Penulis

Lihat Semua

Artikel oleh Katara Patton

Jatuh Bangun Kehidupan

Facebook memunculkan sebuah kenangan berupa foto putri saya yang berusia lima tahun saat menang dalam permainan Ular Tangga yang seru. Saya menandai saudara-saudara saya dalam postingan tersebut karena kami sendiri sering bermain Ular Tangga sewaktu kanak-kanak dulu. Permainan yang telah dimainkan berabad-abad itu membantu orang belajar berhitung dan menyajikan keseruan dari usaha menaiki tangga-tangga supaya menang dengan tiba paling cepat di kotak nomor 100. Namun, jangan lengah! Jika Anda mendarat di kotak nomor 98, Anda akan meluncur jauh ke bawah sepanjang badan ular, sehingga terhadang—bahkan gagal—untuk meraih kemenangan.

Saling Membantu

Ketika tim bola basket Universitas Fairleigh Dickinson (FDU) bermain di suatu turnamen antarperguruan tinggi, para penggemar di tribun menyoraki tim yang tidak diunggulkan tersebut. Tim FDU diperkirakan tidak akan lolos dari babak pertama, tetapi ternyata mereka berhasil. Lalu mereka mendengar lagu mars kampus mereka menggelegar dari tribun, padahal mereka tidak membawa band sama sekali. Rupanya band Universitas Dayton telah mempelajari lagu mars FDU beberapa menit sebelum pertandingan. Meski bisa saja memainkan lagu-lagu yang sudah dikenal, band itu memilih mempelajari lagu mars tadi untuk menyemangati tim FDU dan juga sebuah tim lain.

Belajar dari Satu Sama Lain

Bertahun-tahun sebelum Zoom menjadi alat komunikasi yang mudah diakses, seorang teman pernah meminta saya menghubunginya dengan panggilan video untuk mendiskusikan sebuah pekerjaan. Membaca email saya, ia dapat merasakan kebingungan saya, jadi ia menyarankan agar saya mencari seorang remaja untuk mencari tahu caranya melakukan panggilan video.

Mengucap Syukur kepada Allah

Saat teman saya bergegas pulang dari pekerjaannya yang penuh tekanan di rumah sakit, ia terus memikirkan apa yang akan ia siapkan untuk makan malam sebelum suaminya pulang dari pekerjaannya yang juga sama beratnya. Ia sudah pernah memasak ayam pada hari Minggu dan menghidangkan sisanya di hari Senin. Lalu pada hari Selasa, lagi-lagi mereka makan ayam—kali ini dipanggang. Ia menemukan dua potong ikan dalam lemari es, tetapi ia tahu suaminya tidak terlalu suka makan ikan. Namun, karena tidak menemukan bahan lain yang dapat disiapkan dalam waktu singkat, ia memutuskan untuk memasak ikan itu.

Keindahan di Lahan Kosong

Suatu malam, saya melihat adanya lajur-lajur gundukan tanah yang berbaris rapi di lahan kosong dekat rumah. Setiap lajur berisi daun-daun hijau kecil dengan tunas muda yang menyembul keluar. Keesokan paginya, langkah saya terhenti ketika melihat sepetak tulip merah yang indah mulai bertumbuh di lahan kosong itu.

Mencabut Ilalang Kekhawatiran

Setelah menanam beberapa benih dalam sebuah pot di halaman belakang rumah, saya menunggu-nunggu untuk melihat hasilnya. Karena membaca bahwa benih-benih tersebut akan bertunas dalam 10 hingga 14 hari, saya jadi sering memeriksa keadaan saat menyirami tanahnya. Tak lama kemudian, saya melihat beberapa daun berwarna hijau menyembul dari tanah. Namun, kegembiraan saya langsung buyar ketika suami saya memberi tahu bahwa itu hanya ilalang. Ia mendorong saya untuk segera mencabut ilalang itu agar tidak mengimpit tanaman saya.

Keberanian dalam Kristus

Menjelang abad ke-20, Mary McDowell hidup dalam kondisi yang sangat jauh berbeda dengan tempat penyimpanan hewan ternak yang kumuh di kota Chicago. Meski rumahnya hanya berjarak tiga puluh dua kilometer dari tempat itu, Mary tidak tahu banyak mengenai buruknya kondisi kerja yang mendorong para pekerja di tempat penyimpanan hewan itu melakukan pemogokan. Namun, begitu Mary mengetahui kesulitan yang dihadapi para pekerja dan keluarga mereka, ia memutuskan untuk pindah dan tinggal di antara mereka, supaya dapat ikut memperjuangkan kondisi yang lebih baik. Ia melayani kebutuhan mereka, termasuk mengajar anak-anak di suatu sekolah yang diselenggarakan di bagian belakang sebuah toko kecil.

Digerakkan untuk Berdoa

Seorang rekan kerja pernah berkata bahwa kehidupan doanya bertumbuh pesat berkat manajer kami. Saya terkesan mendengarnya, mengira bahwa mungkin atasan kami yang berkarakter keras itu telah memberikan semacam dorongan rohani yang mempengaruhi cara rekan saya berdoa. Ternyata, dugaan saya salah. Rekan kerja yang juga sahabat saya itu lalu menjelaskan: “Setiap kali aku melihat ia muncul, aku langsung berdoa.” Waktu doanya bertambah karena ia jadi lebih sering berdoa sebelum berbicara dengan sang manajer. Ia menyadari bahwa ia memerlukan pertolongan Allah dalam hubungan kerja sama yang tidak mudah dengan manajernya. Keadaan itu mendorongnya untuk semakin sering berdoa.

Cepat untuk Mendengar

Jantung saya berdegup semakin kencang saat saya membuka mulut untuk menyangkal tuduhan seorang teman terhadap saya. Tidak seperti sangkaannya, apa yang saya unggah di media sosial itu tidak bersangkut paut dengan dirinya. Namun, sebelum menanggapi, saya membisikkan sebuah doa. Kemudian saya merasa lebih tenang dan mencoba menyimak ucapannya serta kepedihan di balik kata-katanya. Jelas bahwa masalah ini jauh lebih dalam daripada yang tampak di permukaan. Teman saya telah terluka, dan keinginan saya untuk membela diri pun lenyap. Saya memilih untuk menolongnya mengatasi kepedihan hatinya.