Penulis

Lihat Semua
Cindy Hess Kasper

Cindy Hess Kasper

Cindy Hess Kasper telah melayani di RBC selama lebih dari 30 tahun, dimana kini ia menjadi wakil editor untuk renungan Our Daily Bread. Cindy adalah putri dari editor senior RBC, Clair Hess, yang darinya Cindy belajar untuk mencintai tulisan. Cindy dan suaminya, Tom, memiliki tiga anak dan tujuh cucu.

Artikel oleh Cindy Hess Kasper

Kebaikan yang Disengaja

Jessica, seorang ibu muda yang naik pesawat dengan anak-anaknya, mengalami kesulitan untuk menenangkan anak perempuannya yang berumur tiga tahun yang tiba-tiba menangis sambil menendang-nendang. Masalahnya bertambah ketika bayi laki-lakinya yang berusia empat bulan kelaparan dan mulai merengek.

Dosa yang Begitu Merintangi

Para prajurit yang berperang di hutan yang panas dan gerah bertahun-tahun lalu menghadapi masalah pelik. Tiba-tiba saja ada tanaman merambat berduri tajam yang dapat menempel pada badan dan peralatan para prajurit, sehingga mereka terjerat olehnya. Saat berusaha melepaskan diri, semakin banyak sulur-suluran tumbuhan itu yang akan membelit mereka. Para prajurit menjuluki tumbuhan ini “tunggu sebentar” karena, sekali terjerat dan tidak bisa berjalan maju, mereka akan berteriak kepada anggota tim yang lain, “Hei, tunggu sebentar, aku terjerat!”

Makan Lagi dan Lagi

Ketika Kerry dan Paul menikah, tidak ada dari mereka yang bisa memasak. Namun, suatu malam Kerry memutuskan untuk mencoba memasak spageti—ia memasak sangat banyak hingga malam berikutnya mereka berdua masih makan spageti. Pada hari ketiga, Paul menawarkan diri untuk memasak, menambah jumlah pasta dan saus, dengan harapan sisa spageti yang masih banyak itu bisa bertahan hingga akhir pekan. Namun, saat keduanya duduk untuk makan malam itu, Kerry mengakui, “Aku bosan sekali makan spageti terus.”

Kasih yang Melampaui Batas

Di musim panas tahun 2017, serangan Badai Harvey telah mengakibatkan kerugian besar berupa nyawa dan harta benda di daerah Pantai Teluk Amerika Serikat. Banyak orang yang terpanggil untuk menyediakan makanan, air, pakaian, dan tempat tinggal bagi para korban yang sangat membutuhkan bantuan.

Lepas dari Kebisingan

Beberapa tahun lalu, pimpinan sebuah kampus mengajak para mahasiswa untuk bergabung dalam kegiatan “mematikan gawai” pada suatu malam. Awalnya para mahasiswa merasa berat meninggalkan telepon genggam dan masuk ke kapel. Namun, mereka akhirnya bersedia dan selama satu jam, duduk diam dalam kebaktian yang diisi dengan musik dan doa. Sesudahnya, salah seorang mahasiswa menggambarkan pengalamannya itu sebagai “suatu kesempatan indah untuk menenangkan diri . . . untuk lepas dari segala kebisingan yang tidak perlu.”

Memberi Penghormatan

Pada awal dekade 1960-an, beberapa lukisan dengan gaya tidak lazim yang menampilkan orang atau binatang bermata besar dan memelas menjadi terkenal. Ada yang menganggapnya norak, ada pula yang menyukainya. Suami sang pelukis mempromosikan karya istrinya ke mana-mana hingga kehidupan pasangan itu bertambah makmur. Namun, tanda tangan sang seniman, Margaret Keane, tidak tampak pada hasil karyanya. Suami Margaret justru mengakui lukisan itu sebagai karyanya sendiri. Karena takut, Margaret tutup mulut tentang penipuan tersebut selama 20 tahun hingga perceraian mereka. Di dalam persidangan, mereka berdua harus adu lukis untuk membuktikan siapa pelukis aslinya.

Tempat Perlindungan yang Teguh

Pekerjaan pertama saya adalah menjadi pegawai sebuah restoran cepat saji. Pada suatu Sabtu malam, seorang pria datang ke restoran dan bertanya kapan saya selesai bekerja. Itu membuat saya merasa tidak nyaman. Ketika hari semakin larut, ia kembali memesan kentang goreng, lalu memesan minuman, sehingga manajer saya tidak bisa mengusirnya. Walaupun rumah saya tidak terlalu jauh, saya takut berjalan pulang sendirian melewati beberapa tempat parkir yang gelap dan jalan setapak yang melintasi sebuah lapangan. Akhirnya, pada tengah malam, saya masuk ke ruang kantor untuk menelepon.

Harta di Surga

S aat beranjak dewasa, saya dan kedua saudari saya suka duduk berdampingan di atas kotak kayu besar milik ibu saya. Ibu saya menyimpan baju-baju hangat dari bahan wol yang disulam atau dibordir oleh nenek saya di dalam kotak kayu itu. Ibu sangat menghargai isi kotak tersebut dan dan menggunakan bau wewangian kayu cemara untuk mengusir ngengat agar tidak merusak apa yang disimpan di dalam kotak itu.

Sampai Bertemu Lagi

Saya dan cucu saya, Allyssa, memiliki kebiasaan yang kami lakukan saat kami berpisah. Kami akan berpelukan dan berpura-pura menangis terisak-isak selama kurang lebih 20 detik. Lalu kami pun memisahkan diri sambil berkata dengan santai, “Sampai jumpa!” Terlepas dari kebiasaan konyol itu, kami berharap bahwa kami akan segera bertemu kembali.