“Aku Suka Sekali—Sampai Segini”
Jenna, keponakan saya yang berusia 3 tahun, memiliki kebiasaan yang selalu berhasil meluluhkan hati saya. Bila menyukai sesuatu (sangat menyukainya), apakah itu pai krim pisang, loncat-loncatan di trampolin, atau bermain frisbee, ia akan berseru, “Aku suka sekali—sampai segini!” (“sampai segini” itu selalu dengan kedua tangan yang dibentangkannya lebar-lebar).
Abaikan Komentar Negatif
Pernahkah Anda dinasihati untuk tidak menanggapi komentar-komentar negatif? Ada masalah baru yang marak di dunia digital sekarang, yaitu para pengguna media online yang berulang kali secara sengaja menuliskan komentar-komentar yang menghasut dan menyakitkan di kolom komentar berita atau media sosial. Mengabaikan komentar-komentar negatif tersebut akan menjaga arah percakapan untuk tidak keluar dari jalurnya.
Kamu Harus Rileks!
“Kamu harus rileks,” kata tokoh dokter dalam film besutan Disney berjudul Rescuers Down Under, saat sedang merawat Wilbur si elang laut yang terluka. “Rileks? Aku rileks, kok!” sergah Wilbur, yang jelas-jelas tidak rileks dan justru semakin panik. “Mau lebih rileks bagaimana lagi? Nanti aku malah mati!”
Obsesi
“My precious . . .” Setelah pertama kalinya muncul dalam trilogi Lord of the Rings karya Tolkien, makhluk kurus kering bernama Gollum dengan obsesi gilanya terhadap “cincin kekuasaan” telah menjadi tokoh yang menggambarkan keserakahan, obsesi, bahkan kegilaan manusia.
Kasih dan Damai
Saya selalu takjub menyaksikan bagaimana damai—damai yang berkuasa dan melampai segala akal (Flp. 4:7)—dapat menguasai hati kita bahkan di tengah kedukaan yang mendalam. Baru-baru ini, saya mengalaminya dalam kebaktian penghiburan ayah saya. Ketika deretan kerabat mengungkapkan rasa dukacita mereka, saya merasa lega melihat seorang sahabat di SMA. Tanpa sepatah kata pun, ia memeluk saya dengan erat beberapa waktu lamanya. Bentuk perhatiannya yang tenang itu mengalirkan damai yang baru saya rasakan di tengah duka pada hari yang berat itu. Saya disadarkan bahwa saya tidak benar-benar sendirian.
Lagu di Malam Hari
Sepanjang hidupnya, ayah saya merasakan kekosongan. Ia mendambakan kesehatan, tetapi penyakit Parkinson secara perlahan melumpuhkan pikiran dan tubuhnya. Ia mendambakan kedamaian, tetapi tersiksa oleh depresi yang sangat menekan. Ia rindu dikasihi dan dihibur, tetapi sering merasa sendirian.
Hal Buruk dan Hal Indah
Rasa takut dapat membuat kita tak berdaya. Kita tahu segala hal yang bisa membuat kita takut—segala sesuatu yang menyakiti kita di masa lalu, yang sangat mudah melukai kita kembali. Jadi terkadang kita terperangkap—tak bisa mengulang kembali, tetapi terlalu takut untuk melangkah maju. Aku tak bisa melakukannya. Aku tak cukup pintar, tak cukup kuat, tak cukup berani untuk maju, karena aku khawatir akan disakiti seperti itu lagi.
Bagi Sahabat-Sahabat Kita
Dalam novel Wuthering Heights karya Emily Bronte, seorang tokoh pemarah yang sering mengutip ayat Alkitab untuk mengkritik orang lain digambarkan seperti “orang Farisi yang merasa paling benar, yang selalu menyelidiki Alkitab untuk mengumpulkan janji-janji di dalamnya bagi dirinya sendiri, tetapi melontarkan kutuk kepada orang-orang di sekitarnya.”
Pemulihan yang Besar
Saya sangat menyukai hujan lebat. Waktu masih kanak-kanak, manakala hujan lebat datang—dengan guntur yang menggelegar dan air yang turun menghunjam ke bumi—saya dan saudara-saudara saya langsung lari keluar rumah untuk bermain air dan meluncur di bawah guyuran hujan. Setelah beberapa saat lamanya, kami pun masuk kembali ke rumah dalam keadaan basah kuyup.