Penulis

Lihat Semua

Artikel oleh Amy Boucher Pye

Iman Timbul dari Pendengaran

Ketika Pendeta Bob mengalami cedera yang mempengaruhi suaranya, ia pun memasuki masa lima belas tahun yang penuh krisis dan depresi. Apa yang dapat dilakukan seorang pendeta yang tidak dapat berbicara? begitu pikirnya. Ia terus berkutat dengan pertanyaan itu, sambil mencurahkan kesedihan dan kebingungannya kepada Allah. Ia pun merenung, “Hanya satu yang aku tahu harus kulakukan—mencari firman Tuhan.” Setelah beberapa saat lamanya ia mengambil waktu membaca Alkitab, kasihnya kepada Allah semakin bertumbuh: “Saya telah menyerahkan hidup saya untuk menyerap dan memenuhi diri saya dengan Kitab Suci, karena iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Allah.”

Dikuatkan melalui Ujian

Kenangan itu muncul lagi saat saya melihat-lihat sejumlah amplop dan menemukan sebuah stiker yang bertuliskan “Saya sudah menjalani tes mata.” Saya membayangkan anak lelaki saya yang berusia empat tahun dengan bangga mengenakan stiker itu setelah dokter memberinya obat tetes mata yang perih. Karena otot mata yang lemah, ia harus mengenakan penutup pada matanya yang sehat selama berjam-jam setiap hari, supaya matanya yang lemah dipaksa untuk berkembang. Ia juga harus menjalani operasi. Satu per satu tantangan itu berhasil dilaluinya, bersama kami, orangtuanya, yang menghiburnya dan dengan iman yang bergantung penuh pada Allah. Kami melihat bagaimana tantangan-tantangan itu membuatnya semakin tahan banting.

Suka dan Duka

Keluarga Angela diliputi dukacita besar karena mereka harus menghadapi tiga peristiwa perkabungan hanya dalam kurun waktu empat minggu. Setelah kematian mendadak keponakan laki-lakinya, Angela dan dua saudara perempuannya duduk mengelilingi meja dapur selama tiga hari. Mereka hanya pergi dari situ ketika harus membeli guci abu, memesan makanan, dan menghadiri pemakaman. Di tengah perkabungan mereka atas kematian Mason, mereka juga bersukacita melihat foto-foto ultrasonografi dari janin dalam rahim adik perempuan bungsu mereka.

Kasih yang Lebih Besar

Hanya beberapa hari sebelum Pekan Suci, ketika umat Kristen di seluruh dunia mengenang pengorbanan Yesus dan merayakan kebangkitan-Nya, seorang teroris menyerbu sebuah supermarket di barat daya Prancis. Ia melepaskan tembakan dan membunuh dua orang. Setelah negosiasi, si teroris melepaskan semua sandera kecuali satu orang, dan menjadikannya sebagai tameng. Menyadari bahaya yang mengancam, petugas polisi Arnaud Beltrame melakukan hal yang tidak terbayangkan: mengajukan diri untuk menggantikan posisi wanita yang tersandera tadi. Si teroris pun melepaskan sang wanita, tetapi dalam pergumulan yang terjadi kemudian, Beltrame terluka dan tewas.

Oasis yang Menyegarkan

Ketika Andrew dan keluarganya bersafari di Kenya, mereka senang menonton beragam jenis binatang mendatangi sebuah danau kecil yang muncul di tengah-tengah padang gersang. Jerapah, wildebeest, kuda nil, dan unggas air mendatangi mata air yang memberi kehidupan itu. Sambil mengamati hewan-hewan yang datang dan pergi, Andrew membayangkan bahwa “Alkitab adalah bagaikan mata air ilahi”. Tidak hanya menjadi sumber pedoman dan hikmat, Alkitab juga merupakan oasis menyegarkan yang memuaskan dahaga orang-orang dari segala lapisan kehidupan.

Air Hidup

Kondisi keluarga Andrea sangat buruk, sehingga ia memutuskan kabur dari rumahnya pada usia empat belas tahun. Ia mencari pekerjaan dan menumpang di rumah teman-temannya. Karena merindukan kasih sayang dan penerimaan, ia pun sempat tinggal bersama seorang pria, yang kemudian memperkenalkannya pada narkoba. Namun, hubungannya dengan pria itu, serta minuman keras dan narkoba yang dikonsumsinya, tak dapat memuaskannya. Andrea terus mencari, hingga beberapa tahun kemudian bertemu dengan beberapa orang percaya yang dengan tulus melayani dan mendoakannya. Beberapa bulan kemudian, akhirnya ia bertemu dengan Pribadi yang dapat memuaskan dahaganya akan kasih sayang, yaitu Yesus sendiri.

Gembala yang Baik

Ketika Pendeta Warren mendengar bahwa seorang pria di gerejanya telah meninggalkan istri dan keluarganya, ia memohon kepada Allah agar menolongnya bertemu dengan pria tersebut dengan cara yang seolah-olah kebetulan supaya ia dapat berbicara dengannya. Lalu Allah mengabulkan doanya! Saat Warren memasuki sebuah restoran, ia melihat pria itu di meja di dekatnya. “Permisi, masih ada tempat untuk satu orang yang lapar?” tanyanya. Tak lama kemudian mereka pun berbagi cerita dan berdoa bersama.

Terlepas dari Gua Singa

Ketika Taher dan istrinya, Donya, percaya kepada Tuhan Yesus, mereka menyadari ancaman penganiayaan yang bisa mereka terima di negara asal mereka. Benar saja, suatu hari mata Taher ditutup, tangannya diborgol, dan ia dipenjara dengan tuduhan murtad. Sebelum diseret ke pengadilan, Taher dan Donya sepakat tidak akan mengkhianati Yesus. 

Sahabat Seumur Hidup

William Cowper (1731–1800), penyair asal Inggris, bersahabat dengan John Newton (1725–1807), pendetanya yang mantan pedagang budak. Cowper menderita gangguan depresi dan kecemasan, bahkan pernah mencoba bunuh diri lebih dari sekali. Manakala Newton mengunjunginya, mereka akan pergi berjalan-jalan sambil bercakap-cakap tentang Allah. Agar Cowper kembali berkreasi dan punya alasan untuk menulis puisi, sang pendeta terpikir untuk membuat buku nyanyian. Cowper pun menyumbangkan banyak lagu, termasuk “God Moves in a Mysterious Way” (Dengan Cara-Mu yang Ajaib, Nyanyian Rohani Methodist no. 135). Ketika Newton pindah ke gereja lain, persahabatannya dengan Cowper terus terjalin dan mereka berkorespondensi secara rutin hingga akhir hidup Cowper.