Menolak Hal-Hal yang “Berkilauan”
Suatu kali, dalam The Andy Griffith Show, acara TV dari era 1960-an, seorang pria memberi tahu Andy bahwa ia harus membiarkan putranya, Opie, memutuskan sendiri bagaimana ia ingin menjalani hidupnya. Andy tidak setuju. “Anda tidak dapat membiarkan anak muda mengambil keputusan sendiri. Ia akan menyambar benda berkilauan pertama yang dibungkus dengan pita mengilap di hadapannya. Lalu, ketika ia menyadari jebakan di balik benda itu, semuanya sudah terlambat. Gagasan-gagasan yang sesat selalu dikemas dengan sangat memikat sehingga sulit untuk meyakinkan mereka bahwa ada banyak hal yang mungkin lebih baik untuk jangka panjang.” Ia menyimpulkan bahwa penting bagi orangtua untuk memberi contoh perilaku yang benar dan membantu anak untuk “menampik godaan”.
Kebaikan-Kebaikan Kecil
Amanda bekerja sebagai perawat yang berkeliling ke beberapa panti jompo, dan ia sering membawa serta putrinya, Ruby, yang berusia sebelas tahun. Untuk mengisi waktu, Ruby menanyai para penghuni panti, “Kalau boleh meminta tiga hal, apa yang Anda inginkan?” Ia mencatat jawaban-jawaban mereka di buku catatannya. Menariknya, kebanyakan dari mereka menginginkan hal-hal sepele—seperti sosis Wina, pai cokelat, keju, alpukat. Jadi Ruby membuat akun pendanaan di GoFundMe untuk membantunya memenuhi keinginan sederhana para penghuni panti tersebut. Ketika Ruby membagikan benda-benda yang mereka inginkan itu, ia juga tidak lupa memeluk mereka. Katanya, “Aku benar-benar dikuatkan.”
Kesempatan untuk Bersinar
Pada bulan Maret 2020, ketika mengajak anjingnya berjalan-jalan di Central Park, New York, Whitney, seorang pensiunan pakar keuangan, melihat truk, tumpukan terpal, dan tenda-tenda putih yang dibubuhi tanda salib dan nama sebuah organisasi amal yang belum pernah didengarnya. Ketika ia tahu bahwa mereka sedang membangun rumah sakit darurat untuk penduduk New York yang terkena COVID-19, ia bertanya apakah ia boleh membantu. Selama berminggu-minggu, meski berbeda aliran keyakinan dan politik, ia dan keluarganya membantu semampu mereka. Whitney berkata, “Semua orang yang saya temui sangat baik.” Ia juga kagum saat mengetahui bahwa setiap orang di sana melayani dengan sukarela untuk “menolong kota kami saat kami sangat membutuhkannya.”
Menjadikan Saya yang Sekarang
Pada usia tujuh tahun, Thomas Edison tidak suka dan tidak berprestasi di sekolah. Setelah dikatai “bodoh” (terganggu pikirannya) oleh seorang guru, Thomas berlari pulang. Sehabis berbicara dengan guru tersebut keesokan harinya, ibunya yang lulusan sekolah guru memutuskan mengajari Thomas di rumah. Dengan kasih dan dorongan dari ibunya (dan karunia kepandaian luar biasa dari Allah), Thomas akhirnya menjadi penemu besar. Ia kemudian menulis, “Ibu sayalah yang menjadikan saya yang sekarang. Beliau begitu tulus, begitu yakin pada saya, dan saya merasa memiliki seseorang yang menjadi alasan saya hidup, seseorang yang tidak boleh saya kecewakan.”
Siapakah Yesus?
Siapakah Yesus menurut kebanyakan orang? Ada yang mengatakan Dia guru yang hebat, tetapi hanya manusia biasa. C. S. Lewis menulis, “Entah Orang ini dahulu, dan sekarang, memang Anak Allah, atau Dia orang gila atau bahkan lebih buruk dari itu. Anda bisa membungkam-Nya dan menyebut-Nya bodoh, Anda bisa meludahi-Nya dan membunuh-Nya sebagai setan, atau sebaliknya, Anda dapat tersungkur di kaki-Nya dan menyebut Dia Tuhan dan Allah, tetapi janganlah kita merendahkan Dia dengan omong kosong yang mengatakan Dia adalah guru manusiawi yang agung.” Perkataan terkenal dari buku Mere Christianity itu mengemukakan pandangan bahwa Yesus tidak mungkin menjadi nabi besar, jika Dia berpura-pura mengaku sebagai Allah. Hal tersebut benar-benar sesat.
Tidak Perlu Formula
Ketika Jen masih muda, seorang guru Sekolah Minggu yang berniat baik melatih anak-anak cara penginjilan. Mereka diajar untuk menghafal serangkaian ayat Alkitab dan langkah-langkah untuk mengabarkan Injil. Jen dan temannya mempraktikkan hal ini kepada seorang teman yang lain. Mereka gugup dan khawatir ada ayat atau langkah penting yang terlupakan. Jen tidak ingat persis apakah teman yang mereka datangi itu akhirnya bertobat, tetapi ia merasa hal itu tidak terjadi. Cara penginjilan tersebut tampaknya lebih mementingkan ketepatan formula ketimbang orang yang didekati.
Jangan Pernah Berkata “Tidak Bisa”
Jen terlahir tanpa kaki dan ditinggalkan begitu saja di rumah sakit. Namun, ia mengaku bahwa baginya diadopsi adalah berkat. “Aku ada di sini karena orang-orang yang telah mencurahkan hidupnya bagiku.” Keluarga angkatnya membantu Jen untuk melihat bahwa ia “dilahirkan seperti itu karena suatu alasan”. Mereka membesarkan Jen dengan sikap “jangan pernah berkata ‘tidak bisa’”, dan mendorong Jen untuk mengejar semua cita-citanya, termasuk menjadi pemain akrobat udara yang ulung! Jen menyikapi tantangan-tantangan yang ditemuinya dengan pertanyaan, “Bagaimana aku dapat mengatasi ini?” dan memotivasi orang lain untuk melakukan yang sama.
Gelap dan Terang
Di ruang pengadilan, saya menyaksikan beberapa contoh kebobrokan dunia kita saat ini: anak yang terasing dari ibunya; suami-istri yang sudah kehilangan cinta mula-mula dan sekarang saling bermusuhan; suami yang ingin rujuk dengan istri dan berkumpul lagi dengan anak-anaknya. Mereka sangat membutuhkan hati yang diubahkan, luka yang disembuhkan, dan kasih Allah yang membawa kemenangan.
Pahlawan yang Gagah Berani
Diet Eman adalah seorang pemudi biasa yang pemalu asal Belanda. Ia sedang menikmati pekerjaan dan waktunya bersama keluarga serta teman-temannya ketika pasukan Jerman menyerbu negaranya pada tahun 1940. Di kemudian hari, Diet menulis, “Ketika bahaya sudah di depan mata, sebenarnya aku terdorong untuk bertindak seperti burung unta yang menyembunyikan kepalanya di dalam pasir.” Meski demikian, Diet merasa Allah memanggilnya untuk melawan penindasan Jerman, termasuk mempertaruhkan nyawanya dengan mencarikan tempat-tempat persembunyian bagi orang-orang Yahudi dan kalangan lain yang diburu oleh Nazi. Wanita muda yang sederhana ini menjelma menjadi pahlawan yang gagah berani bagi Allah.