Indahnya Adopsi
Film berjudul The Blind Side yang dirilis tahun 2009 menceritakan kisah nyata tentang seorang tunawisma remaja bernama Michael Oher. Sebuah keluarga mengajaknya tinggal di rumah mereka, membantunya mengatasi kesulitannya dalam belajar, dan menolongnya meraih prestasi dalam olahraga American football. Dalam salah satu adegan, keluarga tersebut mengajak Michael bicara tentang kemungkinan mereka mengadopsinya setelah ia tinggal bersama mereka selama beberapa bulan. Dengan tanggapan yang manis dan mengharukan, Michael berseru bahwa karena kebaikan yang telah diterimanya selama ini, ia merasa sudah menjadi bagian dari keluarga tersebut!
Yesus Damai Sejahtera Kita
Seorang biarawan bernama Telemachus menjalani hidupnya dengan damai, tetapi kematiannya di akhir abad ke-4 telah mengubah dunia. Saat mengunjungi kota Roma, Telemachus masuk ke dalam arena pertarungan gladiator yang brutal. Ia melompati tembok stadion dan mencoba menghentikan para gladiator yang berusaha saling membunuh. Namun, para penonton mengamuk dan merajam biarawan itu sampai mati. Meski demikian, Kaisar Honorius begitu tergerak oleh tindakan Telemachus hingga ia mengakhiri praktik pertarungan gladiator yang sudah berlangsung selama 500 tahun.
Dia Mendengar Kita
Presiden Amerika Serikat Franklin D. Roosevelt sering menerima banyak warga yang mengantre lama untuk menyalaminya di Gedung Putih. Konon, ia mengeluhkan bahwa tidak ada dari tamu-tamu itu yang mendengarkan perkataannya. Jadi, suatu kali Roosevelt memutuskan untuk melakukan eksperimen saat antrean dibuka. Kepada setiap orang yang lewat untuk bersalaman dengannya, ia berkata, “Tadi pagi saya membunuh nenek saya.” Para tamu menanggapi ucapannya dengan perkataan seperti, “Luar biasa! Lanjutkan, Pak. Tuhan memberkati.” Ucapannya baru terdengar saat Roosevelt menyalami tamu terakhirnya, seorang duta besar dari Bolivia. Terkejut sekaligus kebingungan, sang duta besar pun berbisik, “Saya yakin beliau pantas menerimanya.”
Mendengarkan Nasihat Bijaksana
Pada masa perang saudara di Amerika Serikat, Presiden Abraham Lincoln pernah ingin menyenangkan hati seorang politisi, sehingga ia mengeluarkan surat perintah pemindahan sejumlah resimen tertentu dalam Angkatan Bersenjata (pihak Utara). Menteri Pertahanan Edwin Stanton menerima surat perintah tersebut, tetapi ia menolak melaksanakannya. Stanton bahkan menyebut sang presiden bodoh. Mendengar perkataan Stanton, Lincoln pun berkata, “Kalau Stanton mengatakan saya bodoh, berarti saya memang bodoh, karena beliau biasanya benar. Saya akan menemuinya sendiri.” Setelah berdiskusi dengan menterinya, Lincoln langsung menyadari bahwa keputusannya salah besar dan seketika itu juga menarik surat perintahnya. Meskipun Stanton sempat menyebut Lincoln bodoh, sang presiden terbukti bijak karena ia tidak bersikeras mempertahankan pendapatnya. Sebaliknya Lincoln mendengarkan nasihat Stanton, mempertimbangkannya, lalu mengubah keputusannya.
Belajar dari Kebodohan
Seorang laki-laki masuk ke sebuah minimarket di Wollongong, Australia, menaruh selembar uang 20 dolar di meja kasir, dan minta ditukar dengan uang kecil. Ketika kasir membuka laci, laki-laki itu mengeluarkan pistol dan meminta semua uang di dalam laci diserahkan kepadanya. Kasir pun buru-buru memenuhi permintaannya. Laki-laki itu merenggut sejumlah uang dari kasir itu dan kabur, sambil meninggalkan uang 20 dolar di meja. Berapakah jumlah uang kas yang dibawanya lari dari kasir? Lima belas dolar.
Mengenal Bapa
Konon, konduktor asal Inggris, Sir Thomas Beecham pernah bertemu dengan seorang wanita berpenampilan terhormat di lobi sebuah hotel. Karena merasa kenal dengan wanita itu tetapi tidak mengingat namanya, Beecham menghampiri dan menyapanya. Ketika mereka sedang berbincang-bincang, samar-samar Beecham ingat kalau sang wanita memiliki seorang saudara laki-laki. Berharap bisa mendapatkan petunjuk yang lebih jelas, ia pun menanyakan kabar kakak wanita itu, dan apakah ia masih bekerja di tempat yang sama. “Oh, ia baik-baik saja,” jawab wanita itu. “Dan sampai sekarang masih menjadi raja.”
Dikuatkan oleh Kasih Karunia
Pada masa Perang Saudara di Amerika Serikat, ganjaran bagi tentara yang desersi adalah hukuman mati. Namun, pihak tentara Serikat jarang menghukum mati para desertir karena panglima tertinggi mereka, Presiden Abraham Lincoln, mengampuni hampir seluruh tentara itu. Sikap itu membuat marah Edwin Stanton, yang menjabat sebagai Menteri Perang, karena ia yakin bahwa kemurahan hati Lincoln justru akan membuat para tentara tergoda untuk desersi. Akan tetapi, Lincoln turut merasakan apa yang dialami para tentara yang kehilangan keberanian dan takluk kepada ketakutan mereka di tengah sengitnya medan pertempuran. Rasa empati itulah yang membuat dirinya disayang oleh para tentara. Mereka mengasihi “Bapak Abraham” dan kasih itu membuat mereka semakin bersemangat melayani Lincoln.