Kasih yang Rela Melayani
Setelah menyelesaikan penugasan di suatu negara beriklim tropis, Heidi dan Jeff kembali ke Amerika Serikat dan tinggal selama beberapa bulan tidak jauh dari keluarga mereka di Michigan. Karena mereka tiba tepat pada musim dingin, itulah kesempatan pertama bagi sebagian besar anak-anak mereka untuk melihat keindahan salju yang asli.
Mudah Lupa
Seorang wanita mengeluh kepada gembala gerejanya karena sang pendeta berulang kali mengatakan hal yang sama dalam khotbahnya. “Mengapa Anda melakukan itu?” tanyanya. Sang pendeta menjawab, “Karena orang mudah lupa.”
Kuat dan Teguh
Setiap malam menjelang tidur, Caleb kecil merasa takut pada kegelapan yang menyelimutinya. Keheningan di kamar tidurnya sesekali dipecahkan oleh suara berderik-derik dari rumah kayunya di Kosta Rika. Apalagi kemudian kelelawar-kelelawar di loteng semakin aktif bergerak di malam hari. Ibu Caleb membiarkan lampu meja di kamarnya tetap menyala sepanjang malam, tetapi itu belum cukup menyingkirkan ketakutan Caleb pada kegelapan. Suatu malam, ayah Caleb memasang ayat Alkitab di ujung tempat tidurnya. Bunyinya: “Kuatkan dan teguhkanlah hatimu. Janganlah kecut . . . sebab Tuhan, Allahmu, menyertai engkau” (Yos. 1:9). Caleb pun membaca ayat itu setiap malam—dan ia membiarkan tulisan berisi janji Tuhan itu terpasang di ujung tempat tidurnya sampai waktunya ia keluar dari rumah untuk berkuliah.
Tersesat
Karena tinggal dekat peternakan sapi, komedian Michael Yaconelli sempat memperhatikan bagaimana sapi cenderung berkelana ketika merumput. Seekor sapi akan terus bergerak untuk mencari “padang rumput yang lebih hijau”. Sapi tersebut bisa saja menemukan rumput segar di bawah keteduhan pohon pada pinggir tanah peternakan itu. Lalu, tepat di balik pagar yang sudah patah terdapat semak hijau yang terlihat enak. Sapi itu bisa berkelana lebih jauh melewati pagar dan sampai ke jalan. Begitu terus sampai akhirnya sapi itu tersesat.
Melepaskan
“Ayah Anda sudah melangkah menuju ajalnya,” kata perawat yang menanganinya. Istilah “melangkah menuju ajal” merujuk pada tahap akhir proses kematian, dan istilah baru yang asing bagi saya itu memberikan kesan seperti menyusuri jalan sunyi sepi tanpa ada jalan kembali. Di hari terakhir ayah kami, saya duduk bersama saudara perempuan saya di samping tempat tidurnya tanpa mengetahui apakah ia masih bisa mendengar kami. Kami mencium puncak kepalanya yang sudah tidak ditumbuhi rambut lagi. Kami membisikkan janji-janji Allah di telinganya. Kami menyanyikan lagu “Besar Setia-Mu” dan membacakan Mazmur 23. Kami mengatakan kepadanya bahwa kami menyayanginya dan berterima kasih kepadanya karena sudah menjadi ayah kami. Kami tahu, hatinya sudah rindu ingin segera berjumpa Yesus, dan kami katakan kepadanya bahwa ia boleh pergi. Mengucapkan kata-kata itu merupakan langkah pertama yang sangat menyakitkan dalam melepasnya pergi. Beberapa menit kemudian, ayah kami pun berpulang dan disambut dengan penuh kebahagiaan ke dalam rumahnya yang abadi.
Anak Kesayangan
Gerrits, adik ipar saya, tinggal hampir 2.000 kilometer jauhnya di wilayah pegunungan Colorado. Walau sudah tinggal berjauhan, ia selalu menjadi kesayangan keluarganya karena ia mempunyai selera humor yang tinggi dan juga baik hati. Sejak dahulu saudara-saudarinya sering bergurau tentang statusnya sebagai anak kesayangan ibu mereka. Beberapa tahun lalu, mereka menghadiahinya kaus oblong bertuliskan, “Aku Anak Emas Mama.” Meskipun gurauan antarsaudara seperti ini lucu, sesungguhnya sikap pilih kasih adalah hal yang tidak main-main.
Selaras Dengan Roh
Sambil mendengarkan teknisi piano menyelaraskan nada pada sebuah grand piano, saya teringat ketika piano tersebut pernah memainkan lagu-lagu megah seperti “Warsaw Concerto” dan melodi indah dari pujian “Sungguh Besar Kau Allahku.” Namun, sekarang alat musik itu benar-benar butuh disetem. Meski beberapa not yang masih tepat nadanya, ada not-not lain yang nadanya terlalu tinggi atau terlalu rendah, sehingga menghasilkan bunyi yang tidak enak didengar. Tugas teknisi piano bukanlah membuat semua tuts mengeluarkan bunyi yang sama, melainkan memastikan agar masing-masing not dengan bunyinya yang unik dapat menghasilkan perpaduan musik yang harmonis dan enak didengar ketika digabungkan dengan not-not lain.
Memikirkan Sukacita
Dalam buku koleksi wawancara Bill Shapiro yang berjudul What We Keep (Apa yang Kita Simpan), setiap orang bercerita tentang satu benda yang mereka anggap sangat penting dan membawa kesenangan hingga orang itu tidak mau berpisah darinya.
Bawalah yang Anda Punya
“Sup Batu” adalah sebuah dongeng lama dengan beragam versi yang bercerita tentang orang kelaparan yang datang ke sebuah desa, tetapi tidak ada yang bisa menyisihkan secuil pun makanan untuknya. Lalu, orang yang kelaparan itu memasukkan sebongkah batu ke dalam panci berisi air dan memasaknya. Karena penasaran, para penduduk desa memperhatikan orang itu mengaduk “sup” yang dimasaknya. Akhirnya, datang seseorang membawa dua butir kentang untuk ditambahkan ke dalam sup, lalu orang yang lain membawa beberapa batang wortel. Seorang lagi menambahkan sebutir bawang bombai, dan yang lain memasukkan segenggam jelai. Seorang petani menyumbangkan susu. Akhirnya, “sup batu” itu menjadi sup kental yang lezat.