Karunia Pertobatan
“Tidak! Aku tidak melakukannya, Ma!” Jane mendengar penyangkalan putranya yang masih remaja itu dengan hati sedih, karena ia tahu putranya berbohong. Jane berdoa dalam hati, memohon pertolongan Allah sebelum kembali menanyai Simon tentang apa yang terjadi. Simon terus menyangkal dirinya berbohong, sampai akhirnya Jane menyerah dengan jengkel. Saat ia hendak melangkah pergi untuk menjernihkan pikirannya, tiba-tiba Simon menyentuh bahunya dan meminta maaf. Menanggapi teguran Roh Kudus, Simon pun bertobat.
Datang Menyembah
Saat lagu-lagu pujian dinaikkan dalam sebuah kebaktian antargenerasi, banyak anggota jemaat mengalami sukacita dan kedamaian. Namun, tidak demikian dengan seorang ibu yang kerepotan. Sambil mengayun-ayun bayinya yang hampir menangis dalam gendongan, ia memegangi buku nyanyian untuk anaknya yang berusia lima tahun, sambil berusaha menahan anak batitanya agar tidak kabur. Lalu seorang bapak tua yang duduk di belakangnya menawarkan diri untuk mengajak anak batita itu berjalan-jalan mengitari gereja, dan seorang wanita muda membantu memegangi buku nyanyian untuk si sulung. Dalam waktu dua menit saja, pengalaman si ibu berubah, sehingga ia dapat bernapas lega, memejamkan mata, dan menyembah Allah.
Kedutaan Allah
Ludmilla, seorang janda berusia 82 tahun, menyatakan rumahnya di Republik Ceko sebagai “Kedutaan Kerajaan Surga”. Ia berkata, “Rumahku adalah perluasan dari Kerajaan Kristus.” Ia menyambut siapa saja, baik teman maupun orang asing, yang sedang menderita dan membutuhkan penerimaan yang hangat. Ludmilla terkadang menyediakan bagi mereka makanan dan tempat tidur—selalu dengan semangat penuh belas kasih dan doa. Dengan mengandalkan karya Roh Kudus untuk menolongnya mengurus para tamu, Ludmilla bersukacita melihat cara Allah menjawab doa-doa mereka.
Sikap Rendah Hati
“Taruh tanganmu di belakang punggung. Kau akan baik-baik saja.” Itulah nasihat penuh kasih yang selalu diterima Jan dari suaminya sebelum ia berbicara di depan banyak orang. Ketika Jan tergoda untuk membuat orang terkesan atau berusaha mengendalikan situasi, ia akan mengambil sikap seperti itu karena itu membuatnya merasa siap mendengar dan menerima masukan. Ia menggunakannya sebagai pengingat untuk mengasihi mereka yang ada di hadapannya, bersikap rendah hati, dan siap menerima tuntunan Roh Kudus.
Firman dan Tahun Baru
Michellan tumbuh besar di Filipina dengan menghadapi banyak tantangan, tetapi ia selalu senang dengan kata-kata dan menemukan penghiburan dengan menikmatinya. Pada suatu hari di bangku kuliah, ia membaca pasal pertama Injil Yohanes, dan “hatinya yang keras tergerak.” Ia merasa seolah-olah seseorang berkata, “Ya, kamu menyukai kata-kata, dan tahukah kamu? Ada Firman Kekal, Pribadi yang . . . dapat mengenyahkan kegelapan, sekarang dan sampai selama-lamanya. Firman yang telah menjadi manusia. Firman yang dapat mengasihimu.”
Raja Damai
Ketika flu yang diderita John memburuk jadi radang paru-paru, ia pun harus dirawat di rumah sakit. Saat itu, di rumah sakit yang sama, ibunya juga dirawat karena kanker. Hati John begitu diliputi kekhawatiran tentang sang ibu dan kesehatannya sendiri. Pada suatu malam Natal, saat radio memutar lagu Malam Kudus, John diliputi perasaan damai yang mendalam dari Allah. Ia menyimak lirik lagu yang bercerita tentang kelahiran Sang Juruselamat: “Yang susah penat bersukacitalah, kar’na Raja mulia lahirlah!” Saat itu juga, kekhawatiran tentang dirinya dan ibunya pun sirna.
Suatu Kumpulan Besar
Kami semua berkumpul menghadiri kebaktian pernikahan hari itu dengan gembira. Meski tetap menjaga jarak karena pandemi COVID-19, kami menyambut baik kesempatan untuk merayakan pernikahan Gavin dan Tijana. Teman-teman kami asal Iran yang melek teknologi membantu menyiarkan acara ini kepada teman dan keluarga yang tersebar di Spanyol, Polandia, dan Serbia. Pendekatan kreatif ini membantu mengatasi kendala saat kami berbahagia merayakan janji pernikahan itu. Roh Allah mempersatukan kami dan memberi kami sukacita.
Nyanyikanlah Pujian kepada Allah
Kelembaban dan hawa panas menyelimuti kami yang mengikuti konferensi pemuridan yang berlangsung seminggu penuh pada suatu musim panas. Namun, di hari terakhir, cuaca berubah menjadi lebih sejuk. Karena bersyukur untuk cuaca tersebut dan karya Allah yang luar biasa, ratusan peserta konferensi pun menaikkan suara mereka memuji Allah. Banyak yang merasa leluasa untuk bernyanyi dengan sepenuh hati di hadapan Allah, memper-sembahkan hati, jiwa, raga, dan pikiran mereka kepada-Nya. Ketika memikirkan peristiwa yang terjadi beberapa puluh tahun lalu itu, saya kembali mengingat rasa takjub dan sukacita tulus yang kami alami saat memuji Allah.
Rencana Allah untuk Anda
Selama enam tahun, Agnes berusaha menjadikan dirinya “istri pendeta yang sempurna,” dengan cara meneladani ibu mertuanya yang ia sayangi (beliau juga istri pendeta). Ia mengira dalam perannya tersebut, ia tidak bisa lagi menjadi penulis dan pelukis, tetapi dengan mengubur kreativitasnya ia justru menjadi depresi dan sempat berpikir untuk bunuh diri. Keadaan Agnes baru membaik setelah seorang pendeta dari gereja lain menolongnya keluar dari masa-masa kelam, dengan berdoa bersamanya dan menugaskannya menulis sepanjang dua jam setiap pagi. Hal itu menyadarkannya pada apa yang ia sebut sebagai “tugas khusus”—panggilan yang dimaksudkan Allah atas dirinya. Ia menulis, “Bagiku, untuk benar-benar menjadi diriku sendiri—yang seutuhnya—setiap . . . aliran kreativitas yang Allah berikan kepadaku harus disalurkan.”