Penulis

Lihat Semua

Artikel oleh Amy Boucher Pye

Nyanyikanlah Pujian kepada Allah

Kelembaban dan hawa panas menyelimuti kami yang mengikuti konferensi pemuridan yang berlangsung seminggu penuh pada suatu musim panas. Namun, di hari terakhir, cuaca berubah menjadi lebih sejuk. Karena bersyukur untuk cuaca tersebut dan karya Allah yang luar biasa, ratusan peserta konferensi pun menaikkan suara mereka memuji Allah. Banyak yang merasa leluasa untuk bernyanyi dengan sepenuh hati di hadapan Allah, memper-sembahkan hati, jiwa, raga, dan pikiran mereka kepada-Nya. Ketika memikirkan peristiwa yang terjadi beberapa puluh tahun lalu itu, saya kembali mengingat rasa takjub dan sukacita tulus yang kami alami saat memuji Allah. 

Rencana Allah untuk Anda

Selama enam tahun, Agnes berusaha menjadikan dirinya “istri pendeta yang sempurna,” dengan cara meneladani ibu mertuanya yang ia sayangi (beliau juga istri pendeta). Ia mengira dalam perannya tersebut, ia tidak bisa lagi menjadi penulis dan pelukis, tetapi dengan mengubur kreativitasnya ia justru menjadi depresi dan sempat berpikir untuk bunuh diri. Keadaan Agnes baru membaik setelah seorang pendeta dari gereja lain menolongnya keluar dari masa-masa kelam, dengan berdoa bersamanya dan menugaskannya menulis sepanjang dua jam setiap pagi. Hal itu menyadarkannya pada apa yang ia sebut sebagai “tugas khusus”—panggilan yang dimaksudkan Allah atas dirinya. Ia menulis, “Bagiku, untuk benar-benar menjadi diriku sendiri—yang seutuhnya—setiap . . . aliran kreativitas yang Allah berikan kepadaku harus disalurkan.”

Sepenuhnya Yakin dalam Allah

Saya menulis sepucuk surat untuk masing-masing anak kami ketika mereka beranjak remaja. Dalam salah satu surat tersebut, saya berbicara tentang identitas orang percaya di dalam Kristus, sambil mengingat bagaimana dahulu pada masa remaja saya merasa minder dan tidak percaya diri. Saya harus belajar meyakini bahwa saya dikasihi Allah sebagai anak-Nya. Dalam surat itu saya menulis, “Mengenal siapa dirimu berarti mengenal Dia yang memilikimu.” Karena ketika kita mengerti bahwa Allah telah menciptakan kita dan kita berkomitmen untuk mengikuti-Nya, kita bisa menerima karya-Nya atas diri kita dengan yakin. Kita juga tahu bahwa Dia terus mengubah kita menjadi semakin serupa dengan-Nya dari hari ke hari.

Memberitakan tentang Yesus

Tak lama setelah percaya kepada Kristus, Dwight Moody (1837–1899) bertekad untuk tidak melewatkan satu hari pun tanpa memberitakan kabar baik dari Allah kepada setidak-tidaknya satu orang. Adakalanya pada hari-hari yang sibuk, ia baru teringat pada tekadnya itu di malam hari. Suatu malam, ia teringat ketika sudah terbaring di atas tempat tidurnya. Sambil berjalan keluar rumah, ia berpikir, Tidak akan ada orang yang keluar di tengah hujan lebat seperti ini. Namun, tiba-tiba ia melihat seorang laki-laki lewat di jalan. Moody cepat-cepat mendatangi orang itu dan minta izin menumpang di bawah payungnya agar tidak kehujanan. Setelah diizinkan, ia pun bertanya, “Apakah Anda mempunyai tempat berlindung di waktu badai? Bolehkah saya bercerita tentang Yesus kepada Anda?”

Mencari Pertolongan Allah

Selama lima tahun di penghujung abad ke-19, hama belalang menyerang Minnesota dan merusak tanaman pertanian. Para petani berusaha menjerat hewan-hewan itu dengan ter dan membakar lahan untuk memusnahkan telur-telurnya. Dalam keputusasaan dan terancam bahaya kelaparan, warga menyerukan agar dilakukan doa serentak di seluruh penjuru negara bagian untuk memohon pertolongan Allah. Gubernur pun menuruti seruan tersebut dan menetapkan tanggal 26 April sebagai hari doa bersama.

Rahasia Hidup Berkecukupan

Ketika Joni Eareckson Tada kembali ke rumah setelah mengalami kecelakaan saat berenang yang membuatnya lumpuh dari leher ke bawah, hidupnya berubah sama sekali. Pintu rumahnya menjadi terlalu sempit untuk dilewati dengan kursi roda dan wastafel menjadi terlalu tinggi untuk dipakai. Meski awalnya harus disuapi, Joni lalu memutuskan untuk belajar makan sendiri. Saat pertama kalinya ia mencoba mengangkat sendok khusus ke mulutnya dari belat penyangga lengannya, ia merasa malu karena saus apel di sendok itu tumpah ke bajunya. Namun, ia tidak menjadi putus asa. Ia berkata, “Rahasiaku adalah belajar mengandalkan Yesus dan berdoa, ‘Tuhan, tolonglah aku melakukannya!’” Sekarang ia dapat menggunakan sendok dengan baik. 

Membagikan Iman Kita

Ketika penulis dan penginjil Becky Pippert tinggal di Irlandia, ia rindu membagikan kabar baik tentang Yesus Kristus kepada Heather, perias kuku di sebuah salon yang sudah dua tahun dikunjunginya. Akan tetapi, Heather sepertinya tidak tertarik dengan urusan rohani. Karena merasa berat untuk memulai obrolan, Becky pun berdoa sebelum mengunjungi salon itu.

Milik-Nya yang Sah

Liz menangis bahagia ketika mereka memperoleh akta kelahiran dan paspor untuk anak mereka, sehingga adopsi yang mereka lakukan telah sah secara hukum. Sekarang Milena akan selalu menjadi anak mereka, dan selamanya menjadi anggota keluarga mereka. Saat merenungkan segala proses hukum itu, Liz teringat pada “pertukaran sejati” yang terjadi ketika kita menjadi anggota keluarga Yesus: “Kita tidak lagi terbelenggu oleh kelemahan dan dosa warisan kita,” melainkan secara sah masuk sepenuhnya ke dalam Kerajaan Allah ketika kita diangkat menjadi anak-anak-Nya.

Diam di dalam Hati Kita

Terkadang perkataan anak kecil dapat mengagetkan kita dan membawa kita kepada pengertian yang lebih mendalam tentang kebenaran Allah. Suatu malam ketika anak perempuan saya masih kecil, saya menceritakan kepadanya salah satu rahasia besar dari iman Kristen—bahwa Allah melalui Anak dan Roh Kudus-Nya tinggal di dalam diri anak-anak-Nya. Ketika saya menidurkannya, saya berkata bahwa Yesus hadir bersamanya dan di dalam dirinya. “Jadi Dia ada dalam perutku?” tanya anak saya, “Kamu tidak menelan-Nya sih,” jawab saya. “Tetapi Dia benar-benar berada di dalam dirimu.”