Pahlawan yang Gagah Berani
Diet Eman adalah seorang pemudi biasa yang pemalu asal Belanda. Ia sedang menikmati pekerjaan dan waktunya bersama keluarga serta teman-temannya ketika pasukan Jerman menyerbu negaranya pada tahun 1940. Di kemudian hari, Diet menulis, “Ketika bahaya sudah di depan mata, sebenarnya aku terdorong untuk bertindak seperti burung unta yang menyembunyikan kepalanya di dalam pasir.” Meski demikian, Diet merasa Allah memanggilnya untuk melawan penindasan Jerman, termasuk mempertaruhkan nyawanya dengan mencarikan tempat-tempat persembunyian bagi orang-orang Yahudi dan kalangan lain yang diburu oleh Nazi. Wanita muda yang sederhana ini menjelma menjadi pahlawan yang gagah berani bagi Allah.
Panggilan Baru
Casey, seorang pemimpin geng remaja dan para pengikutnya kerap membobol rumah dan mobil, merampok toko kelontong, dan berkelahi dengan geng-geng lain. Akhirnya, Casey ditangkap dan dihukum. Di dalam penjara, ia didaulat menjadi orang yang membagi-bagikan pisau buatan para narapidana bila terjadi keributan di penjara.
Dibawa Melewati Badai
Dalam perjalanan misi Alexander Duff yang pertama ke India pada tahun 1830, kapal yang ditumpangi misionaris asal Skotlandia tersebut karam diterjang badai di lepas pantai Afrika Selatan. Ia dan para penumpang lain berhasil mencapai sebuah pulau kecil dan terpencil; dan tak lama kemudian, salah seorang awak kapal menemukan Alkitab kepunyaan Duff terdampar di pantai. Ketika Alkitab itu sudah kering, Duff membacakan Mazmur 107 kepada rekan-rekannya yang selamat itu, dan mereka semua merasa dikuatkan. Akhirnya, setelah diselamatkan oleh kapal lain dan sekali lagi mengalami karam kapal, Duff pun sampai di India.
Bertumbuh dalam Kasih Karunia Allah
Pengkhotbah asal Inggris, Charles H. Spurgeon (1834–1892) bisa dikatakan menjalani kehidupan dengan “kecepatan tinggi.” Ia menjadi gembala gereja pada usia sembilan belas tahun—dan tak lama kemudian mulai berkhotbah di hadapan jemaat dalam jumlah besar. Ia menyunting sendiri semua khotbahnya, yang ketika dibukukan berjumlah enam puluh tiga jilid, menulis banyak buku tafsiran, buku-buku tentang doa, dan karya-karya lainnya. Ia pun biasa membaca enam judul buku dalam seminggu! Dalam salah satu khotbahnya, Spurgeon berkata, “Dosa tidak melakukan apa-apa adalah salah satu dosa terbesar, karenanya orang terseret kepada banyak dosa lain . . . Kemalasan sangatlah mengerikan! Kiranya kita dijauhkan Allah dari kemalasan!”
Api yang Berkobar
Ketika dua petugas pemadam kebakaran yang kelelahan dan berlumuran jelaga mampir di sebuah restoran untuk sarapan, seorang pramusaji mengenali mereka dari siaran berita yang baru saja ditontonnya dan menyadari bahwa keduanya baru saja bertugas semalaman memadamkan api yang membakar sebuah gudang. Untuk menunjukkan penghargaannya kepada mereka, pramusaji itu menulis pada kertas tanda terima, “Sarapannya sudah saya bayar. Terima kasih . . . untuk pelayanan Anda berdua yang dengan gagah berani masuk ke tempat-tempat yang dijauhi orang . . . Api yang berkobar tak menciutkan keberanian Anda berdua, dan itu sungguh patut diteladani.”
Allah Sumber Segala Penghiburan
Seekor anak kucing yang diberi nama Radamenes pernah dilepas pemiliknya di tempat penampungan hewan, karena kondisinya yang sakit dianggap sudah tidak bisa dipulihkan lagi. Namun, anak kucing itu berhasil dirawat sampai sembuh dan diadopsi oleh dokter hewan yang merawatnya. Ia kemudian menjadi penghuni tetap di tempat penampungan hewan tersebut dan sekarang menghabiskan hari-harinya “menghibur” para kucing dan anjing—yang baru saja dioperasi atau dalam masa pemulihan setelah sakit—melalui kehadirannya yang hangat dan dengkuran lembutnya.
Di Taman Sepi
Mendiang ayah saya senang menyanyikan lagu-lagu himne dari masa silam. Salah satu himne favoritnya adalah “Waktu Fajar di Taman Sepi” (judul dalam Pelengkap Kidung Jemaat No. 246). Beberapa tahun lalu, kami menyanyikannya dalam kebaktian pemakaman beliau. Refrainnya sederhana tetapi begitu indah: “Dan suara Yesus memanggilku, bergembiralah hatiku! Sungguh indah persekutuanku bersama dengan Yesus.” Pujian itu memberikan sukacita bagi ayah saya, dan juga bagi saya.
Lihat Aku!
“Lihat aku menari seperti putri, Nek!” seru cucu perempuan saya yang berumur tiga tahun seraya berlari mengelilingi halaman pondok kami dengan senyum lebar tersungging di wajahnya. “Tarian” cucu saya membuat kami semua yang menontonnya tersenyum. Meskipun ia mendengar kakak laki-lakinya menggerutu, “Ah, itu bukan menari, cuma lari-lari,” hal itu tidak memadamkan sukacitanya karena bisa berlibur bersama keluarga.
Mengirim Pesan SOS
Ketika seorang pemukim di wilayah pegunungan Alaska kehilangan pondoknya karena kebakaran, ia pun hidup terlantar tanpa tempat berlindung yang memadai dan perbekalan yang cukup di negara bagian terdingin di Amerika Serikat—di tengah musim dingin yang membeku. Tiga minggu kemudian, lelaki tersebut akhirnya berhasil diselamatkan ketika sebuah pesawat terbang melintas di udara dan melihat tanda SOS (isyarat darurat) berukuran besar yang dibuatnya di salju dan dihitamkan dengan jelaga.