Penulis

Lihat Semua

Artikel oleh Karen Huang

Allah Takkan Melupakan Anda

Sewaktu kecil, saya senang mengoleksi prangko. Ketika Angkong (“kakek” dalam dialek Fukien) mengetahui hobi saya itu, beliau mulai mengumpulkan prangko dari surat-surat yang diterima kantornya setiap hari. Setiap kali saya mengunjungi kakek dan nenek saya, Angkong akan memberi saya selembar amplop penuh dengan prangko-prangko yang indah dan berwarna-warni. Beliau pernah berkata, “Meski selalu sibuk, Angkong tidak akan melupakanmu.”

Mempercayai Allah

Saya perlu mendapatkan dua jenis obat dengan segera. Satu untuk alergi yang diderita ibu saya, dan satu lagi untuk mengobati eksim keponakan saya. Penyakit yang mereka derita makin menjadi-jadi, tetapi obatnya tidak lagi tersedia di apotek. Karena putus asa dan tak berdaya, saya berdoa berulang-ulang, Tuhan, tolonglah mereka.

Berpegang Erat pada Yesus

Saat menaiki tangga kantor, tiba-tiba saya diserang rasa pusing yang sangat hebat. Tubuh saya lemas dan tangga seolah berputar. Dengan jantung yang berdebar kencang dan kaki yang tak berdaya, saya berpegangan pada birai tangga yang kukuh. Hasil tes medis kemudian menunjukkan bahwa saya menderita anemia. Meski penyebabnya tidak serius dan kondisi saya dapat diatasi, saya tidak akan pernah lupa betapa tidak berdayanya saya waktu itu.

Anda Dapat Mempercayai Allah

Ketika mata Mickey, kucing saya, terkena infeksi, saya perlu meneteskan obat ke matanya setiap hari. Begitu saya meletakkan Mickey pada meja rias di kamar mandi, ia akan duduk dan menatap saya dengan sorot mata ketakutan, sambil bersiap-siap menerima semprotan obat mata. “Anak manis,” bisik saya. Meski Mickey tidak mengerti apa yang saya lakukan, ia tidak pernah melarikan diri, mendesis, atau mencakar saya. Mickey justru semakin menempel ke tubuh saya, orang yang membuatnya menderita. Kucing saya tahu bahwa ia dapat mempercayai saya.

Sauh Pengharapan Kita

Saya mengangkat sebuah gambar yang memperlihatkan orang-orang yang tidur di bawah lembaran karton pada gang remang-remang. Lalu saya bertanya kepada murid-murid kelas enam di sekolah Minggu, “Apa yang mereka butuhkan?” “Makanan,” jawab seorang murid. “Uang,” kata yang lain. “Tempat berlindung,” kata seorang anak laki-laki. Lalu seorang gadis berkata: “Harapan.”

Lepaskanlah

Pemilik toko buku tempat Keith bekerja baru dua hari pergi berlibur, tetapi Keith sudah panik. Sebetulnya semua berjalan lancar, tetapi sebagai asisten toko, Keith khawatir tidak mampu mengawasi toko dengan baik. Dengan kalut ia mengatur segala sesuatu sampai ke hal-hal yang remeh.

Ketika Anda Letih

Saya duduk dan terdiam di penghujung hari, dengan laptop terbuka di hadapan saya. Seharusnya saya senang karena sudah menyelesaikan pekerjaan hari itu, tetapi perasaan saya tidak demikian. Saya letih. Bahu saya nyeri karena mencemaskan masalah pekerjaan, dan pikiran saya penat karena memikirkan sebuah hubungan yang sedang bermasalah. Saya ingin lari dari semua itu, dan berpikir ingin menonton TV saja malam itu.

Apa Tujuan Hidup Saya?

“Saya merasa begitu tidak berguna,” kata Harold. “Saya sudah duda dan pensiun. Sementara anak-anak sibuk dengan keluarga mereka masing-masing, saya menghabiskan hari demi hari yang sunyi dengan melamun.” Sering ia berkata kepada putrinya, “Ayah sudah tua dan sudah banyak makan asam garam. Tidak ada lagi yang kukejar dalam hidup ini. Allah boleh mengambil nyawaku kapan saja.”

Saat Anda Kesepian

Pada pukul 7 malam, Hui-Liang berada di dapur, menyantap nasi dan sisa bakso ikan. Keluarga Chua, tetangganya di apartemen sebelah, juga sedang makan malam, dan suara tawa serta percakapan mereka memecah kesunyian apartemen Hui-Liang, tempat ia tinggal seorang diri sejak istrinya meninggal dunia. Hui-Liang telah belajar hidup berdamai dengan perasaan sepi. Setelah beberapa tahun, kepedihan yang dirasakannya sudah terasa biasa saja. Namun, malam itu, melihat sebuah mangkuk dan sepasang sumpit di atas mejanya membuat hatinya kembali pedih.