Digerakkan untuk Berdoa
Seorang rekan kerja pernah berkata bahwa kehidupan doanya bertumbuh pesat berkat manajer kami. Saya terkesan mendengarnya, mengira bahwa mungkin atasan kami yang berkarakter keras itu telah memberikan semacam dorongan rohani yang mempengaruhi cara rekan saya berdoa. Ternyata, dugaan saya salah. Rekan kerja yang juga sahabat saya itu lalu menjelaskan: “Setiap kali aku melihat ia muncul, aku langsung berdoa.” Waktu doanya bertambah karena ia jadi lebih sering berdoa sebelum berbicara dengan sang manajer. Ia menyadari bahwa ia memerlukan pertolongan Allah dalam hubungan kerja sama yang tidak mudah dengan manajernya. Keadaan itu mendorongnya untuk semakin sering berdoa.
Cepat untuk Mendengar
Jantung saya berdegup semakin kencang saat saya membuka mulut untuk menyangkal tuduhan seorang teman terhadap saya. Tidak seperti sangkaannya, apa yang saya unggah di media sosial itu tidak bersangkut paut dengan dirinya. Namun, sebelum menanggapi, saya membisikkan sebuah doa. Kemudian saya merasa lebih tenang dan mencoba menyimak ucapannya serta kepedihan di balik kata-katanya. Jelas bahwa masalah ini jauh lebih dalam daripada yang tampak di permukaan. Teman saya telah terluka, dan keinginan saya untuk membela diri pun lenyap. Saya memilih untuk menolongnya mengatasi kepedihan hatinya.
Hikmat Allah Menyelamatkan Jiwa
Saat melihat surat-surat seorang pelanggan semakin menumpuk, seorang tukang pos merasa prihatin. Ia tahu wanita lanjut usia itu tinggal seorang diri dan biasa mengambil suratnya setiap hari. Tukang pos itu pun membuat keputusan yang bijaksana dengan menceritakan keprihatinannya kepada salah seorang tetangga wanita itu. Tetangga itu kemudian memberi tahu tetangga lain yang mempunyai kunci cadangan rumah wanita itu. Keduanya memasuki rumah teman mereka dan menemukan wanita tua itu sedang tergeletak tak berdaya di lantai. Ia jatuh empat hari sebelumnya dan tidak dapat bangkit atau meminta pertolongan siapa-siapa. Hikmat, perhatian, dan keputusan si tukang pos untuk bertindak telah menyelamatkan jiwanya.
Melihat dengan Iman
Suatu pagi, saat sedang berjalan santai, saya melihat sinar matahari menerpa permukaan Danau Michigan dari sebuah sudut yang sempurna sehingga menciptakan pemandangan yang menakjubkan. Saya meminta teman saya untuk berhenti dan menunggu sebentar sembari saya memposisikan kamera untuk mengambil foto. Karena posisi matahari tadi, saya tidak dapat melihat layar ponsel saya sebelum memotret. Namun, karena pernah melakukan ini sebelumnya, saya merasa hasil fotonya nanti akan bagus. Saya mengatakan kepada teman saya, “Kita memang tidak bisa melihatnya sekarang, tapi hasil foto seperti ini pasti bagus.”
Sebuah Pilihan
Beberapa minggu setelah seorang teman dekat meninggal dunia, saya berkesempatan mengobrol dengan ibu mendiang. Saya sempat ragu untuk menanyakan kabarnya, tetapi karena beliau sedang berduka, saya pikir pertanyaan itu tidak patut. Namun, saya menyingkirkan keseganan saya dan mencoba bertanya tentang keadaannya. Ia menyahut: “Saya memilih sukacita.”
Allah Menghapus Dosa Kita
Pada tahun 1950-an, ada seorang ibu tunggal yang harus mencari nafkah dengan bekerja sebagai juru ketik. Namun, ia bukan juru ketik yang baik dan ada saja kesalahan yang dibuatnya. Ia berupaya mencari cara untuk menutupi kesalahannya dan akhirnya menciptakan cairan putih yang digunakan untuk menutupi kesalahan ketik, yang dikenal luas di sini sebagai Tipp-Ex. Setelah cairan itu mengering, orang dapat mengetik lagi di atasnya, seolah-olah tidak ada kesalahan.
Masker “Diberkati”
Ketika kewajiban untuk memakai masker pada masa pandemi dilonggarkan, saya sering lupa menyimpan masker untuk kebutuhan darurat—misalnya untuk digunakan saat berkunjung ke sekolah anak. Suatu hari, ketika perlu mengenakan masker, saya hanya menemukan selembar masker di mobil: masker yang selama ini selalu saya hindari untuk pakai, karena di depannya tertulis kata diberkati.
Iman Seorang Anak
Nenek angkat kami sempat terbaring di rumah sakit setelah beberapa kali terserang stroke. Para dokter tidak tahu pasti seberapa luas kerusakan otak yang dialaminya. Mereka harus menunggu sampai kondisi nenek kami sedikit membaik untuk menguji fungsi otaknya. Wanita berusia delapan puluh enam tahun itu hanya bisa mengucapkan beberapa kata, itu pun sedikit sekali yang dapat dimengerti. Namun, ketika nenek yang pernah mengasuh putri saya selama dua belas tahun itu melihat saya, beliau langsung membuka mulut dan bertanya: “Bagaimana Kayla?” Kata-kata pertama yang dilontarkannya kepada saya adalah tentang putri saya yang sangat ia sayangi.
Mengenakan Kerendahan Hati
Dalam sebuah episode acara televisi Undercover Boss, seorang CEO perusahaan waralaba es krim menyamar dengan mengenakan seragam kasir. Dengan mengenakan wig dan riasan untuk menyamarkan identitasnya, ia berpura-pura menjadi pegawai “baru” di salah satu toko waralabanya. Tujuannya adalah untuk melihat langsung cara kerja dapurnya sekaligus kenyataan yang terjadi di lapangan. Dari pengamatannya tersebut, ia dapat menyelesaikan beberapa masalah yang dihadapi toko tersebut.