Penulis

Lihat Semua
Anne Cetas

Anne Cetas

Anne Cetas mulai menulis untuk buku renungan ini sejak tahun 2004 dan menjabat sebagai editor pengelola publikasi. Ia dan suaminya, Carl, suka bersepeda bersama, dan melayani sebagai mentor dalam suatu pelayanan perkotaan.

Artikel oleh Anne Cetas

Ke Mana Kita Bersandar?

Sungguh upacara pemakaman yang indah!” ujar Cindy saat kami berjalan pulang. Helen, sahabat kami, baru saja meninggal dunia. Sahabat-sahabatnya bergiliran mengenang dirinya dengan berbagi cerita tentang sifat Helen yang ceria. Namun kehidupan Helen tak hanya dihiasi canda dan tawa. Keponakannya menceritakan tentang iman Helen dalam Yesus dan kepeduliannya terhadap sesama. Keponakan itu pernah tinggal di rumah Helen saat ia masih muda dan menghadapi banyak masalah. Sekarang di usia duapuluhan, ia bercerita tentang Bibi Helen yang disayanginya, “Ia sudah seperti seorang ibu bagiku. Ia tak pernah meninggalkanku di masa-masa sulitku. Aku yakin, kalau bukan karena dirinya, aku mungkin telah kehilangan imanku.” Suatu pengaruh yang sangat dahsyat! Helen bersandar kepada Yesus dan rindu keponakannya dapat mempercayai Yesus juga.

Terlalu Berat Bagiku

Tuhan tak mungkin membebani kita lebih daripada yang dapat kita tanggung,” kata seseorang kepada seorang ayah yang baru saja kehilangan putranya yang berusia lima tahun karena kanker. Kata-kata tersebut dimaksudkan untuk menguatkan sang ayah, tetapi ternyata justru membuat ia tertekan dan menyebabkannya bertanya-tanya mengapa ia sama sekali tidak dapat “menanggung” rasa pedih dari kepergian putranya sendiri. Kepedihan itu begitu membebaninya, sehingga ia pun sulit bernapas. Ia menyadari bahwa kepedihan itu terlalu berat baginya dan ia sangat membutuhkan Allah untuk merengkuh dirinya erat-erat.

Indah Sekali!

Setelah pergi untuk suatu urusan bisnis, Terry ingin membeli oleh-oleh untuk anak-anaknya. Pegawai toko di bandara mengusulkan sejumlah barang yang mahal harganya. “Saya tak punya uang sebanyak itu sekarang,” katanya. “Saya perlu sesuatu yang tidak semahal itu.” Pegawai itu berusaha membujuk Terry untuk tidak membeli sesuatu yang murah. Namun Terry tahu bahwa anak-anaknya akan senang dengan apa pun yang diberikannya, karena itu datang dari hati yang mengasihi. Dan Terry memang benar, karena anak-anaknya menyukai hadiah yang dibawanya bagi mereka.

Pertemuan Tak Terduga

Drew, seorang anak muda yang penuh semangat, baru pertama kalinya memimpin pujian di sebuah gereja besar. Lois, anggota jemaat yang sudah lama beribadah di sana, ingin memberi Drew semangat. Namun Lois berpikir, tentu sulit untuk maju ke depan dan menemui Drew sebelum ia pergi. Lois lalu melihat bahwa ia dapat menyusup di antara kerumunan orang, dan ia pun berhasil menemui Drew dan berkata, “Aku senang melihat semangatmu dalam beribadah. Teruslah melayani-Nya!”

Apa Moto Hidup Anda?

Grug Crood, tokoh ayah dari satu keluarga penghuni gua dalam sebuah film animasi, percaya bahwa tidak ada tempat yang aman di luar gua tempat mereka tinggal. Maka setiap malam keluarga Grug akan berkumpul dan berhimpitan di dalam gua agar ia dapat melindungi mereka. Grug juga berpendapat bahwa jiwa petualang putri remajanya harus dihilangkan, karena itu hanya akan membawa-nya pada bahaya. Moto Grug untuk keluarga-nya adalah “Jangan pernah tidak takut” atau dengan kata lain, “Harus selalu takut”.

Bergumul Dengan Kecanduan

Eric sedang bergumul menghadapi kecanduan, dan ia menyadarinya. Para sahabat dan keluarga telah mendorongnya supaya berhenti. Ia tahu bahwa menghentikan kecanduannya adalah yang terbaik demi kesehatannya dan relasinya dengan sesama, tetapi ia merasa tidak berdaya. Ketika orang-orang menceritakan kepada Eric bagaimana mereka dapat berhenti dari kebiasaan buruk mereka, ia menjawab, “Aku senang kalian bisa berhenti, tetapi sepertinya aku takkan bisa berhenti! Andai saja aku tak tergoda sebelumnya. Aku ingin sekali Allah melenyapkan hasratku saat ini juga.”

Gandakan

Amy telah berjuang melawan kanker selama 5 tahun. Suatu hari dokter memberitahunya bahwa pengobatan yang dijalaninya tidak berhasil dan ia pun hanya mempunyai sisa waktu beberapa minggu untuk hidup. Karena rindu untuk mengerti beberapa hal dan mendapatkan jaminan mengenai kehidupan kekal, Amy bertanya kepada pendetanya, “Akan seperti apakah surga itu?”

Perjumpaan Abadi

Setelah menghabiskan waktu berlibur selama sepekan bersama putrinya dan Oliver, cucunya yang baru berumur 4 bulan, Kathy pun harus mengucapkan sampai jumpa lagi kepada mereka. Ia menuliskan suatu pesan kepada saya, katanya, “Pertemuan kembali yang indah seperti waktu itu membuat hatiku merindukan surga. Di sana, kita tak perlu berusaha menyimpan kenangan dalam benak kita. Di sana, kita tak perlu berharap agar pertemuan itu jangan cepat-cepat usai. Di sana, perjumpaan kita takkan pernah menjadi perpisahan. Surga akan menjadi ‘perjumpaan abadi’ dan aku tidak sabar ingin segera ke sana.” Kathy ingin sesering mungkin bermain bersama Oliver, cucu pertamanya itu! Ia bersyukur untuk waktu-waktu yang bisa ia habiskan bersama cucunya, dan juga untuk pengharapannya akan surga—tempat di mana masa-masa yang menyenangkan tidak akan pernah berakhir.

Hati Yang Mau Berdoa

Ketika bepergian dengan pesawat udara bersama anak-anaknya yang berusia 4 dan 2 tahun, seorang ibu muda berupaya membuat mereka sibuk supaya tidak mengganggu penumpang lain. Ketika suara pilot terdengar melalui interkom untuk suatu pengumuman, Catherine, putri yang termuda, menghentikan sejenak aktivitasnya dan menundukkan kepala. Saat pilot itu menyelesaikan pengumumannya, gadis kecil itu berbisik, “Amin.” Mungkin karena baru-baru ini pernah terjadi bencana alam, si gadis kecil itu mengira sang pilot sedang berdoa.