Penulis

Lihat Semua

Artikel oleh Amy Boucher Pye

Menjadi Bersih

Ketika membuka mesin pencuci piring kami, saya bingung dengan apa yang terjadi. Alih-alih melihat peralatan makan yang bersih berkilauan, saya malah mendapati piring dan gelas yang dipenuhi debu kapur. Saya bertanya-tanya, apakah air sumur di daerah kami yang kotor atau mesinnya yang rusak.

Siap Dituai

Di penghujung musim panas, kami berjalan-jalan di New Forest, Inggris. Dengan gembira, kami memetik buah beri hitam yang tumbuh di alam liar sambil melihat beberapa kuda bermain di sekitar kami. Sambil menikmati dompolan buah manis yang ditanam orang lain beberapa tahun sebelumnya, saya teringat ucapan Yesus kepada murid-murid Nya: “Aku mengutus kamu untuk menuai apa yang tidak kamu usahakan” (Yoh. 4:38).

Ketakutan atau Beriman

“Suami saya mendapat promosi untuk bekerja di negara lain, tetapi saya takut untuk meninggalkan rumah kami. Jadi dengan berat hati, ia menolak tawaran itu,” cerita seorang teman kepada saya. Ia menjelaskan bagaimana ketakutan karena perubahan besar semacam itu membuatnya kehilangan kesempatan untuk mengalami petualangan baru. Terkadang ia juga masih memikirkan peluang yang lepas dari tangan mereka karena memutuskan untuk tidak pindah.

Segala Sesuatu Ada Masanya

Saat dalam penerbangan baru-baru ini, saya melihat seorang ibu dan anak-anaknya yang duduk beberapa baris di depan saya. Sementara anaknya yang balita asyik bermain sendiri, sang ibu menatap mata bayinya yang baru lahir, tersenyum padanya, dan membelai pipinya. Sang bayi menatap balik ibunya dengan mata terbelalak penuh keheranan. Saya menikmati momen tersebut dengan sedikit sedih, karena teringat pada anak-anak saya sendiri pada usia tersebut dan masa-masa yang telah lalu.

Bertatap Muka

Meski saat ini dunia kita sudah terhubung secara elektronik dengan begitu luasnya, tetap saja tidak ada yang dapat mengalahkan kebersamaan yang dilakukan dengan tatap muka. Saat kita bertukar cerita dan tertawa bersama, tanpa disadari, kita bisa merasakan perasaan lawan bicara kita hanya dengan melihat mimik mereka. Para kerabat atau sahabat yang saling mengasihi tentu merasa senang sekali apabila mereka dapat bertemu dan bertatap muka.

Hari untuk Beristirahat

Pada suatu hari Minggu, saya berdiri di tepi aliran sungai yang bergemericik dan mengalir berkelok melintasi wilayah kami di London bagian utara. Saya menikmati keindahan sungai itu di tengah wilayah yang penuh dengan bangunan ini. Saya merasa begitu santai saat mendengar deru aliran air dan kicauan burung-burung. Saya pun terdiam sejenak untuk bersyukur kepada Tuhan karena Dia telah menolong kita mengalami keteduhan bagi jiwa kita.

Iman dalam Perbuatan

Ketika teman saya berkendara menuju ke pasar swalayan, ia melihat seorang wanita yang sedang berjalan di tepi jalan. Teman saya merasa bahwa ia perlu memutar balik mobilnya dan menawarkan tumpangan kepada wanita itu. Setelah melakukannya, hatinya tersentuh saat mendengarkan bahwa si wanita itu tidak punya cukup uang untuk naik bus sehingga ia harus pulang berjalan kaki sekian kilometer di bawah cuaca yang panas dan lembap. Tidak hanya menempuh perjalanan panjang untuk pulang, ia juga telah berjalan kaki berjam-jam pagi itu agar dapat tiba di tempat kerjanya pukul 04:00.

Ikatan Damai Sejahtera

Setelah saya mengirimkan e-mail kepada seorang teman tentang masalah yang membuat kami berbeda pendapat, ia tidak pernah membalasnya. Saya pun bertanya-tanya apakah sikap saya terlalu berlebihan. Saya tidak ingin memperkeruh suasana dengan terus mengusiknya, tetapi saya juga tidak ingin membiarkan masalah itu menggantung sebelum ia pergi ke luar negeri. Setiap kali bayangannya muncul di benak saya sepanjang hari-hari berikutnya, saya tergerak untuk berdoa baginya, meski tidak tahu lagi apa yang masih perlu saya lakukan. Pada suatu pagi ketika sedang berjalan-jalan di taman kota, saya melihatnya. Perasaan tidak senang tampak jelas di wajahnya saat ia memandang sekilas ke arah saya. Saya berdoa, “Terima kasih, Tuhan, sekarang aku bisa bicara dengannya,” sambil mendekati dan menyambutnya dengan senyuman. Kami pun berbicara apa adanya dan dapat menyelesaikan persoalan yang ada.

Damai Sejahtera yang Sempurna

Seorang sahabat menceritakan kepada saya bahwa selama bertahun-tahun ia mencari kedamaian dan kepuasan hati. Ia dan suaminya membangun usaha yang sukses sehingga mampu membeli rumah besar, pakaian mewah, dan perhiasan mahal. Namun, semua harta dan pertemanannya dengan orang-orang yang berpengaruh tidak juga memuaskan kerinduan hatinya akan kedamaian. Lalu suatu hari, ketika ia merasa terpuruk dan putus asa, seorang teman membawakannya kabar baik tentang Yesus Kristus. Pada saat itulah ia bertemu dengan Sang Raja Damai, dan pemahamannya tentang arti kedamaian dan kepuasan yang sejati pun berubah selamanya.