Penulis

Lihat Semua

Artikel oleh Patricia Raybon

Pizza yang Gigih

Pada usia dua belas tahun, Ibrahim tiba di Italia sebagai imigran dari Afrika Barat. Ia tidak tahu sepatah kata pun bahasa Italia, berjuang dengan gagap, dan sering menerima ungkapan kebencian terhadap kaum imigran. Namun, semua itu tidak menghalangi tekad anak muda itu untuk bekerja keras. Pada usia dua puluhan ia berhasil membuka toko pizza di Trento, Italia. Bisnis kecilnya berhasil merebut hati banyak orang yang semula meragukannya, hingga tercatat dalam daftar lima puluh restoran pizza terbaik di dunia.

Kristus, Terang Kita yang Sejati

“Pergilah ke arah cahaya!” Begitulah saran suami saya saat kami kesulitan menemukan jalan keluar dari sebuah rumah sakit besar pada hari Minggu sore baru-baru ini. Kami baru saja membesuk seorang teman, dan ketika keluar dari lift, kami tidak dapat menemukan siapa pun yang dapat mengarahkan kami ke pintu keluar dan juga ke arah sinar matahari Colorado yang cerah. Saat menyusuri lorong-lorong rumah sakit yang remang-remang, kami akhirnya bertemu seorang pria yang menyadari kebingungan kami. “Lorong-lorong ini tampak sama semua,” katanya. “Namun, jalan keluarnya lewat sini.” Berkat arahannya, kami pun menemukan pintu keluar—yang memang membawa kami kepada sinar matahari yang cerah.

Berserah untuk Percaya

Pada suatu pagi di musim dingin, saya membuka tirai dan melihat pemandangan yang mengejutkan. Dinding kabut. “Kabut beku,” peramal cuaca menyebutnya. Kabut yang menjadi peristiwa langka di lokasi kami ini datang dengan kejutan lebih besar: prakiraan cuaca selanjutnya adalah langit biru dan sinar matahari—“dalam satu jam.” “Mana mungkin,” kata saya kepada suami. “Sekarang pun kita nyaris tidak bisa melihat apa-apa tiga puluh sentimeter di depan.” Akan tetapi, benar saja, kurang dari satu jam kemudian kabut memudar, langit menjadi cerah dan berwarna biru jernih.

Belas Kasihan dalam Tindakan Nyata

Sebenarnya, pekerjaan James Warren bukanlah membuat bangku. Namun, ia mulai membuatnya ketika melihat seorang wanita di Denver duduk di atas tanah saat menunggu bus. “Sungguh tidak manusiawi,” pikir Warren yang prihatin. Jadi, konsultan tenaga kerja berusia dua puluh delapan tahun itu pun mencari beberapa potong kayu, membuat bangku, dan menaruhnya di halte bus tadi. Bangku itu sungguh berguna. Ketika menyadari bahwa sebagian besar dari sembilan ribu halte bus di kotanya tidak menyediakan tempat duduk, ia pun membuat bangku-bangku berikutnya, dan mengukir tulisan “Mari Peduli” pada setiap bangku buatannya. Tujuannya? “Supaya hidup orang lain sedikit lebih baik, dengan cara yang bisa saya lakukan,” kata Warren.

Gereja Allah yang Kekal

“Apakah gereja sudah selesai?” tanya seorang ibu muda. Ia tiba di gereja kami bersama dua orang anak kecil tepat menjelang akhir kebaktian. Namun, salah seorang aktivis penyambut jemaat memberi tahunya bahwa ada sebuah gereja terdekat yang mengadakan dua kali kebaktian, dan kebaktian keduanya akan segera dimulai. Ia pun menawarkan ibu itu untuk diantar ke sana. Ibu muda itu sangat bersyukur dapat diantar beberapa blok ke gereja tersebut. Saat merenungkan pengalaman tadi, aktivis itu menarik kesimpulan: “Apakah gereja sudah selesai? Tidak akan. Gereja Allah akan tetap ada untuk selamanya.”

Air yang Dalam

Pada tahun 1992, Bill Pinkney berlayar seorang diri mengelilingi dunia dan menempuh rute yang sulit dengan mengitari sejumlah tanjung besar di belahan bumi selatan yang berbahaya. Ia melakukannya demi suatu maksud mulia, yaitu untuk mengilhami dan mendidik anak-anak, termasuk murid-murid di bekas sekolah dasarnya di kawasan kumuh kota Chicago. Tujuannya? Untuk menunjukkan seberapa jauh mereka dapat melangkah jika mereka tekun belajar dan memegang komitmen—kata yang digunakan Bill untuk menamai kapalnya. Saat Bill membawa anak-anak sekolah berlayar di atas kapal Komitmen, ia berkata, “Saat memegang tangkai kemudi kapal itu, mereka belajar tentang arti kendali, pengendalian diri. Mereka belajar tentang kerja sama tim . . . semua hal dasar yang dibutuhkan seseorang dalam hidup untuk mencapai sukses.”

Dia Menjadikan Kita Baru

Sebagai seorang pegawai yang sering bepergian, Shawn Seipler berkutat dengan sebuah pertanyaan yang janggal. Akan dikemanakan sisa sabun batangan di kamar hotel? Seipler berpikir, daripada menjadi sampah dan dibuang, jutaan sisa sabun batangan itu dapat dijadikan sabun baru. Ia pun meluncurkan Clean The World, sebuah usaha daur ulang yang telah membantu lebih dari delapan ribu hotel, kapal pesiar, dan resor untuk mengolah berton-ton sisa sabun menjadi sabun batangan baru yang telah dibentuk ulang dan disterilisasi. Sabun-sabun hasil daur ulang itu kemudian dikirimkan ke orang-orang yang membutuhkannya di lebih dari seratus negara, untuk membantu mencegah berbagai penyakit bahkan kematian yang terkait dengan kebersihan.

Kecil tetapi Besar

Apakah aku bisa bertanding di Olimpiade? Seorang perenang tingkat perguruan tinggi khawatir bahwa ia kurang cepat. Namun, ketika seorang profesor matematika, Ken Ono, mempelajari teknik renang pemudi itu, ia menemukan cara untuk meningkatkan kecepatannya sampai enam detik penuh—perbedaan yang substansial pada kompetisi setingkat Olimpiade. Setelah memasang sensor pada punggung perenang, ia tidak melihat perlunya perubahan-perubahan besar untuk meningkatkan rekor waktunya. Sebaliknya, Ono mengidentifikasi tindakan korektif kecil yang, jika diterapkan, akan membuat atlet muda itu berenang dengan lebih efisien di dalam air, sehingga dapat mencapai jarak waktu yang dibutuhkan untuk menang.

Dikenal Allah

Setelah adopsi memisahkan dua bersaudara, tes DNA membantu mempertemukan mereka kembali hampir dua puluh tahun kemudian. Ketika Kieron mengirim pesan kepada Vincent, pria yang ia yakini adalah saudaranya, Vincent berpikir, Siapa orang asing ini? Saat Kieron bertanya siapa namanya sewaktu dilahirkan, Vincent langsung menjawab, “Tyler.” Maka tahulah Kieron bahwa mereka bersaudara. Ia dikenali dari namanya!