Penulis

Lihat Semua

Artikel oleh Lisa M. Samra

Relevan di Mata Allah

Setiap tahun, tim-tim football profesional di Amerika Serikat akan memilih pemain baru melalui acara National Football League Draft. Para pelatih akan menghabiskan ribuan jam untuk menilai kecakapan dan kebugaran calon pemain incaran mereka. Pada tahun 2022, Brock Purdy menjadi pemain pilihan terakhir—dengan nomor urut 262. Ia bahkan dijuluki “Si Tidak Relevan,” sebutan yang diberikan kepada pemain terakhir yang dipilih. Tak seorang pun berharap ia akan bermain dalam satu pertandingan pun dalam musim kejuaraan berikutnya. Namun, hanya beberapa bulan kemudian, Purdy memimpin timnya meraih dua kemenangan di babak penyisihan. Ternyata, para petinggi tim yang bertanggung jawab memilih pemain baru tidak selalu berhasil mengenali potensi yang ada. Kita pun menghadapi masalah yang sama.

Biarkan Umat-Ku Pergi

Lukisan terkenal Let My People Go karya Aaron Douglas menggunakan warna-warna cerah seperti lavender, hijau, dan emas, serta gambaran tradisional ala Afrika untuk menceritakan kisah tentang Musa dari Alkitab dan menghubungkannya dengan perjuangan orang keturunan Afrika-Amerika untuk memperoleh kebebasan dan keadilan.

Menyambut Bayi Yesus

Rasanya lama sekali kami menantikan waktunya tetangga kami melahirkan anak pertamanya. Ketika akhirnya pasangan itu mengumumkan kelahiran putri mereka, kami ikut bersukacita dan meneruskan kabar tersebut melalui pesan pendek kepada teman-teman lain yang mungkin belum mengetahuinya.

Semangat Natal

Pada suatu acara jamuan makan malam Natal di gereja untuk merayakan beragam budaya dari tamu-tamu mancanegara, saya bertepuk tangan gembira mengikuti irama alat musik darbuka (sejenis drum) dan oud (mirip gitar) saat band memainkan lagu Natal tradisional asal Timur Tengah berjudul “Laylat Al-Milad.” Vokalis band itu menjelaskan bahwa judul lagu tersebut berarti “Malam Kelahiran.” Liriknya mengingatkan para pendengar bahwa semangat Natal dapat ditemukan dalam tindakan melayani orang lain, seperti menawarkan air minum kepada orang yang haus atau menghibur hati mereka yang sedih.

Diampuni Allah

Menjelang Hari Thanksgiving, sesuai tradisi, presiden Amerika Serikat akan menyambut dua ekor burung kalkun di Gedung Putih dan memberi semacam pengampunan kepada mereka. Alih-alih dijadikan hidangan utama, seperti yang biasa dilakukan dalam perayaan Thanksgiving, kedua kalkun tersebut dibiarkan hidup di peternakan untuk sepanjang sisa hidup mereka. Meski unggas itu tidak dapat memahami arti kebebasan yang mereka terima, tradisi tahunan yang unik itu memperlihatkan kuasa pengampunan yang menghidupkan.

Kekuatan dari Sang Gembala

Sekitar 107.000 penonton berdiri penuh harap di dalam stadion saat Seth Small, penendang football dari Universitas Texas A&M, memasuki lapangan dua detik sebelum pertandingan berakhir. Saat itu skor imbang 38-38 antara A&M dan lawannya yang tangguh, sehingga satu tendangan yang menghasilkan gol akan membawa kemenangan yang tidak disangka-sangka. Dengan ketenangan luar biasa, Small menendang bola yang kemudian berhasil melewati tiang gawang dan mencetak skor penentu. Seluruh stadion pun meledak dalam kegembiraan yang tak terbendung!

Yesus Sang Tunas

Di antara pegunungan berbatu merah di Sedona, Arizona, tampak menjulang Kapel Salib Suci yang indah. Saat memasuki kapel kecil itu, saya langsung tertarik pada patung unik yang menampilkan Yesus di atas kayu salib. Namun, salibnya tidak lazim, karena Yesus ditampilkan tergantung pada dahan-dahan sebuah pohon berbatang dua. Batang yang melintang itu terputus dan mati, melambangkan suku-suku Israel dalam Perjanjian Lama yang menolak Allah. Batang lainnya tumbuh ke atas dan bercabang, melambangkan suku Yehuda yang berkembang dan garis keturunan Raja Daud.

“Ain’t No Grave”

Bahkan saat mendekati ajalnya, pemusik legendaris Johnny Cash bertekad untuk terus berkarya. Album terakhirnya, American VI: Ain’t No Grave, direkam pada bulan-bulan terakhir hidupnya. Saat mendengar Cash menyanyikan lagu Ain’t No Grave, kidung karya Claude Ely, kita mendapatkan gambaran tentang pemikiran terakhirnya dan pengharapannya akan kebangkitan. Suaranya yang terkenal sangat dalam, meski melemah karena kesehatannya yang menurun, menyerukan kesaksian iman yang luar biasa.

Surga Bernyanyi

Sukacita terdengar jelas dari nada-nada yang dinaikkan oleh paduan suara sebuah SMA yang menyanyikan lagu asal Argentina “El Cielo Canta Alegría.” Saya menikmati penampilan mereka, meski tidak mengerti liriknya yang berbahasa Spanyol. Namun, tak lama kemudian saya mengenali sebuah kata yang akrab di telinga ketika paduan suara itu berseru dengan penuh sukacita, “Aleluya!” Kata “Aleluya” yang diserukan berulang-ulang itu adalah ungkapan pujian kepada Allah yang terdengar mirip dalam sebagian besar bahasa di dunia. Karena penasaran dengan latar belakang lagu tersebut, sepulang dari konser itu saya pun mencari informasi di Internet dan menemukan bahwa terjemahan dari judul lagu tersebut adalah “Heaven Is Singing for Joy” (Surga Bernyanyi dengan Sukacita).