Penulis

Lihat Semua
Jennifer Benson Schuldt

Jennifer Benson Schuldt

Tulisan Jennifer Benson Schuldt pertama kali muncul di Our Daily Bread pada bulan September 2010. Ia juga menulis untuk buku renungan Our Daily Journey. Ia tinggal di pinggiran kota Chicago dengan suaminya, Bob, dan anak-anak mereka. Ia suka melukis, membaca puisi dan fiksi, dan berjalan-jalan bersama keluarganya.

Artikel oleh Jennifer Benson Schuldt

Meredakan Badai

Keponakan perempuan saya yang berusia tiga tahun mulai mengerti bahwa ia dapat mempercayai Yesus dalam situasi apa pun. Suatu malam, saat terjadi badai petir dan ia berdoa sebelum beranjak tidur, ia mengatupkan kedua tangannya, menutup matanya, dan berkata, “Tuhan Yesus, aku tahu Engkau beserta kami. Aku tahu Engkau sayang kami. Aku juga tahu badai ini bisa berhenti kalau Engkau menyuruhnya berhenti.”

Perubahan yang Dikerjakan Kristus

Ketika muncul bercak kulit tanda iritasi di dekat mata kiri saya, saya pun menggunakan riasan wajah untuk menutupinya. Dengan itu, saya bisa menyembunyikan masalah tersebut untuk sementara waktu. Namun, setelah beberapa waktu, bintik merah yang membengkak itu tidak kunjung hilang, dan saya pun tahu bahwa ini memerlukan pemeriksaan medis. Suatu pagi, sebelum bertemu dokter, saya terpikir untuk menutupinya dengan riasan wajah seperti biasa, tetapi akhirnya tidak jadi. Saya ingin dokter melihat masalahnya dengan jelas dan mengobatinya supaya sembuh.

Akhir yang Indah

Di suatu malam yang sejuk, saya bertemu dengan sejumlah teman di kawasan pusat kota. Kami sangat bersemangat untuk bersantap di sebuah restoran yang menyajikan penampilan musik jazz di luar ruangan, tetapi ketika kami tiba, teras restoran itu sudah penuh. Dengan kecewa, kami pun beranjak dari sana dan harus berjalan kaki beberapa blok untuk mencari tempat makan lain.

Allah, Tempat yang Aman

Pada suatu perjalanan di larut malam, setelah berkendara selama 15 jam, kami dikejutkan oleh peringatan tentang datangnya tornado. Peringatan itu memerintahkan kami untuk segera berlindung. Seolah diberi isyarat, petir pun menyambar di langit, dan angin kencang menghantam jendela mobil kami. Kami memacu kendaraan keluar dari jalan raya dan memarkirnya di dekat sebuah gedung hotel yang terbuat dari beton. Sambil berlari cepat-cepat ke dalam gedung, kami bersyukur dapat menemukan tempat perlindungan yang aman.

Terjerat

Tanaman semangka telah menguasai kebun saya. Sulur-sulurnya merambat melewati jalan setapak, memanjat pagar, dan yang paling parah, berusaha mencekik tanaman sayur yang saya sayangi. Saya tahu kebun itu tidak akan berkembang kalau saya tidak bertindak. Jadi, pada suatu sore saya turun tangan untuk mengurai sulur-sulur dari daun dan batang tanamannya. Ketika sulur-sulur tadi kembali tumbuh, saya harus terus memotongnya hingga tanaman sayuran saya akhirnya bertumbuh menghasilkan tomat yang padat dan paprika yang berkilat.

Tanpa atau Penuh Pengharapan

Setiap musim gugur, tanaman seperti ragweed (sejenis rumput liar) menimbulkan iritasi sinus pada anak saya. Suatu malam, gejalanya begitu parah sehingga saya memutuskan untuk membawanya ke dokter. Keluarga kami baru saja pulih dari masalah kesehatan yang serius selama berbulan-bulan, dan saya sangat berkecil hati sampai-sampai saya tidak ingin berdoa. Namun, suami saya menemukan secercah pengharapan di dalam semua yang telah kami lalui dengan pertolongan Allah. Ia pun berdoa memohon petunjuk. Tak lama kemudian, dengan bantuan obat-obatan, kondisi anak kami membaik.

Dibentuk oleh Allah

Sebagai seorang perajin tanah liat seumur hidupnya, Dan Les bekerja membuat bejana dan patung dekoratif. Rancangannya yang telah meraih sejumlah penghargaan terinspirasi dari kota tempat tinggalnya di Rumania. Perajin yang mempelajari keterampilannya dari sang ayah itu memberikan komentar berikut tentang pekerjaannya: “[Tanah liat perlu] difermentasi selama satu tahun, dibiarkan kehujanan, lalu membeku dan meleleh [supaya] . . . bisa dibentuk, dan kita pun merasakan dengan tangan bahwa tanah liat itu ‘mendengarkan’ kita.”

Rencana Kita dan Rencana Allah

Bertahun-tahun lalu, suami saya memutuskan untuk melakukan perjalanan ke Afrika bersama sekelompok anggota jemaatnya. Di saat-saat terakhir, rombongan itu ternyata batal melakukan perjalanan. Seluruh peserta sempat kecewa, tetapi uang yang telah mereka kumpulkan untuk tiket pesawat, biaya penginapan, dan makanan akhirnya disumbangkan kepada orang-orang yang semula ingin mereka kunjungi. Orang-orang itu kemudian memakai uang tersebut untuk membangun sebuah gedung yang menampung para korban kekerasan.

Menyingkirkan Beban

Di perguruan tinggi, saya mempelajari karya-karya William Shakespeare selama satu semester. Kelas tersebut menugaskan mahasiswa untuk membaca sebuah buku teks tebal berisi segala tulisan yang pernah Shakespeare hasilkan. Saya harus selalu membawa buku yang beratnya beberapa kilogram itu. Membawa beban seberat itu telah membuat punggung saya sakit dan pada akhirnya merusak pengait logam pada tas saya!