Penulis

Lihat Semua

Artikel oleh Katara Patton

Makanan Baru Masak

Ayam panggang, buncis, spageti, roti. Pada suatu hari yang dingin di bulan Oktober, setidaknya lima puluh empat tunawisma menerima makanan baru masak yang disiapkan oleh seorang wanita yang merayakan ulang tahunnya yang kelima puluh empat. Tidak seperti kebiasaannya merayakan ulang tahun dengan makan-makan di restoran, sang wanita dan teman-temannya memutuskan untuk memasak dan membagikan makanan bagi para tunawisma di jalanan kota Chicago. Di media sosial, ia juga mendorong orang lain untuk melakukan perbuatan baik apa saja sebagai hadiah ulang tahun.

Tes Cermin

“Siapa itu yang di cermin?” tanya psikolog saat melakukan tes pengenalan diri pada anak-anak. Pada usia delapan belas bulan atau kurang, anak-anak biasanya tidak mengenali bayangan mereka sendiri di cermin. Namun, setelah lebih besar, mereka mengerti bahwa mereka sedang melihat diri sendiri di cermin. Mengenal diri adalah tanda penting dari pertumbuhan dan pendewasaan yang sehat.

Biarkan Terang Menyala

Sebuah iklan jaringan hotel menampilkan satu gedung kecil di tengah gelapnya malam. Tidak ada apa pun di sekitarnya. Satu-satunya cahaya berasal dari lampu kecil di dekat pintu serambi. Lampu itu cukup terang untuk menyinari tamu yang menaiki tangga gedung dan memasuki bangunan. Iklan itu diakhiri dengan ucapan, “Demi Anda, lampu kami selalu menyala.”

Berjalan Tanpa Beban

Seorang pria bernama James menempuh perjalanan menantang sejauh 2.000 km melintasi Pantai Barat Amerika Serikat dengan bersepeda dari Seattle, Washington, menuju San Diego, California. Seorang teman saya bertemu pesepeda ambisius itu dekat tebing Big Sur yang berjarak 1.500 km dari titik awal perjalanannya. Setelah mendengar baru-baru ini perlengkapan berkemah milik James dicuri orang, teman saya menawarkan selimut dan baju hangatnya, tetapi James menolak menerimanya. Ia mengingat bahwa perjalanannya menuju ke selatan akan membawanya ke iklim yang lebih hangat, maka ia perlu mengurangi beberapa barang. Makin mendekati tujuannya, kekuatannya juga makin terkuras, sehingga ia memang perlu mengurangi beban yang dibawanya.

Langkah-Langkah Allah

Saya sangat suka bermain Scrabble. Suatu kali setelah bermain, teman-teman menamai satu langkah dengan nama saya, Katara. Saat itu saya sudah tertinggal sepanjang permainan, tetapi pada langkah terakhir, saya berhasil membuat satu kata dengan tujuh huruf dan menghabiskan semua keping huruf yang saya miliki. Permainan pun berakhir, dan saya menerima bonus 50 angka, ditambah seluruh angka dari sisa keping huruf milik lawan-lawan main saya. Dengan itu, kedudukan saya berpindah dari posisi terakhir menjadi nomor satu. Sekarang, setiap kali kami bermain dan ada di antara kami yang tertinggal, mereka ingat apa yang pernah terjadi pada saya dan berharap dapat mengulang kembali langkah “Katara” itu.

Yesus Bersama Kita

Bibi buyut saya yang sudah renta hanya bisa terbaring di tempat tidur. Namun, rambutnya yang memutih tersisir rapi dan wajahnya yang penuh keriput masih menampilkan senyuman hangat. Ia tidak banyak bicara, tetapi saya masih ingat ucapan beliau ketika saya dan orangtua saya menjenguknya. Beliau berbisik, “Aku tidak pernah kesepian. Ada Yesus bersamaku.”

Menyelesaikan dengan Baik

Beberapa menit sebelum sesi empat puluh menit latihan saya berakhir, hampir pasti instruktur saya akan berseru, “Selesaikan dengan semangat!” Setiap pelatih pribadi atau instruktur kelompok kebugaran yang saya kenal memakai seruan tersebut beberapa menit sebelum sesi pendinginan. Mereka tahu cara mengakhiri latihan itu sama pentingnya dengan cara kita memulainya. Mereka juga tahu tubuh manusia cenderung ingin melambat atau mengendur setelah bergerak selama beberapa waktu.

Nasihat yang Bijak

Saat belajar di seminari, saya juga bekerja purnawaktu. Selain itu, saya juga melayani sebagai rohaniwan dan menjadi pekerja magang di suatu gereja. Pokoknya, saya sibuk sekali. Ketika ayah saya datang mengunjungi saya, ia berkata, “Kalau begini terus, kamu bisa patah semangat di tengah jalan.” Saya tidak mengacuhkan peringatan beliau. Bagi saya, ayah saya orang kuno dan tidak mengerti tentang “mengejar target”.

Meraih Kembali Waktu Kita

Ibu saya bercerita, meski memilih tidak meneruskan pendidikan ke perguruan tinggi karena ingin menikah dengan ayah saya di dekade 1960-an, ia selalu memendam mimpinya untuk menjadi guru ilmu kesejahteraan keluarga. Setelah membesarkan tiga anak, ibu saya yang tidak pernah kuliah dapat menjadi asisten ahli gizi dalam sistem kesehatan negara bagian Louisiana. Beliau memasak berbagai hidangan sebagai contoh pilihan menu sehat—mirip dengan pekerjaan guru ilmu kesejahteraan keluarga. Ketika menceritakan impian dan perjalanan hidupnya, ibu saya menyatakan bahwa Allah sungguh mendengarkan doa-doanya dan memberikan apa yang diinginkan hatinya.