesus dalam film The Passion of the Christ (Kesengsaraan Kristus), sutradara Mel Gibson memperingatkannya bahwa peran tersebut sangat sulit dan bisa berdampak negatif bagi kariernya di Hollywood. Caviezel tetap mengambil peran tersebut, dengan berkata, “Kurasa kita harus tetap membuat film ini, meski sulit.”

Seruan untuk Berdoa

Abraham Lincoln pernah bercerita kepada seorang teman, “Betapa sering aku tergerak untuk bertelut dalam doa karena aku sangat merasakan tidak ada hal lain yang dapat kuandalkan.” Dalam masa Perang Saudara Amerika Serikat yang mengerikan, Presiden Lincoln tidak hanya sering meluangkan waktu untuk sungguh-sungguh berdoa, tetapi juga mengajak seluruh negeri untuk berdoa bersamanya. Pada tahun 1861, ia memproklamasikan “hari untuk merendahkan hati, berdoa, dan berpuasa”. Lincoln kembali melakukannya pada tahun 1863, dengan menyatakan, “Adalah kewajiban bagi negara-negara dan manusia untuk mengakui ketergantungan mereka pada kuasa Allah yang tak terbantahkan: untuk mengakui dosa dan pelanggaran mereka dengan penyesalan yang tulus, sekaligus dengan harapan yang pasti bahwa pertobatan sejati akan mendatangkan belas kasihan dan pengampunan [Allah].”

Mengatasi Masa-Masa Sulit

Anne hidup dalam kemiskinan dan penderitaan. Dua saudara kandungnya meninggal saat masih bayi. Pada usia lima tahun, Anne terserang penyakit mata yang membuatnya mengalami kebutaan parsial dan tidak dapat membaca serta menulis. Saat ia berumur delapan tahun, ibunya meninggal dunia karena tuberkulosis. Tidak lama kemudian, ayahnya yang kejam meninggalkan ketiga anaknya. Si bungsu dikirim untuk tinggal bersama kerabat, sementara Anne dan saudaranya, Jimmie, tinggal di sebuah rumah penampungan yang bobrok dan penuh sesak. Beberapa bulan kemudian, Jimmie meninggal.

Hasil yang Tak Ternilai

Selama tiga tahun, pada setiap hari sekolah, Colleen mengenakan kostum atau topeng yang berbeda-beda untuk menyambut anak-anaknya saat mereka turun dari bus sekolah. Hal itu menghibur semua penumpang—termasuk sopir bus: “Ia membuat anak-anak di bus saya sangat senang, sungguh luar biasa. Saya suka sekali.” Anak-anak Colleen juga setuju.