Pintu Perdamaian
Di Katedral St. Patrick di Dublin, Irlandia, ada sebuah pintu yang menceritakan sebuah peristiwa yang terjadi lima abad lalu. Pada tahun 1492, keluarga Butler dan FitzGerald bertengkar memperebutkan sebuah jabatan di daerah tersebut. Pertengkaran mereka semakin sengit, hingga membuat keluarga Butler mengungsi ke katedral tadi. Ketika keluarga FitzGerald datang untuk meminta perdamaian, keluarga Butler takut untuk membuka pintu. Akhirnya keluarga FitzGerald membuat lubang pada pintu dan pemimpinnya mengulurkan tangan ke dalam sebagai tanda perdamaian. Kedua keluarga itu pun berdamai, dari musuh menjadi teman.
Dia Menenangkan Badai
Jim dengan berapi-api menceritakan tentang permasalahan yang dihadapinya di kantor: perpecahan, sikap suka menghakimi, dan kesalahpahaman di antara rekan-rekan satu timnya. Setelah satu jam mendengarkan kekhawatirannya, saya menyarankan, “Mari kita bertanya kepada Tuhan Yesus apa yang Dia mau kita lakukan dalam situasi seperti ini.” Kami pun duduk diam selama lima menit, kemudian sesuatu yang luar biasa terjadi. Kami berdua merasakan damai sejahtera dari Allah turun menyelimuti kami. Kami merasa lebih tenang saat merasakan kehadiran dan tuntunan-Nya, sehingga kami merasa percaya diri untuk kembali menghadapi masalah yang ada.
Kesatuan
Pada tahun 1722, sekelompok kecil orang Kristen Moravia, yang hidup di wilayah yang sekarang menjadi Republik Ceko, berlindung dari penganiayaan dengan tinggal di tanah milik seorang bangsawan Jerman yang murah hati. Dalam tempo empat tahun, lebih dari 300 orang datang ke sana. Namun, alih-alih menjadi komunitas yang ideal bagi para pengungsi yang teraniaya, di tempat pengungsian itu justru timbul banyak perselisihan. Perspektif yang berbeda-beda tentang iman Kristen telah menimbulkan perpecahan. Yang mereka lakukan selanjutnya mungkin terlihat sepele, tetapi ternyata melahirkan kebangunan yang luar biasa: mereka mulai memusatkan perhatian pada apa yang mereka sepakati bersama dan bukan pada perbedaan yang ada. Hasilnya adalah kesatuan.
Rumah Baru Kita
Sebagai imigran pertama yang tiba di Amerika Serikat melalui Pulau Ellis pada tahun 1892, pastilah Annie Moore merasakan kegembiraan luar biasa saat membayangkan rumah dan awal yang baru. Jutaan orang lain akan melewati juga gerbang yang sama sesudah dirinya. Meski masih remaja, Annie telah meninggalkan kesulitan hidup di Irlandia dan memulai hidup baru di Amerika. Dengan hanya menjinjing sebuah tas kecil, ia datang dengan impian, harapan, dan keyakinan yang begitu besar akan suatu negeri yang penuh kesempatan.
Akankah Kau Kembali?
Pernikahan Ron dan Nancy berada di ujung tanduk. Nancy pernah selingkuh, tetapi kemudian mengakui dosanya kepada Allah. Ia tahu apa yang Tuhan mau ia lakukan, tetapi itu sangat sulit baginya. Akhirnya Nancy menceritakan hal yang sebenarnya kepada Ron. Alih-alih minta cerai, Ron memilih untuk memberi Nancy kesempatan agar ia dapat dipercaya kembali dengan menunjukkan bahwa dirinya telah berubah. Dengan cara yang ajaib, Allah memulihkan pernikahan mereka.
Setia dalam Tahanan
Haralan Popov tidak tahu apa yang akan terjadi kepada dirinya ketika bel pintu rumahnya berbunyi pada dini hari di tahun 1948. Tanpa peringatan apa pun, petugas polisi Bulgaria membawa dan menjebloskan Haralan ke penjara karena imannya. Ia harus mendekam di balik terali besi selama tiga belas tahun, dengan terus berdoa memohon kekuatan dan semangat. Meski mendapat perlakuan yang buruk, ia tahu Allah menyertainya. Haralan pun membagikan kabar baik tentang Yesus Kristus kepada para tahanan lain—dan banyak di antara mereka menjadi percaya.
Hanya Bocah Gelandangan
“Oh, hanya bocah gelandangan,” bisik seseorang dengan nada menghina ketika Rodney Smith berjalan ke depan kapel untuk menerima Kristus dalam sebuah kebaktian di tahun 1877. Tidak ada yang memperhitungkan anak remaja dari sepasang gelandangan yang tidak berpendidikan itu. Namun, Rodney tidak menggubrisnya. Ia yakin Allah memiliki tujuan atas hidupnya sehingga ia membeli sendiri Alkitab dan kamus bahasa Inggris, serta belajar membaca dan menulis secara mandiri. Ia pernah berkata, “Jalan kepada Yesus bukanlah melalui Cambridge, Harvard, Yale, atau lewat para pujangga. Hanya . . . melalui bukit kuno bernama Golgota.” Di luar perkiraan banyak orang, Rodney dipakai Allah dengan luar biasa sebagai penginjil yang membawa banyak jiwa percaya kepada Yesus di Inggris dan Amerika Serikat.
Seorang Pembimbing
Saat mendengar kata “mentor”, siapa yang terlintas dalam benak Anda? Bagi saya, itulah Pendeta Rich. Ia melihat potensi yang saya miliki dan menguatkan saya ketika saya merasa diri tidak mampu. Beliau memberi teladan kepemimpinan lewat pelayanan yang penuh kasih dan kerendahan hati. Saya pun kini melayani Tuhan dengan membimbing orang lain.
Kabar Baik untuk Diberitakan
“Siapa namamu?” tanya Arman, seorang mahasiswa asal Iran. Setelah saya memberi tahu bahwa nama saya Estera, wajahnya langsung berseri-seri dan ia berseru, “Wah, kita punya nama yang mirip! Dalam bahasa Farsi, nama saya adalah Setare.” Interaksi sederhana itu menjadi awal dari percakapan yang luar biasa. Saya menceritakan kepadanya bahwa saya diberi nama mengikuti salah seorang tokoh Alkitab, “Ester,” seorang ratu Yahudi di Persia (sekarang Iran). Dimulai dari kisah Ester, saya pun membagikan Kabar Baik tentang Yesus Kristus. Sebagai tindak lanjut dari percakapan kami, Arman mulai mengikuti kelas Alkitab mingguan untuk belajar lebih dalam tentang Kristus.